Dokumen No.258 Status Ustadz Yefi Mieftah-Ramadhan adalah sebuah kata yang terbentuk dari lima huruf, dan setiap hurufnya memiliki makna tertentu yaitu : Ra : rahmat (rahmat Allah), Mim : maghfirah (ampunan Allah), Dhod : Dhommanun li al jannah (jaminan untuk menggapai surga), Alif : Amaanun min an nar (terhindar dari neraka) Nun : Nurullahi al Azizi al Hakim al Ghofuuri ar Rahiim (cahaya dari Allah swt yang maha kuasa dan bijaksana, maha pengampun dan pengasih.)
Puasa lahir dan batin. |
Saat kita telaah makna yang terkandung dalam kata ramadhan tersebut kita akan semakin meyakini bahwa datangnya bulan Ramadhan adalah membawa sebuah keberkahan dari Allah SWT untuk kita sebagai hamba-Nya. Hal ini sesuai sabda Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya, Artinya : dari Abi Hurairoh RA, bahwasanya nabi Muhammad SAW berkata saat Ramadhan telah tiba: telah datang kepada kalian bulan yang penuh berkah, pada bulan tersebut engkau diwajibkan berpuasa dan dibukalah pintu-pintu surga dan ditutuplah pintu-pintu neraka dan syaithan-syaithan di belenggu, dalam bulan tersebut ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barang siapa yang tidak mampu mendapatkan kebaikan bulan ramadhan tersebut maka haramlah baginya surga. Riwayat Ahmad, an Nasa'i, dan Baihaqi.
Dari hadits di atas terdapat kaitan yang sangat erat dengan bulan Ramadhan itu sendiri, rahmat dan magfirah adalah dua sisi yang sangat erat bagaikan dua sisi pada uang logam yang tak terpisahkan, disaat Allah SWT menurunkan rahmat-Nya maka maghfirah-Nyapun turun mengiringi, demikian juga sebaliknya. Ketika rahmat Allah SWT yang diiringi oleh maghfirah-Nya ini telah mengalir maka jaminan mendapatkan surga dan terhindar dari neraka telah menanti.
Namun hal ini semua hanya bisa didapat ketika kita bisa mendapatkan Nur Illahi yang maha Agung dan Bijaksana, maha Pengampun dan Pengasih. Jadi rangkaian huruf dari kata Ramadhan ini adalah sebuah pemaparan yang sangat jelas dalam proses perjalanan mendapatkan kebahagiaan.
Seolah Ramadhan membisikkan makna "Rahmat dan Magfirah Allah swt yang pasti berbuah jaminan untuk masuk surga dan terhindar dari api neraka hanya bisa diraih dengan cara mengikuti cahaya bimbingan dari Allah SWT. Allah SWT berfirman : Barang siapa yang tidak diberi cahaya oleh Allah SWT tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. Alquran : an Nur 40.
Dan cahaya tersebut adalah Alquran yang Cahaya (Allah SWT) turunkan kepada Cahaya (Muhammad saw) di bulan Ramadhan yang penuh cahaya ini.
"Allah SWT berfirman dalam Alquran : artinya "Wahai orangorang yang beriman telah datang kepada kalian petunjuk dan kami turunkan kepada kalian cahaya (Alquran) yang memberikan penjelasan. Alquran : an Nisa 174"
Kaitan ini sangatlah jelas di paparkan oleh Rasulullah SAW. dalam sebuah haditsnya, Beliau bersabda : artinya " Alquran dan puasa memberikan syafaat kepada hamba yang berpuasa pada hari kiamat, puasa berkata, wahai Tuhan, aku telah mencegahnya dari makan dan syahwat maka jadikanlah aku syafaat baginya, dan Alquran berkata, wahai Tuhan aku mengakibatkanya tidak tidur waktu malam maka jadikanlah aku syafaat baginya maka keduanya menjadi syafaat.
Riwayat Ahmad, Tibrani, Hakim berkata Shohih dalam kategori imam Muslim.
Mari kita isi Ramadhan ini dengan mencintai Alquran yang merupakan mukjizat terbesar sepanjang zaman, di kagumi para ilmuwan, disambut gembira para cendikiawan,, orientalis murni tunduk penuh kekaguman, diterima setiap lapisan dan membacanya tak akan bosan, membaca, mempelajari, menelaah, dan mengaflikasikannya adalah sebuah amal kebajikan.
Dengan kecintaan ini kita harapkan bisa meraih nilai plus dari bulan Ramadhan ini yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya, artinya "barang siapa berpuasa Ramadhan disertai keimanan dan dan "ihtisaban (karena Allah dan hanya mengharap pahala dari-Nya) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. al hadits riwayat Bukhori, Muslim, Tirmizie dan Nasa'i.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh, Beliau bersabda, artinya : barang siapa "qiyam" melaksanakan Ibadah, sholat dll) dalam bulan Ramadhan disertai keimanan dan "ihtisaban (karena Allah SWT dan hanya mengharap pahala dari-Nya maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. Al Hadits diriwayat Bukhori dan Muslim.
Shiyam dan Qiyam menghantarkan kita menggapai nilai plus tersebut hingga kita bisa keluar dari bulan yang penuh berkah ini dengan predikat diampuni.
Hakekat shaum (puasa)
Shaum menurut bahasa yaitu alimsak (menahan diri), adapun pengertian menurut syari' yaitu menahan diri dengan niat dari seluruh yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai dengan terbenam matahari. (Anas ismail Abu Dzaud, 1996: 412) Namun, secara implisit dalam puasa terdapat dua nilai yang menjadi parameter antara sah atau rusaknya puasa seseorang.
Pertama, Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari segi menahan lapar, haus dan birahi. Maka menurut nilai ini, seseorang telah dikatakan berpuasa apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan warning terhadap umat muslim melalui sebuah haditnya yang berbunyi :
"Banyak orang yang puasa mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa lapar dan haus saja". H.R. bukhari.
Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi puasa tidak hanya menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan dalam puasa terkandung berbagai aturan, makna dan faedah yang mesti diikuti.
Kedua, Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau rusaknya puasa seseorang ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia bertakwa (laa'lakum tattaqun). QS. Al-Baqarah 183
Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak rusak apabila orang tesebut dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT.
Maka dari itu, hakekat puasa dalam pandangan Rasyid Ridha adalah sebagaimana berikut ini:
1. Tarbiyat aliradat (pendidikan keinginan)
Keinginan atau kemauan merupakan fitrah manusia. Tapi acapkali kemauan atau keinginan yang dimiliki manusia tidak selamanya baik dan tidak pula selamanya buruk. Karena itu puasa dapat mendidik atau membimbing kemauan manusia baik yang positif maupun yang negatif. Dengan puasa, kemauan positif akan terus termotifasi untuk labih berkembang dan meningkat. Adapun kemauan negatif, puasa akan membimbing dan mengarahkan agar kemauan tersebut tidak terlaksana.
Adapun yang menyebabkan kamauan seseoarang ada yang positif dan yang negatif, sesuai yang diungkapkan oleh Imam Al-Gazali bahwa di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat sebagaimana berikut ini:
a. Sifat Rububiyah, yaitu sifat yang mendorong untuk selalu berbuat baik.
b. Sifat Syaithoniyah, inilah sifat yang mendorong seseorang untuk berbuat kesalahan dan kejahatan.
c. Sifat Bahimiyah (kehewanan), sesuai dengan istilah yang diberikan pada manusia sebagai mahluk biologis.
d. Sifat Subuiyah, yaitu sifat kejam dan kezaliman yang terdapat dalam diri manusia.
2. Thariqat almalaikat
Malaikat merupakan makhluk suci, yang selalu taat dan patuh terhadap segala perintah Allah. Begitupun orang yang puasa ketaatannya merupakan suatu bukti bahwa jiwanya tidak dikuasai oleh hawa nafsunya. Juga, orang puasa akan mengalami iklim kesucian laksana seorang bayi yang baru lahir, jiwanya terbebas dari setiap dosa dan kesalahan.
Inilah janji Allah yang akan diberikan untuk orang yang berpuasa dan melaksanakan setiap amalan ibadah pada bulan ramadhan.
3. Tarbiyat alilahiyyat (pendidikan ketuhanan)
Puasa merupakan sistem pendidikan Allah SWT dalam rangka mendidik atau membimbing manusia. Sistem pendidikan ini mengandung dua fungsi yaitu:
a. Sebagai sistem yang pasti untuk mendidik manusia supaya menjadi hamba tuhan yang taat dan patuh.
b. Sebagai suatu sistem yang dapat mendidik sifat rubbubiyyah (ketuhanan) manusia untuk dapat berbuat adil, sabar, pemaaf dan perbuatan baik lainnya.
4. Tazkiyat annafsi (penyucian jiwa)
Hakekat puasa yang keempat ini diungkapkan oleh Ibnu Qayim al Jauzi. Puasa dapat menjadi sarana untuk membersihkan berbagai sifat buruk yang terdapat dalam jiwa manusia. Adakalanya jiwa manusia akan kotor bahkan sampai berkarat terbungkus oleh noda dan sikap keburukan yang terdapat didalamnya. Maka wajar kalau puasa dapat menjadi penyuci jiwa.
(Dari berbagai sumber Aswaja)
Posting Komentar
Posting Komentar