Badru Zaman :
Apakah Semua jenis
ikan di laut semuanya halal ! Kecuali batu karang dan kapal selam serta perahu
! Benarkah ?
Ditunggu
kinclongannya !
=====================================
Deden Ym gimana dgn
anjing laut ? Halal kah ?
Sirrurrobbaniyah Oki Gimna dgn
ubur" bulu babi laut,halalkah?
Suriyanto AlMaliki
Tqn : عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، في البَحْرِ: هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ، الْحِلُّ مَيْتَتُهُأَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ وَابْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالتِّرْمِيْذِيُّ وَرَوَاهُ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَحْمَدُ
Dari Abu Hurairah
radiyallahu ‘anhu ia berkata: Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallamtentang (hukum) air laut: “Air laut itu suci, (dan) halal bangkainya
Suriyanto AlMaliki
Tqn : cerita nyata ikan paus guling : Dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdullah diceriterakan, bahwa Rasulullah
s.a.w. pernah mengirimkan suatu angkatan, kemudian mereka itu mendapatkan seekor
ikan besar yang sudah menjadi bangkai. lkan itu kemudian dimakannya selama 20
hari lebih. Setelah mereka tiba di Madinah, diceriterakanlah hal tersebut
kepada Nabi, maka jawab Nabi:
“Makanlah rezeki
yang telah Allah keluarkan untuk kamu itu, berilah aku kalau kamu ada sisa.
Lantas salah seorang diantara mereka ada yang memberinya sedikit. Kemudian Nabi
memakannya.” (Riwayat Bukhari)
Suriyanto AlMaliki
Tqn “Dihalalkan bagi kamu binatang buruan laut dan makanannya.”
(al-Maidah. 96)
Suriyanto AlMaliki Tqn “Kami
dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan
belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah)
Achmad Syarif
Hidayat: Di antara yg d haramkan yaitu binatang yg buas, dan d antara
jenis ikan laut seperti ikan hiu apakah ikan hiu haram ??
Suriyanto AlMaliki
Tqn: Ikan hiu sudah kita ketahui bersama termasuk hewan yang bertaring
dan ia menggunakan taringnya untuk berburu mangsanya. Jika ada yang menanyakan
tentang ikan hiu, maka jawabannya adalah halal karena kembali ke dalil-dalil
yang menghalalkan seluruh hewan yang ada di air, sebagaimana firman Allah
Ta’ala,
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu
binatang buruan laut dan makanan dari laut.” (QS. Al Maidah: 96).
Suriyanto AlMaliki
Tqn: Mengenai anjing laut, perlu diketahui lebih dahulu bahwa ada
dua pendapat yang saling berlawanan tentang apakah mamalia ini termasuk
binatang darat (hayawanul-barr) ataukah binatang laut (hayawanul-bahr). Yusuf
al-Qaradawi dalam Halal Haram dalam Islam mengkategorikan anjing laut sebagai
binatang laut.
Sekalipun demikian,
jumhur ‘ulama bersepakat tentang bolehnya memakan daging anjing laut. Hal ini
disebabkan tidak adanya dalil nash yang menjelaskan mengenai keharamannya, dan
oleh karena itu berlaku hukum asalnya yaitu boleh.
Badru
Zaman Sekalian mohon penjelasan mengenai kepiting ?
Muchlis Tqn Kepiting
halal? Kabar ini sesungguhnya bukan hal baru. Sejak Juni silam, komisi fatwa
MUI menyatakan bahwa kepiting tergolong halal. Fatwa ini mengubah kaidah yang
selama ini dianut umat Islam di Indonesia. Sebagian besar umat Islam di
Indonesia bermazhab Syafii yang berpendapat daging kepiting haram dimakan.
Ihwal kehalalan kepiting diungkap pertama kali oleh Prof Dr H Hasanuddin AF MA
pada sebuah sidang Komisi Fatwa MUI pada 29 Mei 2002 di Masjid Istiqlal.
Dia mengungkap ada
tiga kategori makanan yaitu jelas halal, haram dan tak ada keterangan tentang
halal dan haramnya. Merujuk pada Alquran, Hasanuddin menyatakan semua binatang
laut dihalalkan. Senuah hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah menyatakan air
laut suci dan bangkainya halal. Makanan yang jelas haram dikutip dari hadis
yang menyatakan Rasulullah menhgaramkan setiap binatang buas yang bertaring dan
jenis burung yang bercakar tajam.
Kembali kepada nash
awal, Hanasuddin menyatakan hukum asal semua makanan adalah halal selama tak
ada nash yang mengharamkannya. Kaidah tersebut didasarkan pada Albaqarah ayat
29 yang menyatakan segala sesuatu di bumi diciptakan untuk manusia dan sebuah
hadis yang diriwayatkan Ibn Majah yang menyatakan halal adalah apa yang
dihalalkan Allah dalam kitab-Nya dan haram adalah apa yang diharamkan Allah
dalam kitabNya. Sedangkan apa yang tidak dinyatakan halal atau haramnya maka
termasuk yang dimaafkan untuk dimakan. Soal kepiting yang di Indonesia lama
menjadi perbincangan, Hasanuddin mengatakan tidak termasuk dalam nash apakah
halal atau haram.
Karena itu menurut
dia, hukumnya kembali kepada hukum asal segala sesuatu yang pada dasarnya halal
selama tidak berdampak atau punya efek negatif terhadap jasmani dan rohani.
Islam mengajarkan manusia agar senantiasa mengkonsumsi makanan yang halal lagi
thayyib (baik). Kehalalan suatu produk berpengaruh terhadap rohani, sedangkan
thayyib atau baik dapat dirasakan atau terlihat akan jasmani seseorang.
Mengenai pendapat
bahwa binatang amfibi tergolong diharamkan, Hasanuddin meminta ada penelitian
tentang kepiting. Memang diakui ada pendapat ulama tradisional yang lantas
dipopulerkan di madrasah-madrasah bahwa binatang amfibi atau yang hidup di dua
alam seperti katak dan kepiting haram hukumnya. Pendapat ini masih dipegang
beberapa ulama bermazhab Syafii termasuk KH Ma'ruf Amin. Hasanuddin tak
sependapata pada pendapat tersebut.
Menurut dia,
pendapat tersebut tidak memiliki nash yang jelas. Baginya tak ada alasan hidup
di dua alam dengan keharaman kepiting. Maka diundanglah Dr Ir Sulistiono
sebagai pakar kepiting. Ia memaparkan 'ekobiologi kepiting bakau'. Dalam
makalah ternyata kepiting mempunyai spesies kurang lebih 2500 spesies di
Indonesia dan mencapai 4500 spesies tersebar di seluruh dunia.
Kepititing Bakau
(scylla sp) merupakan salah satu komoditi perikanan pantai yang banyak digemari
masyarakat karena dagingnya enak. Kepiting jenis ini banyak diperdagangkan dan
menjadi salah satu yang menguntungkan dari segi ekonomi dan komoditi ekspor
Indonesia. Empat jenis kepiting yang umum dikonsumsi adalah scylla serrata
(duri di sikut dan dahinya sama-sama runcing), scylla tranquebarica (duri di
sikut sedikit runcing dan lunak di dahi), scylla paramamosain (duri di dahi
runcing tapi di siku lunak), scylla olilvacea (duri di dahi dan sikutnya sama-sama
lunak). Ia lantas menjelaskan bahwa kepiting bernafas dengan insang walaupun
dapat naik ke darat/pantai.
Selama tidak di
dalam air, kepiting tetap bernafas dengan insang dengan cara mengkondisikan
dirinya agar tetap lembab dan dapat mengikat oksigen dalam proses
pernafasannya. Sepanjang pengetahuan dan literatur yang ada, kata Sulistiono,
kepiting tidak bernafas dengan paru-paru. Dengan demikian kepiting tidak bisa
hidup tanpa adanya air/kelembaban. Namun dengan sifat hati-hati Dr Ir Sulistio
menyarankan agar dalam menetapkan fatwa kepiting tidak dilakukan secara
keseluruhan, mengingat banyaknya spesies kepiting di seluruh dunia.
Sulistiono sendiri
secara jujur mengakui tidak semua kepiting dikategorikan halal. Untuk itu
komisi fatwa menetapkan fatwa mengenai empat kepiting yang disebut Sulistiono.
Sedangkan kepiting jenis lain masih menunggu pemaparan lain dari Sulistiono.
Sementara ulama di kalangan NU berpendapat lebih baik berhati-hati dan tidak
mengonsumsi kepiting berdasar pendapat mazhab Syafii. Pendapat bahwa kepiting
haram bukan cuma dianut ulama mazhab Syafii tapi juga kalangan ahlul bayt.
Sebelum semuanya jelas, bukanlah lebih baik berhati-hati daripada terjerumus.
Masih banyak makanan laut yang bisa dinikmati selain kepiting. bwo/tid/jurnal
hala/dokrep/Oktober 2002 (Sumber :http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/info-halal/08/11/26/16603-ihwal-halal-kepiting)
Posting Komentar
Posting Komentar