Inilah sepenggal kisah Syamsuddin
Muhammad (1320-1389), yang kemudian dikenal dengan nama Hafizh, sang Pujangga
Tuhan, penyair-sufi terkemuka. Dikisahkan bahwa saat ia berusia 21 tahun, ia
bekerja sebagai pembantu pembuat roti. Pada suatu hari, Hafizh disuruh
mengantar roti ke sebuah rumah besar. Saat ia sedang berjalan di halaman rumah
besar itu, ia bertatap-pandang dengan seorang gadis yang menakjubkannya yang
tengah berdiri di teras rumah. Tatap mata sang gadis itu demikian menawan
hatinya. Hafizh pun jatuh cinta kepada sang gadis itu, meskipun sang gadis
tidak mempedulikannya. Gadis itu putri seorang bangsawan yang kaya raya,
sementara ia sendiri hanya seorang pembantu pembuat roti yang miskin. Gadis itu
sangat cantik, sementara Hafizh berpostur pendek dan secara fisik tidak
menarik, keadaan itu tanpa harapan.
Beberapa bulan berlalu, Hafizh pun menggubah beberapa puisi dan
kidung-kidung cinta untuk merayakan kecantikan sang gadis pujaan dan kerinduan
kepadanya. Orang-orang mendengarkan ia melagukan puisi-puisinya, dan ia
mengulang-ulangnya. Puisi-puisi itu begitu menyentuh, sehingga ia menjadi
terkenal di seantero Syiraz.
Hafizh selanjutnya
menjadi demikian terpandang sebagai seorang pujangga, dan ia hanya memikirkan
kekasihnya itu. Begitu berhasrat ia memenangkan hati sang gadis, ia pun
menempuh berbagai upaya. Ia pun melakukan upaya disiplin ruhani yang berat, ia
berkhalwat di makam seorang Waliyullah sepanjang malam selama 40 hari. Ia
mengikuti sebuah saran, bahwa barangsiapa yang dapat menuntaskan langkah yang
berat itu maka hasrat kalbunya akan dikabulkan. Setiap siang ia bekerja di toko
roti, dan ketika malam tiba ia pun berkhalwat dan berdzikir sepanjang malam
demi cintanya kepada sang gadis. Cintanya demikian kuat, membuatnya mampu
menyelesaikan khalwat itu.
Pada fajar di hari
ke-40, tiba-tiba muncullah sesosok malaikat di hadapan Hafizh, ia meminta
Hafizh untuk mengucapkan apa yang menjadi keinginannya. Hafizh demikian
terperangah, ia belum pernah melihat sesosok wujud yang demikian indah dan
gemerlapan seperti sang malaikat itu. Dalam keterpukauannya Hafizh berfikir,
“Jika utusan-Nya saja begitu indah, pastilah Tuhan jauh lebih indah!”
Sambil menatap cahaya
malaikat Tuhan yang berkilauan, lupalah Hafizh menyangkut segala hal tentang
sang gadis itu, sirnalah segala keinginannya. Dan, dari lisannya hanya keluar
kata-kata: “Aku menginginkan Tuhan!”
Sang malaikat, yakni
Jibril as. kemudian mengarahkan Hafizh kepada seorang guru ruhani yang hidup di
Syiraz, yaitu Muhammad Aththar, sang pembuat parfum. Jibril as. memerintahkan
Hafizh untuk melayani sang guru dengan segala cara, dan keinginanya itu akan
terkabul. Hafizh bergegas menemui sang guru, dan mereka memulai bekerja
bersama-sama, saat itu juga. Sang pujangga ini adalah seorang penuang Cahaya ke
dalam sebuah sendok …
Diadaptasi dari bagian
biografi Hafizh, buku “Hafizh: Aku Mendengar Tuhan Tertawa”, Daniel Ladinsky.
(Sumber tulisan :
kisahsufi.wordpress.com)
Posting Komentar
Posting Komentar