Menu

TQN PP.Suryalaya

 

(Oleh : KH. M. Zein ZA. Bazul Asyhab)

Dalam kitab Miftahush-shudur juz 1 hal 20 tersirat yang mendorong kita untuk bersyukur sebagai manusia yang diberi Hidayah Iman, karena dari jumlah manusia di dunia + 6,5 Milyar, yang beriman hanya 1,5 milyar saja, dan juga bertaqwa semuanya seperti kata iman yang selalu disambungkan dengan kata taqwa atau disingkat (imtaq). Dalam hadits dikatakan yang artinya :”Iman itu telanjang dan pakaiannya adalah taqwa”. 
Kalau diilustrasikan pakaian adalah ada dua yaitu pakaian luar dan pakaian dalam, kalau kita hanya memakai pakaian luar saja bisa masuk angin dan kurang percaya diri karena ketakutan kelihatan yang di dalamnya. Sedangkan kalau kita memakai pakaian dalam saja kemudian jalan-jalan maka seperti orang yang kurang ingatan atau sangat tidak pantas.
Baju dalam adalah upaya untuk memperbaiki bathin kita yaitu dengan dzikir tarekat. Sedangkan baju luar adalah ibadah lahiriyah. Di sini kita kelihatan bahwa begitu penting kedua pakaian atau ilmu tersebut sebagai penyempurna iman.

Keimanan tidak lepas dari ilmu Tauhid. Karena itu, siapa saja yang kurang ilmu Tauhidnya harus mempelajarinya, yaitu dengan mengkaji ilmu Tauhid dalam kitab-kitab Tijan, Fathul Majid, Kifayatul Akhyar dan lain-lain. Atau mempelajari buku-buku yang sudah ada dan berbahasa Indonesia. Dan apabila telah dapat ilmu Tauhidnya, harus diteruskan dengan menyalurkannya sampai kepada keyakinan yang paling dalam yaitu Haqqul Yakin. Untuk memperoleh keyakinan yang demikian diperlukan ilmu yang lain yaitu ilmu Tasawwuf yaitu dengan dzikir tarekat.
Sebagai contoh : Kita semua percaya, bahwa Allah itu melihat dan mendengar, kita juga yakin dengan hal itu bahkan sangat yakin. Tetapi kita masih berani menjelekkan orang lain dengan suara bisik-bisik dan ngumpet-ngumpet karena takut ketahuan orangnya. Padahal Allah lebih mendengar dan lebih melihat.
Nah disini kelihatan keyakinan tadi baru sampai dimulut saja belum sampai ke hati. Oleh karena itu diakui atau tidak, senang atau tidak, kenyataannya bahwa tidak akan sampai pada keyakinan yang mendalam atau Haqqul Yaqin tanpa dibarengi dengan ilmu tasawwuf atau dzikir tarekat.

Dalam kitab Tawirul Qulub dijelaskan bahwa “untuk memindahkan maqam seseorang dari suatu keadaan kepada keadaan lain harus dibimbing oleh seorang Musaliq (Mursyid)”. Oleh sebab itu orang yang tidak mempunyai mursyid akan sukar memperbaiki hatinya.

Dalam kitab Miftahush-shudur dikatakan : “ketahuilah bagi orang yang tidak mengambil guru untuk membimbing dia dari sifat-sifat tercela (sombong, dengki, ngupat dan lain-lain, yang selalu bertambah di dalam diri kita kalau tidak diobati dan tidak akan mati sampai kapanpun) dia durhaka terhadap Allah dan Rasul-Nya karena dia tidak akan mendapatkan petunjuk untuk mengobatinya, walaupun sekuat tenaga mengamalkan amalan-amalan dan riyadloh-riyadloh tanpa bimbingan Syeikh dan tidak akan bermanfaat yang sebenarnya sesuai dengan tujuannya walaupun dia hapal 1000 kitab”.

Selain ilmu tauhid ada ilmu lain untuk mengatur ibadah badan (jasmani) yaitu ilmu Fiqh. Ada orang berpendapat bahwa di Suryalaya tidak mengamalkan Fiqh, pendapat itu tidak berdasar karena dalam melakukan ibadah sehari-hari kita selalu melakukan aturan fiqh, sebagai contoh dalam shalat kita membaca takbir yang sama dengan yang diatur oleh fiqh, membaca surat al-Fatihah, ruku’, sujud dan sebagainya. Jadi dalam keseharian kita sudah berfiqh adapun masalah kekurangan dan kelebihannya itu wajar karena kita adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dan sangat heterogen.
Di Suryalaya untuk mengamalkan dzikir tidak ada testing dulu, apakah fiqhnya sudah bagus atau tidak, tetapi mempunyai prinsip apabila ada yang ingin diTalqin harus buru-buru karena bisa jadi menjadi walinya duluan dia.

Adapun untuk kekurangan-kekurangannya kita tidak tinggal diam tetapi terus mengupayakan perbaikan melalui pengajian-pengajian manakiban. Hal ini dilakukan oleh Bidang Ilmu dan Dakwah dan seluruh mubaligh yang ada di Pondok Pesantren Suryalaya.
Dan bagi orang yang telah melaksanakan fiqh dengan baik jangan lupa meneruskan dengan kekhusu’an. Karena kekhusuan tidak dapat hanya dengan mengandalkan ilmu fiqh saja. Khusu’ adalah memfokuskan hati hanya kepada Allah Swt, tidak bolak-balik kesana-kemari. Caranya dengan menggunakan ilmu tasawwuf yaitu dengan dzikir khafi.
Dalam kitab Miftahush-shudur juz II hal. 45 dikatakan : “Melakukan shalat adalah dzikir, dzikir juga dzikir, shaum pun dzikir, haji juga dzikir, belajar ilmu agama yang dasar atau mendalam adalah dzikir juga, berfatwa tentang agama juga dzikir, membaca Quran juga dzikir, amar ma’ruf nahyi munkar juga dzikir, ibadah adalah bermacam-macam sedangkan yang ditujunya adalah satu yaitu Allah”.

(Sumber referensi: www.suryalaya.org)

Posting Komentar

 
Top