Menu

TQN PP.Suryalaya

 



Bulan Muharram adalah permulaan bulan dalam Kalender hijriyah. Tentunya, dalam bulan ini terkandung beberapa keutamaan. Diantara keutamaan tersebut adalah:


-Salah satu bulan yang diharamkan Allah:

Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan yang dimuliakan Allah. Empat bulan tersebut adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Sebagaimana firman Allah Ta’ala dan hadits Rasulullah S.A.W:
“Sesungguhnya jumlah bulan di kitabullah (Al Quran) itu ada dua belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)
“Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaiman bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati : 3 bulan berturut-turut; Dzul Qo’dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim) 
Bulan larangan disini artinya bulan dilarang untuk berbuat keji seperti berperang datau mengusir seseorang dari kampong halamanya. Kata Muharram artinya “dilarang”. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya.



-Bulan Allah: 

Bulan Muharram merupakan suatu bulan yang disebut sebagai “syahrullah” (Bulan Allah). Ibadah pada bulan ini akan dilipatgandakan pahalanya dan sebalikya, barang siapa berbuat maksiat, maka dosanyapun akan dilipatgandakan. Sebagaimana yang disampaikan Rasulullah S.A.W, dalam sebuah hadis. Hal ini bermakna bulan ini memiliki keutamaan khusus karena disandingkan dengan lafdzul Jalalah (lafadz Allah). Dan kata apa saja yang disandingkan dengan lafdzul jalalah memiliki kemuliaan. Sehingga, bulan muharam adalah salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah ta’ala.
Rasulullah bersabda : “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bula Allah (yaitu) Muharram. Sedangkan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam”. (H.R.Muslim)



-Disunnahkan berpuasa ‘Asyuro:

Di bulan Muharram ini terdapat sebuah hari yang dikenal dengan istilah Yaumul ‘Asyuro, yaitu pada tanggal sepuluh bulan ini. Asyuro berasal dari kata Asyarah yang berarti sepuluh.  Pada hari Asyuro ini, terdapat sebuah sunah yang diajarkan Rasulullah saw. kepada umatnya untuk melaksanakan satu bentuk ibadah dan ketundukan kepada Allah Ta’ala. Yaitu ibadah puasa, yang kita kenal dengan puasa Asyuro. Adapun hadis-hadis yang menjadi dasar ibadah puasa tersebut, diantaranya :
Diriwayatkan dari Abu Qatadah ra, Rasulullah S.A.W,bersabda :  “ Aku berharap pada Allah dengan puasa Asyura ini dapat menghapus dosa selama setahun sebelumnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ibnu Abbas ra berkata :  “Aku tidak pernah melihat Rasulullah S.A.W  berupaya keras untuk puasa pada suatu hari melebihi yang lainnya kecuali pada hari ini, yaitu hari as Syura dan bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Abul-Laits Asssamarqandi meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas r.a berkata: Nabi S.A.W.  bersabda; “Barangsiapa yang berpuasa pada hari Assyuuraa’ yakni 10 Muharram, maka Allah akan memberikan kepadanya pahala 10,000 malaikat; dan barangsiapa yang puasa pada hari Assyuuraa’, maka akan diberikan pahala 10, 000 orang Haji dan Umrah, dan 10, 000 orang mati syahid; dan siapa yang mengusap kepala anak yatim pada hari Assyuuraa’, maka Allah akan menaikkan dengan rambut satu darjat. Dan barangsiapa yang memberi buka puasa orang mukmin yang berpuasa pada hari Assyuuraa’, maka seolah-olah memberi buka puasa semua umat Muhammad S.A.W  dan mengenyangkan perut mereka”.



-Tonggak sejarah Islam:

Penghitungan bulan hijriyah dimulai dengan bulan muharram dimana Rasulullah S.A.W berhijrah menuju Madinah, atau dulu dikenal dengan sebutan yatsrib. Ini bertepatan pada hari Jumat 16 Juli 622 Masehi – Usia Rasulullah S.A.W saat itu sekitar 53 tahun. Rasulullah hijrah ke Madinah disebabkan sengitnya perlawanan dan siksaan kaum kafir Quraisy kepada nabi dan para sahabat. Sebelumnya, sebagian besar kaum muslimin sudah hijrah terlebih dahulu dan tidak mendapatkan rintangan dari kaum kafir – kelak mereka disebut kaum Muhajirin, yaitu kaum yang hijrah. Di dalam rombongan itu tedapat Umar bin Khatab r.a., yang dengan lantang dan gagahnya berkata, “Ini Umar hendak hijrah, siapa yang ingin istrinya menjanda dan anaknya yatim karena ingin menghalangi Umar silakan maju!”
Hijrahnya nabi ke madinah menjadi momentum di mana umat Islam secara resmi menjadi sebuah badan hukum yang berdaulat, diakui keberadaannya secara hukum international. Sejak peristiwa hijrah itulah umat Islam punya sistem undang-undang formal, punya pemerintahan resmi dan punya jati diri sebagai sebuah negara yang berdaulat. Sejak itu hukum Islam tegak dan legitimate, bukan aturan liar tanpa dasar hukum. Dan sejak itulah hukum qishash dan hudud seperti memotong tangan pencuri, merajam/mencambuk pezina, menyalib pembuat huru-hara dan sebagainya mulai berlaku. Dan sejak itulah umat Islam bisa duduk sejajar dengan negara/kerajaan lain dalam percaturan dunia international.



-Bulannya Anak Yatim:

Selain keutamaan demi keutamaan yang telah disebutkan di atas, mungkin disebagian masyarakat lazim dan mengenal istilah bulannya yatim, yaitu menyelenggarakan sebuah acara dimana mereka memberikan santunan kepada para anak yatim di hari yang telah ditentukan dalam setiap tahun baru muharram, yaitu antara 9 dan 10 Muharram setiap tahunnya. Ada kesan lain yang patut disoroti dari perayaan tahun baru anak yatim diwajibkannya untuk memuliakan anak yatim, menanggung kehidupannya, menyayanginya, dan segala amal kebaikan yang menyenangi anak Yatim maka ia akan mendapatkan ganjaran seperti dalam hadist sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al Imam Bukhari dari jalan Abu Hurairah, dimana Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “ Orang yang menanggung anak yatim baik anak yatim itu ada hubungan famili maupun tidak, maka saya dan orang yang menanggungnya seperti dua jari ini di dalam surga.”, Malik bin Anas perawi hadist itu mengatakan, Rasulullah memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah. Terhadap anak yatim pula kita sebagai muslim dilarang menghardiknya (QS. Adh Dhuha (93) : 9), dan dalil-dalil lainnya yang memiliki kaitannya dengan muamalah terhadap anak yatim.

(Sumber :berita.aswajafm.com)

Posting Komentar

 
Top