Adalah Abdullah bin Dinar, seorang ajudan Khalifah Umar bin
Khattab, pernah berkisah tentang pengalamannya dalam suatu perjalanan bersama
Sang Khalifah. Ketika itu, Sang Khalifah hendak menuju ke kota Makkah dari
Madinah. Di tengah perjalanan, mereka berjumpa dengan seorang gembala yang
sedang turun pulang bersama ratusan kambing gembalaannya.
Tetap kukuh memegang amanah. |
Khalifah : “Sungguh saya amat tertarik pada kambing-kambingmu yang gemuk lagi bersih ini. Bolehkah saya membeli seekor dari padanya?”
Gembala : “Maaf tuan, saya hanya seorang budak. Kambing-kambing ini milik majikan saya yang berada di seberang padang pasir sana!”
Khalifah : “Yah, kambing ini kan jumlahnya cukup banyak. Seandainya kurang seekor saja. Majikanmu mana tahu? Katakan saja kepadanya, yang seekor telah hilang atau diterkam serigala!”
Gembala : “Bisa saja tuan, saya berdusta kepada majikan saya. Namun “fa-ainal-lah” , di mana Allah?”
Mendengar jawaban “fa-ainal-lah” yang sepontan keluar dari mulut gembala tadi, Sang Khalifah tertegun, kagum. Khalifah faham, bahwa gembala yang berada dihadapannya bukanlah sembarangan gembala. Dia tentu seorang budak yang berhati suci, memiliki aqidah dan keimanan yang begitu dalam kepada Allah Swt. Maka, Sang Khalifah pun meminta kepada gembala, untuk dipertemukan dengan majikannya. Beliau ingin membebaskan gembala itu dari statusnya sebagai budak.
Begitu berjumpa dengan majikan si gembala tadi, Khalifah pun mengutarakan maksudnya. Beliau bersedia membayar berapa saja yang diminta untuk membebaskan gembala tadi dari perbudakan. Akhirnya, gembala yang budak itupun menjadi merdeka. Dengan rasa gembira bercampur haru, Khalifah pun bertutur sambil mendoakan : “Kalimah “fa-ainal-lah” telah membebaskan anda dari perbudakan di dunia, semoga dengan kalimah itu juga anda terbebas dari siksa neraka di akhirat kelak!”
Kisah kelasik, namun amat menarik itu tetap akan relevan sepanjang zaman. Hanya dengan hati yang bersih, nurani yang suci, yang dilandasi aqidah dan keimanan kepada Allah Swt., itulah segala bentuk kezhaliman dan kejahatan termasuk korupsi yang kini semakin marak tak ada hentinya bak benang kusut yang melanda di negeri kita ini dapat dicegah dan ditanggulangi. Sekali lagi, kita tidak perlu malu dan segan-segan untuk berguru kepada sang gembala yang budak itu. Jabatannya memang gembala, statusnay budak, namun dia “guru besar” dalam soal aqidah dan akhlaq. Agaknya tidak perlu lagi kita terjebak pada teori yang muluk-muluk, dan sibuk larut dalam diskusi tentang makna dan definisi “korupsi”. Karena akar permasalahannya sudah cukup jelas, yaitu “krisis akhlaq”’ yang bersumber dari krisis aqidah.
Hati adalah sentral, pusat segenap gerak, langkah dan tutur kata manusia. Manakala hati manusia itu baik, maka segenap gerak, langkah dan tutur katanya pun baik. Sebaliknya, manakala hati itu busuk, maka gerak, langkah dan tutur katanya pun menjadi busuk.. Pantaslah kiranya kita bercermin pada salah satu bait syair lagu kebangsaan Indonesia Raya …Bangunlah Jiwanya Bangunlah Badannya… Jadi, membangun manusia seutuhnya harus dimulai dari membangun hatinya (jiwanya). Dan untuk membangun hati, satu-satunya jalan adalah menanamkan aqidah yang sahiihah (benar).
Alah Swt., juga telah menyatakan dalam Firman-Nya QS. Al-Mujadalah ayat 7 : “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. Sadar bahwa dirinya dilihat, didengar dan diketahui oleh Allah kapan dan di mana saja berada, sudah cukup jadi “modal” bagi seseorang untuk mengendalikan dirinya. Seolah-olah pada dirinya ada “waskat” (pengawasan melekat) atau “rolkat” (kontrol melekat). Maka, semakin luas ma’rifatnya terhadap Allah dengan segala sifat dan asma’-Nya, akan semakin kokoh pula keimanannya, sehingga semakin ketat pula daya waskat dan kontrolnya.
Bila aqidah telah tertanam kokoh pada hati seseorang, maka segenap potensi hidupnya akan dikerahkan dan diarahkan sepenuhnya demi mendambakan keridhaan-Nya semata. “Sesungguhnya shalatku, pengorbananku, hidup dan matiku, sepenuhnya kupersembahkan demi memperoleh keridhaan-Nya semata”. Demikian pula dunia dengan segala kekayaannya, bukan menjadi tujuan hidupnya. Tapi sekedar sarana untuk memburu kebahagiaan hidupnya di akhirat kelak. Syekh Abdul Qodir Jailani Qs., suatu ketika pernah mengumandangkan doa ”Yaa Allah Jadikanlah Dunia Ini Ada Didalam Genggaman Tangan Kami Tapi Janganlah Dunia Ini Berada Didalam Genggaman Hati Kami”(Allahummajeal Liddunyaa Biaidina Walatajealha Fii Quluu Bina). Dunia dengan segala kekayaannya tidak punya makna bila tidak di pergunakan untuk memburu keridhaan-Nya. Oleh karena itu, dalam memperoleh dunia jangan sampai menempuh jalan yang tidak diridhai-Nya.
Agar bangunan aqidah ini tetap kokoh dan subur, maka perlu dijaga dan dipelihara. Dengan senantiasa taqarrub, mendekatkan diri kepada Sang Khalik, Allah Swt., sumber dari segala kekuatan, lahir dan batin, seorang Muslim dapat menjaga dan memelihara aqidahnya. Sehingga segenap langkah dan sepak terjangnya dalam bidang apapun akan menjadi “ibadah” terhadap Allah, Rabbul alamin. Martabat “ihsan” (kualitas ibadah yang paling bagus) hanya bisa diraih oleh orang-orang yang merasa dirinya senantiasa dikontrol oleh Allah Swt. Dalam beribadah kepada Allah selalu sadar bahwa seakan-akan dia sedang berada dihadapan-Nya. Dan bila tidak bisa demikian, dia yakin bahwa Allah Swt., pasti melihat dirinya.
Demikianlah, sang gembala yang telah membangun dirinya dengan aqidah shaiihah, hatinya menjadi suci, anti dan pantang melakukan korupsi. Dengan demikian, dia terbebas dari krisis perbudakan dunia, dan semoga terbebas pula dari siksaan neraka.
Semoga kita mampu meneladani sang gembala berhati suci dalam menapaki hidup di dunia ini.
Dari Status di Facebook Pemuda TQN Suryalaya
Posting Komentar
Posting Komentar