Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani 17
Ramadhan, tahun 545, H. di Madrasahnya
(Sayyidi Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani qs.) |
Siapa
yang ingin meraih ridho atas ketentuan Allah Azza wa-Jalla hendaknya ia terus
mengingat kematian. Karena dengan mengingatnya meringankan beban musibah dan
bencana. Dan anda jangan berhasrat pada dirimu, hartamu, pada anakmu. Namun
ucapkan, “Tuhanku lebih tahu tentang diriku dibanding diriku sendiri.”
Bila
anda bisa melanggengkan itu, anda akan didatangi oleh kelezatan ridho dan
keselarasan dengan kehendakNya. Maka, bencana dengan akar dan rantingnya akan
sirna, lalu datanglah gantinya, berupa nikmat-nikmat dan kebajikan. Sepanjang
anda beserasi dengan ridho, disaat bencana datang, justru nikmat-nikmat yang
bakal tiba dari berbagai arah dan tempat.
Namun
sungguh celaka anda ini, hai orang yang alpa pada Allah Swt. Janganlah anda
sibuk menjauhiNya dan mencari selain Dia. Sudah berapa lama anda memburu
keleluasaan rejeki, tetapi malah menjadi bencana bagimu, sedangkan anda tidak
tahu kebaikan itu ada dimana.
Mulailah
anda diam dan berselaraslah denganNya, carilah ridhoNya atas
tindakan-tindakanNya dan bersyukur dalam berbagai situasi. Karena berlimpahnya
rejeki malah menjadi bencana manakala tidak disertai syukur. Begitu juga
sempitnya rejeki menjadi bencana manakala tidak disertai sabar. Syukur menambah
nikmat padamu dan mendekatkanmu kepada Allah Azza wa-Jalla. Sementara sabar
meneguhkan langkah-langkah hatimu, menolongmu, menguatkanmu, menguntungkan
dirimu. Akibat sabar adalah terpujinya seseorang di dunia dan akhirat. Karena
kontra kepada Allah Azza wa-Jalla berarti menzalimi hati dan wajah.
Wahai
orang bodoh, gantilah kesibukanmu yang terus menentang Tuhanmu dengan kesibukan
memohon kepadaNya Azza wa-Jalla, teruslah demikian sampai hilang bencana dan
cobaan, serta api cobaan sirna.
Anda
wahai orang yang mengaku berserasi dengan kehendak Allah Azza wa-Jalla, yang
mengaku melihat khazanah perbendaharaan rahmatNya dan cintaNya memohonlah
kepada Allah Azza wa-Jalla manakala anda ada di JalanNya, sebelum sampai di
hadapanNya.
Bila
anda bingung, katakan, “Wahai Dzat yang memberi petunjuk bagi orang-orang
bingung, tunjukkanlah padaku.”
Bila
anda lemah dan kehilangan kesabaran, ucapkanlah : “Wahai Tuhanku, tolonglah
aku, dan sabarkanlah diriku, bukakanlah jalan keluar bagiku.”
Namun
bila anda telah sampai (wushul) dan hatimu sudah masuk di hadapanNya serta
dekat padaNya, maka tidak ada lagi permohonan yang harus diutarakan, melainkan
diam dan menyaksikanNya. Anda menjadi tamuNya, dan tamu yang baik tidak
menginginkan apa-apa, justru harus berbudi adab yang bagus. Tidak makan kecuali
yang disuguhkan, mengambil apa yang diberi. Kecuali jika ditanyakan, “Anda
ingin sesuatu?”. Ia pun berkeinginan itu, sebagai bentuk pelaksanaan perintah,
bukan karena pilihannya sendiri.
Meminta
itu, berarti jauh dariNya. Sedangkan diam, berarti dekat denganNya.
Orang-orang
arif senantiasa tidak mengenal kecuali Al-Haq Azza wa-Jalla. Semua bentuk
ketergantungan putus dan semua sebab akibat sirna dari hatinya. Bahkan
seandainya tidak ada makanan dan minuman berhari-hari dan berbulan-bulan ia
tidak peduli dan tidak berubah. Karena Allah azza wa-Jalla memberikan makanan
kepada mereka, konsumsi yang sesuai dengan kehendakNya.
Siapa
yang mengaku mencintai Allah Azza wa-Jalla, tetapi masih mencari selain Dia,
berarti ia dusta dalam mencintaiNya. Namun jika ia dicintaiNya, ia telah wushul
menjadi tamuNya, dan begitu dekat denganNya, lalu dikatakan padanya,
“Carilah,…”, dan anda memang menginkannya, maka ucapkanlah, “Terserah apa yang
Engkau Kehendaki, karena KehendakMu itu bebas…”.
Sang
pecinta senantiasa tergenggam, dan yang dicintai senantiasa menghamparkan
keleluasaan. Bagi pecinta segalanya terlarang, bagi yang dicinta meraih
segalanya. Sepanjang hamba menjadi pecinta ia senantiasa bimbang,
tercabik-cabik, dan penuh upaya sepanjang waktu. Bila ia telah kembali
kepadaNya, ia menjadi tercinta. Segalanya jadi terbalik pada haknya. Datanglah
kemudahan-kemudahan, kesejahteraan, tenang, rizki melimpah dan makhluk lain
patuh padanya. Semua itu berkah kesabaran dan keteguhan pada situasi mencintaiNya.
Kedekatan hamba hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, sedangkan cintanya Allah azza
wa-Jalla pada hambaNya, bukan seperti cintanya makhluk pada sesamanya. Karena
Tuhan kita Azza wa-Jalla:
“Tidak
satu pun yang menyamaiNya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
(Asy-Syuura : 11)
Jadikan
padanan itu hanya pada sesama manusia. Maka carilah pemahaman dariNya, carilah
kebaikan qalbu dariNya. Karena Dia senantiasa memberikan keluasan kebajikan
qalbu pada yang dikehendakiNya, Dialah yang memperbanyak rizki qalbu pada yang
dikehendakiNya.
Salah
satu dari kaum Sufi hatinya begitu luas melampaui langit dan bumi, sehingga
hatinya seperti Tongkat Musa as. Tongkat Nabi Musa as, pada awalnya
adalah hikmah, kemudian menjadi qudroh (memiliki kemampuan). Tongkat itu
digunakan membawa bekalnya manakala ia tidak mampu membawanya. Tongkat itu bisa
jadi kendaraan yang dinaiki, manakala ia tidak mampu berjalan. Tongkat itu bisa
menolak bahaya, sedangkan ia sedang duduk dan tidur. Bahkan bisa
berbuahkan buah-buahan dari berbagai jenis buah dan menjadi payung ketika ia
duduk. Allah menampakkan kekuasanNya dalam tongkat itu, lalu Nabi Musa merasa
bahagia dengan KekuasaanNya melalui perantara tongkat itu. Katika Allah Azza
wa-Jalla menjadikan dirinya sebagai Nabi, dan memberikan ke-taqarrub-an,
mengajaknya bicara dan memberikan tugas padanya, Allah berfirman pada Nabi Musa
as. :
“Apa
yang ada di tangan kananmu wahai Musa?” Maka Musa menjawab, “Inilah tongkatku,
aku gunakan pegangan (bertelekan) padanya, dan aku gunakan menggembala
kambingku, dan bagiku ada kegunaan lain padanya.” (Thaha 18)
Kemudian
Allah Azza wa-Jalla berfirman, “Lemparkanlah tongkatmu…” Tiba-tiba menjadi ular
besar, dan Musa lari dari ular itu. Maka Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Ambillah
ia, dan jangan takut. Kami akan mengembalikannya (jadi tongkat lagi)”. (Thaha
21)
Tujuan
utama dari itu adalah menampakkan Kekuasaan Allah Swt, sehingga imperium
Fir’aun terasa hina, sekaligus menegaskan perang melawan Fir’aun dan
pasukannya, dan keluarbiasaan itu sebagai piranti untuk memerangi mereka dan
menampakkan hal yang luar biasa. Di awalnya memang menimpulkan rasa sesak di
hati dan dada, kemudian Allah melapangkannya, dan memberikan hukum, kenabian
dan pengetahuan kepada Musa as.
Hai
bodoh, ini pun KekuasaanNya, namun tetap dilalaikan dan diingkari. Karena itu
jangan anda melupakan Dzat yang tak pernah lupa padamu, jangan anda alpa pada
Yang tidak pernah melupakanmu. Ingatlah pada mati, karena malaikat maut yang
siap mencabut nyawa mereka. Karena itu kemudaanmu, hartamu dan semua yang
engkau miliki tidak akan pernah memperdayaimu, karena tidak lama lagi akan
diambil semua darimu. Sementara anda hanya mengenang keteledoranmu dan
sia-siamu di hari-hari ini, penuh dengan tindak kebatilan. Anda menyesal, dan
tak ada penyesalan kemudian.
Tidak
lama lagi anda mati, dan anda baru ingat kata-kataku, nasehatku padamu dan anda
sangat berharap agar aku ada disampingmu ketika engkau dalam kuburmu,
mendengarkan saran nasehatku.
Karena
itu berusahalah dengan serius untuk menerima kata-kataku dan mengamalkannya,
hingga engkau bersamaku di dunia dan akhirat. Berbaiksangkalah padaku sampai
anda mengambil manfaat ucapanku, lalu berbaiksangkalah pada selainmu, namun
berburuk sangkalah pada nafsumu. Bila anda melakukan tindakan ini, anda bisa
meraih manfaat dan yang lain mendapatkan manfaat darimu.
Sepanjang
anda dengan selain Allah azza wa-Jalla, maka anda terus susah dan gelisah,
syirik dan berat.
Keluarkanlah
makhluk dari hatimu dan bersambunglah dengan Allah azza wa-Jalla, maka anda
akan melihat sesuatu yang tak terbayang mata, dan tak pernah terbesit di
telinga, tidak pula terlintas di hati manusia. Inilah yang anda ada di
dalamnya, dalam kondisi anda tidak benar dan tidak sempurna. Karena prinsip
dasarnya masih ada yang lain, bukan Dia sebagai penentu. Dia terbuang, dan anda
telah membangun keruntuhan.
Bertaubatlah
kepada Allah azza wa-Jalla dan mohonlah perubahan posisi anda kepadaNya., yang
berupa ambisi duniawimu dan kontra akhirat itu.
(Sumber : sufinews.com)
Posting Komentar
Posting Komentar