Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Imam Hanafi merupakan seorang tabi’in yang memiliki wawasan ilmu yang sangat luas. Beliau dikenal pandai dalam memberikan solusi yang sering ditanyakan oleh orang orang kepadanya. Dalam membicarakan hadits Nabi beliau sangat hati hati dan penuh adab sopan santun. Karena sebagian dari cara berperilaku dan beradab sopan santun adalah ketika menuntut ilmu dan sedang mengkaji hadits Nabi maka kita harus tawadhu dan dengan adab sebagai seorang murid yang sedang berada dihadapan gurunya. 
Tapi pernahkah kita mengetahui kalau Imam Hanafi pernah belajar ilmu kepada seorang tukang cukur. Tukang cukur ini tentu bukan orang yang sembarangan karena dia menuntut ilmu dari penghulunya ulama di tanah Mekkah. Dan dialah Ulama tabi’in yang diberikan wewenang untuk memberikan fatwa kepada penduduk mekkah, orang alim itu adalah Imam Atho bin Abi Rabah ra..

Pada suatu hari Imam Abu Hanifah bercerita “Aku telah berbuat kesalahan dalam lima bab dari manasik haji di Makkah, lalu tukang cukur mengajariku yaitu bahwa aku ingin mencukur rambutku supaya aku keluar dari ihram, lalu aku sewaktu hendak cukur, aku berkata kepada tukang cukur itu, “Dengan bayaran berapa anda mencukur rambutku?”
Maka tukang cukur itu menjawab “Mudah-mudahan Allah memberi petunjuk kepada anda. Ibadah tidak disyaratkan dengan bayaran, duduklah dan berikan sekedar kerelaan.” Maka aku merasa malu dan aku duduk, namun aku duduk dalam keadaan berpaling dari arah kiblat.
Lalu tukang cukur itu menoleh ke arahku supaya aku menghadap kiblat, dan aku menurutinya, dan aku semakin salah tingkah.
Kemudian aku menyilakannya supaya dia mencukur kepalaku sebelah kiri, tetapi, dia berkata, “Berikan bagian kanan kepala anda, lalu aku berputar. Dan mulailah dia mencukur kepalaku, sedangkan aku terdiam sambil melihatnya dan merasa kagum kepadanya. Lalu dia berkata kepadaku, “Kenapa anda diam? Bertakbirlah.” Lalu aku bertakbir, sehingga aku berdiri untuk siap-siap pergi. Lalu dia berkata: Ke mana anda akan pergi? Maka aku menjawab, “Aku akan menuju kendaraanku.” Lalu dia berkata, shalatlah dua rakaat, kemudian pergilah kemana anda suka.” Lalu aku shalat dua rakaat dan aku berkata di dalam hati, “Seorang tukang cukur tidak akan berbuat seperti ini, kecuali dia adalah orang yang berilmu.” Maka aku berkata kepadanya: Dari mana anda dapatkan manasik yang anda perintahkan kepadaku ini? “
Maka dia berkata “Demi Allah, Aku telah melihat Atha bin Abi Rabah melakukannya lalu aku mengikutinya dan aku mengarahkan orang lain kepadanya.”
Sungguh dunia penuh berkah bila dikelilingi oleh insan insan yang penuh semangat ingin menuntut ilmu. Bahkan seorang tukang cukur dapat memberikan sebagian ilmu yang ia pelajari kepada seseorang sekelas Imam Hanafi. Tentu tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menuntut ilmu. Dengan ilmu maka amal amal ini akan terjaga dari kekeliruan. Banyak sekali kita dapati orang yang hanya sibuk beribadah tapi malas menuntut ilmu maka ketika ia beribadah syaitan dengan mudah dapat mengganggunya. Apabila kita beramal dengan mengetahui ilmunya meski sedikit maka itu jauh lebih baik daripada kita beribadah banyak tapi tidak mengetahui dasar ilmunya. Ilmu itu ibarat jalan yang semakin kita mengetahui jalan itu maka semakin kita cepat sampai ketempat tujuan. 

(Dokumen Pemuda TQN Suryalaya News, dari status Wira Wiri Bae di Grup Facebook Pemuda TQN Suryalaya)

Posting Komentar

 
Top