[status Deny Hendarsyah yg dijadikan dokumen]
Sebenarnya apabila saya datang ke Suryalaya, maka saya menjadi orang Jahil (bodoh). Adapun yang saya sampaikan adalah berupa pengalaman saya. Inipun tidak akan membahas tentang Ilmu Tasawuf, karena sampai sekarang saya pun tidak tahu tentang Tasawuf. Saya berhadapan dengan Guru Mursyid Pangersa Abah pada tahun 1973. Sebelum ini belum mengetahui tentang Suryalaya, apakah ada dalam peta dunia atau tidak ? Rupanya Suryalaya sudah ada bukan hanya di dunia saja, malahan di dunia yang manusia belum ada.Saya datang ke Pondok Pesantren Suryalaya dengan membawa sedikit ilmu, itupun hanya muqodimahnya saja. Lalu berhadapan dengan Pangersa Abah, maka ilmu Muqodimah itu langsung tidak ada dan saya menjadi jahil walaupun baru hanya menerima beberapa hikmah darinya. Rupanya apa yang disangka ilmu yang diperoleh itu sebenarnya belum sempurna melainkan ada sesuatu yang perlu diisikan ke dalam hatinya yaitu Miftahus-Shudur (Pembuka dada). Dalam berbagai kitab tua, seperti : Al-Luma, Qutul Qulub, Kasfful Mahjub dan sebagainya disebutkan bahwa ilmu itu membawa menjadi Alim. Memang ilmu itu perlu, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an : Allah meninggikan orang-orang yang beriman serta mempunyai ilmu. Akan tetapi yang saya terima dari Pangersa Abah walaupun sebuah kitab kecil Mifatahus-Shudur. mampu membuka jalan yang lebih luas lagi dan satu-satunya jalan sebagai pembuka hati. Ini sesuai dengan perkataan : Al-ilmu fi al-Shudur Laa fi al-Suthur. (ilmu itu sebenarnya yang dalam hati bukan yang tertulis).
Membuka hati itu adalah kewajiban yang pertama dalam agama : Awwalu ad-Din Ma’rifatullah (Pembuka agama itu adalah Ma’rifat kepada Allah). Apakah mengenal Allah dengan memperkatakan (memperdebatkan)-Nya. Ketika diperdebatkan oleh Rasulullah SAW, maka turunlah surat Al-Ikhlash dan orang-orang mukmin langsung mempercayainya. Jadi ilmu yang diperlukan setelah sifat-sifat Allah yang 20, sifat-sifat ma’ani dan maknawi dari berbagai garapan Ahli Ilmu kalam serta berbagai golongannya, seperti : Asy-Ariyah, Mu’tazilah dan lainnnya, adalah Ilmu Pembuka Dada (hati). Memang betul dikatakan dalam Al-Qur’an : Apakah sama orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui (Az-Zumar :9). Akan tetapi saya merasakan jahil hati, sehingga tidak dapat mengenal dan merasakan Allah SWT, padahal Allah perlu dirasakan. Bagaimana memanifestasikan dalam hati ketika kita menyebut nama Allah, dari Allah, bersama Allah untuk Allah dan kepada Allah ? disinilah pentingnya Miftahus-Shudur (kunci pembuka dada).
Jadi Tasawuf bukan diartikan bulu domba, bukan shofa, atau Suffah dan shaf pertama sebagaimana diistilahkan para ulama Tasawuf. Bahkan ada yang mengistilahkan : Akhlaq, Fana, Baka, Hulul, Wihdatul Wujud atau menurut Al-Hallaj (Ana al-Haq). Akan tetapi Tasawuf adalah apa yang ada di dalam hati yang membawa kita kepada Allah SWT. Kalimat Tasawuf ini sudah ada sebelum lahirnya junjunan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga Nabi Adam disebut : Safiyullah. Setelah saya menerima sesuatu yang diisikan oleh Pangersa Abah dalam hati saya, maka saya merasakan sesuatu yang lain daripada yang lain atau luar biasa. Sehingga saya baru merasa mengenal dunia ini dan mencoba meraba dunia Akhirat. Jadi menurut saya yang jahil : Kalau Tasawuf hanya sekedar ilmu tidak akan ada akhirnya, belum lagi mentafsirkan Ihsan. Silahkan anda tafsirkan bahwa yang dimaksudkan Ihsan itu adalah: Barangsiapa yang akhir kalamnya Laa Ilaaha Illallah , maka dia pasti masuk surga.
Saya bersyukur dapat berguru kepada Pangersa Abah, sehingga saya merasakan Ukhuwah Islamiyah dari jalurnya Tarekat, baik ketika di Malaysia, Indonesia, Thailand, Sabah, Serawak dan Australia. Saya hanya dapat mengatakan bahwa ini semuanya adalah berkat karunia Allah SWT. dalam Al-Qur’an disebutkan : Sesungguhnya Engkau tidak mampu memberikan hidayah kepada yang dicintai, tetapi Allah memberikan hidayah kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Q.S. Al-Qashas : 56). Walaupun karunia Allah itu sangat besar sekali, yaitu dapat belajar Tasawuf di Pondok Pesantren Suryalaya, akan tetapi sampai sekarang saya belum mengerti apa itu Tasawuf, Syukur dan lainnya. Ketika ditanyakan sendiri Syukur, saya belum merasakan artinya Syukur kepada Allah, kepada keluarga, kepada yang lain, kepada Islam masih sedikit sekali. Apalagi mengabdikan diri kepada guru Mursyid masih sedikit sekali. Jadi saya menyesal setelah merasakan Tasawuf belum mampu bersyukur.
Alhamdulillah Tarekat di Singapura terus berkembang dengan pesat, walaupun banyak tantangan dari orang yang tidak senang. Itu sama dimana-mana, apalagi kepada Tarekat. Akan tetapi orang Tasawuf tidak diambil hati kepada mereka dan kita percaya suatu hari mereka akan kembali kepada Tarekat. Karena berbicara dengan lisan maka mereka lantang menentangnya. Sebagaimana Umar bin Khattab, Abu Bakar Siddiq, Abu Sufyan dan Utsman. Akhirnya mereka kembali kepada Islam. Karena mulut ini apabila merasakan sesuatu yang lebih, pasti akan keluar. Begitu juga orang yang menentang Tarekat, apabila merasakan sesuatu yang lebih pasti kembali. Paling tidak ketika : Hari yang tidak bermanfaat lagi ketika itu harta, anak-anak dan segala perhiasan dunia.
Untuk itu saya mengembalikannya kepada Allah. Kita tetap Istiqomah dan kita terus berdo’a jangan sampai ditutup hatinya. Saya contohkan paman Nabi Muhammad SAW, Abu Thalib yang selalu membantu dan melindungi Nabi SAW, akan tetapi karena ditutup hatinya ketika akhir hayatnya : Saya tetap dalam Agama nenek moyang saya. Kalaupun banyak yang menentang dengan berbagai cara dan iramanya, Insya Allah kita yakin mempunyai Malaikat bersama kita yang selalu membantu dan melindungi agama Allah. Inilah yang sebenarnya didapat sedikit dari Pangersa Abah. Karena fungsi Rasul diutus ke dunia ini bukan untuk menjadikan orang alim atau ini itu, akan tetapi diutusnya adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. (Hadits).
Apakah akhlak itu ? Khuluquhu Al-Qur’an (akhlah Nabi Saw adalah Al-Qur’an). Jadi bagaimana agar kita akhlaknya seperti Al-Qur’an, baik yang muhkamat atau yang mutasyabihat. Akan tetapi ketika mentafsirkan Alif Laam Mim, mereka tidak mampu. Itulah ilmu manusia yang seikit sekali. Ketika Al-Qur’an dibacakan, gunung-gunung merasakan keagungan dan kebesaran Al-Qur’an, akan tetapi semua yang ada tidak mampu mengatakan satu kalimat saja, yaitu kalimat Nun. Itulah yang dinamakan ilmu. Jadi walaupun kita tidak mempunyai ilmu yang banyak, alhamdulillah kita mempunyai dzikir yang selalu diamalkan baik dzikir jahar atau dzikir khofi. Itu sebenarnya kita sudah memiliki dunia dan akhirat. Banyak ilmu yang hanya diperkatakan saja seperti : Fiqih dan Ushuluddin, bahkan Tasawuf sekarang sering dibacakan orang. Akan tetapi itu semua tidak bermanfaat kalau tidak dikembalikan kepada Dzikrullah yang diamalkan. Mari kita amalkan sungguh-sungguh, sehingga kita merasakan apa itu Laa Ilaaha Illallah, apa itu Isma al-Adzim, Ismu Dzat. Karena itu semuanya adalah karunia Allah SWT, selepas mengamalkannya. Tidak ada Tasawuf kalau tidak ada pengamalan dan tidak ada Tasawuf kalau tidak mempunyai kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah yang ditalqinkan (diisikan) oleh guru Mursyid. Jadi kekuatan seorang muslim dan mukmin itu tergantung kepada jiwa dan ruhnya.
Miftahus Shudur untuk kita, kalau kita ingin ilmunya dalamilah itu kitab. Bahkan kalau diizinkan oleh Pangersa Abah lebih baik lagi kalau kitab Miftahus Shudur itu disyarahkan dan kita sangat memerlukannya. Karena Miftahus Shudur itu kandungan ilmunya sangat banyak. Khususnya ilmu tersirat yang hanya dapat dipahami oleh orang tertentu saja, sedangkan orang awam perlu kiranya disyarahkan dengan tidak melanggar yang aslinya sehingga kitab ini lebih bermanfaat lagi. Alhamdulillah kita mempunyai terjemahan kitab Sirrul Asror yang sampai sekarang kita tidak mengetahui cara menterjemahkan Sirrul Asror. Sudah Sir ditambah Asror, jadi setelah berbagai Asror ada Sir yang paling tinggi. Apakah itu ? Itulah yang didapatkan dari Guru Mursyid, Masya Allah ! dan rahasianya ibadah kepada Allah sampai sekarang kita belum menemukan ahlinya untuk menerangkan, apa sebenarnya Sirrul Asror dan yang didalamnya. Akan tetapi saya yakin Insya Allah isinya ada di PP. Suryalaya dan kita disini Insya Allah, Allah akan membukakan Asrornya kepada kita semua dan itulah yang sebenarnya diperlukan oleh kita. Setiap manusia dibukakannya berbeda-beda (tidak sama), sehingga ada Rasul, Nabi, Wali, orang shaleh, Syarikin dan lainnya. Mudah-mudahan Allah memercikkannya kepada kita semuanya. Amiin.
Akan tetapi itu semuanya harus didahului oleh Akhlaqul karimah. Walau kita mempunyai ilmu yang banyak sekali tanpa Akhlaqul karimah, maka ilmu itu tidak akan bermanfaat. Jadi sebagai murid Pangersa Abah harus memperbaiki dan memperhatikan akhlaqul karimah. Ada akhlak kepada Tarekat itu sendiri kepada Mursyid, sesama ikhwan, perjuangan TQN PP. Suryalaya dan sebagainya. Kita takut sbagai orang yang menyiarkannya sendiri belum mampu memiliki akhlaqul karimah tersebut. Mudah-mudahan dengan contoh di depan kita (Pangersa Abah) dengan ketinggian akhlaknya sebagai karunia Allah sudah cukup bagi kita. Walaupun kita tidak mampu mengambil semuanya, sedikitpun kita sudah jadi. Itulah sebenarnya keagungan yang ada di PP. Suryalaya. Ta’allumul yaqiin nim ahlil yaqin (belajar keyakinan dari ahli yakin). Itulah yang saya cari dan mencoba. Agar bagaimana dapat mengisi diri saya dengan akhlakul karimah.
Mudah-mudahan kita dapat mengamalkan apa yang telah diberikan kepada kita dan dapat merubah diri kita, karena Allah tidak merubahnya kecuali diri kita sendiri yang merubahnya. Insya Allah akhlaqul karimah kita jadikan sesuatu amalan kita, penghayatan kita, dakwah kita dan segala hal kita. Inilah suatu contoh besar yang perlu ada dalam setiap diri muslim dan mukmin agar dimuliakan oleh Allah SWT. Sesungguhnya dalam dirimu (Muhammad) ada contoh akhlaqul karimah (Akhlaq yang Agung), yang selalu keras kepada orang kafir, dan kasih sayang kepada sesamanya, yang selalu ruku dan sujud setiap malamnya dan seterusnya Demikian contoh yang agung.
Itulah pengalaman saya dari PP Suryalaya, dimana Pangersa Abah dalam berdakwahnya sampai sekarang selalu dengan contoh Lisaanil Hal afshohu min lisanul maqol. Semoga Allah membukakan akal kita agar memahami tarekat sendiri dan Mursyidnya karena kita tidak akan masuk Syurga kecuali dengan seorang Imam (bentuk mufrad) yaitu Guru Mursyid. Amiin.
Posting Komentar
Posting Komentar