Ma'rifah adalah esensi taqarrub (pendekatan pada
Tuhan). Ma'rifah merupakan hasil penyerapan jiwa yang mempengaruhi kondisi jiwa
seorang hamba yang pada akhirnya akan mempengaruhi seluruh akd-vitas ragawi.
Ilmu, diibaratkan seperti melihat api sementara ma'rifah ibarat cahaya yang
memancar dari nyala api tersebut.
Ma'rifah secara etimologis adalah pengetahuan tanpa ada keraguan sedikit pun.
Dalam terminologi kaum Sufi, ma'rifah disebut pengetahuan yang tidak ada
keraguan lagi di dalamnya ketika pengetahuan itu terkait dengan persoalan Zat Allah
Swt. dan sifat-sifat-Nya.
Jika ditanya, "Apa yang dimaksud dengan ma'rifah Zat dan apa pula maksud
dari ma'rifah sifat?" Maka jawabnya: "Ma'rifah Zat mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Swt. itu Wujud dalam Keesaan, Tunggal, dengan segala
Keagungan yang bersema-yam dalam diri-Nya, dan ddak ada satu pun yang
menyerupai-Nya. Adapun ma'rifah sifat, adalah me-ngetahui bahwa sesungguhnya
Allah Swt. Maha-hidup, Maha Mengetahui, Mahaberkuasa, Maha Mendengar, Maha
Melihat dan dengan segala sifat Kemaha-sempurnaan lainnya."
Jika ditanya: "Apa rahasia ma'rifah itu?" Rahasia dan ruhnya adalah
ke-tawhid-an. "Yaitu dengan men-sucikan segala sifat; Hidup, Mengetahui,
Kuasa, Kehendak, Mendengar, Melihat, berfirman-Nya dari penyerupaan dengan
sifat-sifat makhluk. Karena, tidak ada serupa bagi-Nya."
Lalu manakala ditanya, "Apa tanda-tandanya?" Tanda-tandanya adalah
hidupnya hati bersama-Nya. Allah Swt. mewahyukan pada Nabi Dawud As,
"Mengertikah kau, apakah ma'rifah-Ku itu?" Nabi Dawud menjawab,
"Tidak." Allah berfirman: "Hidupnya kalbu dalam musyahadah
kepada-Ku."
Kalau ditanyakan, "Pada tahap atau maqam manakah hakikat kema'rifahan itu
dibenarkan?" Jawabnya, "Pada tahap musyahadah (penyaksian), dan
ru'yab (melihat) dengan segenap nurani (sirr). la melihat untuk mencapai
ma'rifah, dan hakikat ma'rifah berada dalam badn mereka, lalu kemudian Allah
Swt. menyingkap sebagian tabir penutup. Lantas diper-lihatkan pada mereka
Cahaya Zat dan Sifat-sifat-Nya, dari balik tabir itu, agar mereka melihat-Nya.
Tabir ddak disingkap secara keseluruhan, supaya mereka tidak terbakar."
Sang Sufi bersyair:
Seandairya Aku tampak tanpa hijab,
Tentu Aku telah menjadikan semua manusia sempuma
Namun hijab itu begitu lembut
Sehingga mampu membangkitkan hidup jiwa para perindu
Petampakan keagungan-Nya akan melahirkan perasaan takut (khawf), dan rasa
kewibawaan (haybah). Petampakan kebajikan (al-husn) dan keindahan (al-jamat)
tentu akan melahirkan kerinduan (asy-syawq). Sementara petampakan
sifat-sifat-Nya akan melahirkan kecintaan. Dan petampakan Zat, melahirkan
ke-tawhid-an.
Sebagian ahli ma'rifah: "Demi Allah Swt., seseorang tidak akan menggapai
apa pun dari dunia melainkan Allah Swt. akan membutakan hatinya, dan semua
amalannya akan sia-sia. Sesungguhnya Allah Swt. menciptakan dunia sebagai kegelapan,
dan menjadikan matahari sebagai cahayanya. Dan Allah Swt. juga menjadikan hati
dalam kegelapan, cahaya ma'rifah-lah yang akan menyinarinya. Tatkala mendung
menjelang, maka sirnalah cahaya matahari dari bumi. Dan ketika cinta dunia
hadir dalam hati seorang hamba maka cahaya ma'rifah pun akan menyingkir
darinya."
Ada pula yang mengatakan: "Hakikat dari ma'rifah adalah cahaya yang
menyeruak dari kalbu seorang Mukmin, dan tiada sesuatu yang lebih mulia dalam
had sesorang hamba kecuali ke-ma'rifah-an."
Sinyalir lain: "Matahari yang menerangi hati seorang ahli ma'rifah lebih
cemerlang dan bercahaya dibandingkan dengan cahaya matahari yang sesungguhnya.
Karena matahari pada sore hari harus tenggelam, sementara matahari ahli
ma'rifah dada akan pernah tenggelam meski malam riba."
Mereka mendendangkan satu bait syair:
Sang surya akan tenggelam dengan datangnya malam,
Lain halnya dengan matahari kalbu yang tiada pernah tenggelam
Siapa pun yang mencinta kekasihnya
la akan terbang menemuinya dengan segala kerinduan
Zu an-Nun al-Misri berkata: "Hakikat ma'rifah adalah mengetahui
rahasia-rahasia Yang Haqq melalui perantara kelembutan cahaya."
la menulis:
Bagi orang 'arif, kalbu menjadi mata mereka
Untuk menatap Cahaya llahi yang tersimpan di balik hijab
la tuli dari segala makhluk, dan dibutakan daripandangan mereka
Bisu untuk menjawab ajakan mereka yang berucap dusta
Ketika mereka ditanya, "Kapankah seorang hamba dapat diketahui kalau ia
telah ma'rifah?" Yaitu ketika tidak ada lagi tempat tersisa di dalam
hatinya sebagai singgasana bagi selain-Nya.
Ada lagi yang mengatakan bahwa, hakikat ma'rifah adalah musyahadah dengan Yang
Haqq tanpa melalui mediasi, tanpa dengan metode, dan tidak juga dapat
diumpamakan. Seperti diceritakan dari kisah 'Ali Ibn Abi Thalib kerika ia
ditanya: "Ya Amirul Mukminin, Apakah Anda telah menyembah apa yang Anda
lihat, atau Anda menyembah yang tidak Anda lihat?" Beliau menjawab:
"Tidak. Aku menyembah Zat yang aku lihat, bukan dengan penglihatan mata,
melainkan dengan penglihatan kalbu."
Ja'far as-Sadiq juga pernah ditanya: "Apakah Anda melihat-Nya?"
Beliau menjawab: "Aku tidak akan menyembah Tuhan yang tidak bisa
kulihat." la pun ditanya lagi: "Lalu bagaimana Anda melihat-Nya
sementara la tidak dapat dilihat dengan mata kepala." Ja'far kembali
menjawab: "Aku tidak akan mampu melihat-Nya dengan pandangan mata, tapi
melihat-Nya dengan mata hati melalui hakikat keimanan. Dia tidak kasat indera
dan tidak pula dapat diukur oleh manusia."
Sebagian ahli ma'rifah lain juga pernah ditanyai mengenai hakikat kema'rifahan,
dan mereka menyatakan: "Hakikat ma'rifah adalah mensucikan rahasia dan
segala kehendak, meninggalkan segala kebiasaan, menentramkan hati tertuju
kepada-Nya tanpa melalui mediasi, dan meninggalkan sikap berpaling dari Allah
Swt. dengan beralih pada selain-Nya. Karena ma'rifah pada substansi Zat-Nya,
sifat-sifat-Nya dan juga hakikat-Nya, tidak mungkin dapat dicapai kecuali hanya
dengan-Nya yang Mahaluhur dan Mahabijak. Segala puji hanya bagi-Nya."
Sumber : Mi'raj as-Salikn, Imam Al Gazali
Alfalah.or.id
Posting Komentar
Posting Komentar