Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani qs. (19 Ramadhan, tahun 545, H. di Pesantrennya)
Siapa yang rela pada
akhirat, ia menjadi yang utama. Siapa yang rela dengan sedikit ia mendapatkan
banyak. Siapa rela dengan kerendahan, kemuliaan bakal tiba. Ridholah dengan
ketakpunyaan hingga perkaranya berbalik pada anda dari kadar kerendahan dan
rela dengannya, maka Allah Azza wa-Jalla menaikkan dirinya, Dia Yang Maha Kuasa
atas segalanya. Disanalah anda meraih tawadhu’ dan adab yang bagus mendekati
anda. Sedangkan takabur dan su’ul adab menjauhi dirimu. Taat membuatmu baik dan
mendekatimu, sedangkan maksiat menjauhi dan merusakmu.
Anak-anak sekalian….
Jangan engkau jual agama dengan buah tin. Jangan engkau jual agamamu dengan
buah tin para penguasa, para raja dan orang-orang kaya serta dengan memakan
barang haram. Jika kalian makan melalui agamamu, hatimu menghitam. Bagaimana
tidak menghitam sedang anda menyembah makhluk?
Wahai yang terhina… Bila saja di hatimu ada cahaya, pasti anda memisahkan mana yang haram, syubhat, mubah dan antara yang hitam di hati, melalui cahayaNya, dan antara mana yang mendekat pada hatimu dan menjauh dari hatimu. Hai si bodoh, aku tidak tahu kecuali usaha dan tawakkal pada Allah Azza wa-Jalla. Meraih melalui usaha, di awal iman, kemudian meraih dari Allah Azza wa-Jalla setelah tersingkapnya merantara antara dirimu dengan DiriNya. Bila hati kuat ia meraih dari Allah Azza wa-Jalla dari tangan makhluk atas perintah Allah azza wa-Jalla.
Adapun arti ucapanku,
“hilangnya perantara” adalah keterpakuan hati pada perantara dan kemusyrikan
ketika menjalankan perintah Allah Azza wa-Jalla, tuli dari pujian, cacian, dan
penerimaan serta penolakan mereka. Ketika diberi ia hanya melihat tindakan
Allah azza wa-Jalla, begitu juga jika gagal. Kaum sufi itu harus bias tuli,
bisu dan buta dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla. Tidak ada yang di
sisi mereka kecuali Dialah Sang Penolong, Dia yang merendahkan, memberi,
mencegah bahaya yang menimpa mereka, dan memberi manfaat pada mereka.
Di sisi mereka hanya
ada isi tanpa kulit, bening di atas bening, bagus di atas yang bagus. Semua
makhluk keluar dari hati mereka. Tak ada yang tersisa selain Allah Azza
wa-Jalla. Hanya ada dzikir yang rahasia padaNya, bukan pada yang lian. Ya Allah
limpahi kami rizki pengetahuan tentangMu.
Hati-hati, anda telah
menyangka dan merasa mampu membuka dirimu. Kalau tidak ada hambatan hukum,
pasti aku datangi anda dan aku cela hai si munafik. Jangan khawatir posisi
utamamu bersamaku, karena aku tidak malu kecuali hanya kepada Allah Azza
wa-Jalla, aku tidak malu kecuali pada hamba-hambaNya yang saleh.
Sang hamba ketika
mengenal Allah Azza wa-Jalla, makhluk-makhluk berguguran dari hatinya
sebagaimana gugurnya daun-daun kering dari pohon. Yang tersisa sudah tiada lagi
makhluk secara total, hati dan batinnya buta dari pandangan pada mereka, tuli
dari mendengar ucapan mereka. Bila jiwa telah tenteram, maka selamatlah dalam
menjaga badan, kemudian hati pergi menuju Allah Azza wa-Jalla, mencari yang dari
sisiNya, kemudian turun ke dunia, sehingga bisa mengatur nafsu yang tegak
dengan kemaslahatannya. Inilah tindakan dan cipta Allah Azza wa-Jalla pada para
penempuhNya, ketika dunia dating pada mereka untuk memenuhi bagiannya dalam
rupa orang tua yang penuh uban nan buruk rupa, lalu memberikan bagiannya, lalu
dunia menjadi pembantunya, dan tak mengambilnya kecuali mengambil bagiannya
saja, dan sama sekali tidak menoleh padanya.
Anak-anak sekalian…
Kosongkan hatimu hanya bagi Tuhanmu Azza wa-Jalla, dan sibukkan badanmu serta
nafsumu untuk keluarga, lalu anda menjalankan perintahNya, bekerja untuk mereka
dengan tindakanNya.
Diam di hadapan Allah
Azza wa-Jalla, tidak bertanya padaNya dengan penuh sabar dan ridho lebih utama
ketimbang berdoa, meminta dan memohon. Hapuskan ilmumu pada IlmuNya, serahkan
pengaturanmu pada pengaturanNya, putuslah hasratmu bertambat pada hasratNya.
Singkirkan akalmu ketika takdir dan ketentuanNya tiba. Lakukan itu semuanya
bila anda menghendakiNya sebagai Tuhan, Penolong dan Tempat berserah diri.
Diamlah di hadapanNya
bila anda ingin wushul (sampai) padaNya. Kehendak dan cita orang beriman
menyatu, hingga tidak memiliki lintasan sedikit pun kecuali lintasan yang
datang dari Allah Azza wa-Jalla di hatinya. Ia mendekam di pintu TuhanNya Azza
wa-Jalla. Bila ma’rifatnya mandiri, Allah membukakan pintu di hadapanNya, lalu
dibalik itu, ia melihat sesuatu yang tak mampu diungkapkan dalam lintas hatinya
dan isyarat, sebuah kalam yang tersembunyi dalam batin, senantiasa fana’ dari
diri dan hawa nafsunya serta akhlak tercelanya, bahkan fana’ dari semua
makhluk, dalam suasana penuh pemaafan, kebagusan dan kenikmatan. Dia menjadi
objek dari tindakanNya seperti Ashabul Kahfi. Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Dan Kami
balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri.” (Al-Kahfi 18)
Dengarkan ini hai
anak-anakku, imanilah dan jangan engkau dustakan. Jangan sampai dirimu
terhalang kebajikan dari berbagai arah.
(Sumber: sufinews.com)
Posting Komentar
Posting Komentar