Secara
pribadi Abul Hasan asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga
muridnya, Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, Doa,
dan hizib. Ibn Atha'illah as- Sukandari (Penulis Kitab Al-Hikam) adalah orang yang
pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya,
sehingga kasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha'illah juga
orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat
tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan
setelahnya.
Melalui sirkulasi karya-karya Ibn Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.
Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya." Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atah'illah.
Ketaqwaan
terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap wara'
dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
Konsisten
mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang direalisasikan
dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang luhur.
Berpaling
(hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan berlaku
sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
Ridho
kepada Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan
menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
Kembali
kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang
diwujudkan dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung
kepada-Nya dalam keadaan susah.
Kelima
sendi tersebut juga tegak diatas lima sendi berikut:
Semangat
yang tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
Berhati-hati
dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas
kehormatannya.
Berlaku
benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada pencapaian
tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
Melaksanakan
tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
Menghargai
(menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat yang
lebih besar.
Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi (merenungkan segala kemungkinan dan akibat yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang kemudian diperdalam dan diperkokoh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah. Apa yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat positif.
Sementara itu tokohnya yang terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah dengan suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi syukur kepada kita."
(Dokumen Pemuda TQN Suryalaya News, sumber: sufinews.com)
Posting Komentar
Posting Komentar