Anilisis Astronomi mengenai Kalender Ramdhan Zaman Rasulullah SAW. |
Ramadan berarti bulan musim panas terik. Pada zaman sebelum
Rasulullah SAW, masyarakat Arab tidak murni menggunakan kalender qamariyah
(bulan), tetapi setiap tiga tahun menambahkan satu bulan tambahan untuk
menyesuaikan dengan dengan musim. Sistem kalender campuran itu biasa disebut
sistem qamari-syamsiah (luni-solar calendar). Nama bulan lain yang berkaitan
dengan musim adalah Rabiul awal dan Rabiul akhir yang berarti bulan musim semi
pertama dan terakhir.
Berdasarkan nama tersebut, pada zaman itu Ramadan jatuh
sekitar bulan Agustus-September, Rabiul awal pada Februari-Maret, dan Rabiul
akhir pada Maret-April. Itu sesuai dengan keadaan musim di bumi belahan utara.
Bila dihitung mundur, saat Nabi Muhammad SAW menerima
risalah kenabian pada 17 Ramadan tahun gajah ke 41 (tahun ke 41 sejak kelahiran
Nabi, 13 tahun sebelum hijrah) bertepatan dengan 13 Agustus 610. Perhitungan
mundur itu menggunakan perhitungan kalender qamariyah murni. Mungkin ini bisa
menunjukkan bahwa sampai dengan saat itu sistem kelender yang digunakan adalah
sistem qamari-syamsiah. Dan sesudah kerasulan Nabi Muhammad SAW sistem kalender
yang digunakan murni qamariyah.
Tidak ada keterangan yang pasti sejak kapan Rasulullah SAW
menetapkan sistem kalendar murni qamariyah, menggantikan sistem
qamari-syamsiah. Namun sangat mungkin dilakukan setelah turunnya ayat At-Taubah
36-37 yang merupakan perintah Allah untuk menghapus sistem campuran tersebut
dan menggantikannya dengan sistem qamariyah murni.
Pada ayat 36 At-Taubah Allah menegaskan, "Sesungguhnnya
jumlah bulan pada sisi Allah adalah dua belas menurut ketetapan Allah sejak
hari diciptakannya langit dan bumi..." Dengan bahasa astronomi, ayat itu
bermakna Allah telah menetapkan bahwa peredaran bumi mengitari matahari yang
mendefinisikan batasan waktu 'tahun' setara dengan dua belas kali lunasi
(datangnya hilal) yang mendefinisikan batasan waktu 'bulan'. Satu tahun
syamsiah adalah 365,2422 hari, sedangkan satu bulan qamariyah adalah 29,5306
hari. Jadi satu tahun qamariyah berjumlah 354 hari, sebelas hari lebih pendek
daripada kalender syamsiah.
Ayat berikutnya, At-Taubah 37, mengecam praktek Annasiy,
yaitu mengulur atau menambah bulan yang hanya akan menambah kekafiran,
pengingkaran kepada Allah. Bulan suci yang telah disepakati bersama (Rajab,
Dzulqaidah, Dzulhijjah, dan Muharam) bisa tergeser karenanya. Sesudah
Dzulhijjah ada bulan ketiga belas sehingga menggeser bulan Muharram.
Penambahan bulan itu untuk menyesuaikan dengan musim, tetapi
dilakukan sepihak sehingga bisa mengacaukan kesepakatan yang telah ada. Dalam
prakteknya, annasiy bisa dilakukan dengan menambah satu bulan tambahan setiap
tiga tahun untuk menggenapkan selisih tahunan yang 11 hari itu.
Ramadan Zaman Rasul
Ayat perintah puasa Ramadan diturunkan oleh Allah pada bulan
Sya'ban 2 H. Berarti Rasulullah SAW sempat melaksanakannya sebanyak 9 kali
sebelum beliau wafat pada 12 Rabiul awal 11 H. Menurut atsar Ibnu Mas'ud dan
Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah SAW semasa hidupnya lebih banyak berpuasa
Ramadan 29 hari daripada 30 hari. Puasa Ramadan pada zaman Rasulullah SAW
ini menarik untuk dibuktikan dengan hisab astronomi.
Saya telah menghisab posisi hilal awal Ramadan dan Syawal
semasa Rasulullah SAW hidup dari 2 H - 10 H. Analisis astronomi tersebut memang
menunjukkan selama sembilan tahun itu enam kali Ramadan panjangnya 29 hari,
hanya tiga kali yang 30 hari (lihat tabel). Dari analisisi itu juga diketahui
bahwa pada zaman Nabi itu puasa dilakukan pada musim semi dan musim dingin
dengan waktu puasa mulai sekitar pukul 4 sampai sekitar 17:30 pada musim semi
dan mulai sekitar pukul 4:30 sampai sekitar 16:40 pada musim dingin.
Puasa pertama berawal pada Ahad 26 Februari 624 dan idul
fitrinya jatuh pada Senin 26 Maret 624. Berarti lama puasa 29 hari. Perang
Badar yang terjadi saat itu pada 17 Ramadan 2 H (13 Maret 624) jatuhnya pada
hari Selasa. Perhitungan ini berbeda dengan riwayat yang menyatakan bahwa
perang Badar terjadi malam Jum'at.
Salah satu Idul Fitri pada zaman Nabi terjadi pada hari
Jumat, yaitu 1 Syawal 3 H yang bertepatan dengan 15 Maret 625. Inilah
satu-satunya idul fitri yang jatuh pada hari Jum'at semasa Rasulullah SAW
hidup. Mungkin inilah kejadian yang berkaitan dengan hadits yang membolehkan
meninggalkan salat Jum'at bila pagi harinya telah mengikuti salat hari raya. Dalam
hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan dari Abu Dawud disebutkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda, "Pada hari ini (Jumat) telah berkumpul dua hari
raya, maka siapa yang mau, (salat hari rayanya) telah mencukupi salat Jumatnya,
tetapi kami tetap akan melakukan salat Jumat."
Sumber : media.isnet.org
Penulis : T.Jamaluddin (Peneliti bidang matahari dan lingkungan antariksa, Lapan, Bandung)
Posting Komentar
Posting Komentar