Penanganan
gangguan kesehatan pada seseorang yang dilakukan seorang klinisi atau dokter
tidak semudah yang dibayangkan. Untuk menentukan tindakan medis, baik pemberian
obat atau tindakan operasi, harus membutuhkan kecermatan dalam menegakkan
diagnosis dan memastikan dengan kesesuaian indikasi tindakan medis yang harus
dilakukan.
Fenomena ini
tampaknya bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga terjadi di belahan
dunia lainnya. Seringkali, terjadi intervensi berlebihan dan tidak sesuai
indikasi tepat baik dalam pengobatan ataupun tindakan operasi pada
pasien. Hal ini bukan hanya dilakukan dokter, tetapi sering pula terjadi
karena desakan pasien.
Tidak disadari
bahwa tindakan atau intervensi medis yang berlebihan dan tidak sesuai indikasi
itu dapat berdampak merugikan bagi penderita mulai dari yang ringan sampai
risiko mengancam jiwa. Intervensi medis berlebihan dan tidak sesuai
indikasiyang paling sering adalah pemberian antibiotika, operasi amandel, rawat
inap rumah sakit, operasi usus buntu dan operasi sectio caesaria.
Intervensi medis berlebihan lainnya adalah pemberian obat dan vitamin
berlebihan, operasi tidak sesuai indikasi atau tindakan operasi dalam keadaan
kondisi penderita prognosisnya sangat buruk dan memang sudah ada tidak ada
harapan untuk sembuh.
Berikut ini
adalah 5 intervensi medis berlebihan dalam dunia kesehatan indonesia :
1. Pemberian
antibiotika
Menurut
penelitian US National Ambulatory Medical Care Survey pada tahun 1989, setiap
tahun sekitar 84 persen setiap tahun setiap anak mendapatkan antibiotika. Hasil
lainnya didapatkan 47,9 persen resep pada anak usia 0-4 tahun terdapat
antibiotika. Angka tersebut menurut perhitungan banyak ahli sebenarnya sudah
cukup mencemaskan.
Dalam tahun yang
sama, juga ditemukan resistensi kuman yang cukup tinggi karena pemakaian
antibiotika berlebihan tersebut. Di Indonesia, belum ada data resmi tentang
penggunaan antibiotika. Sehingga banyak pihak saat ini tidak khawatir dan
sepertinya tidak bermasalah. Tetapi berdasarkan tingkat pendidikan atau
pengetahuan masyarakat serta fakta yang ditemui sehari-hari, tampaknya
pemakaian antibiotika di Indonesia jauh banyak dan lebih mencemaskan. Indikasi
yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotika pada anak adalah bila penyebab
infeksi tersebut adalah bakteri.
Menurut CDC (Centers
for Disease Control and Prevention) indikasi pemberian antibiotika adalah bila
batuk dan pilek yang berkelanjutan selama lebih 10 - 14 hari.yang terjadi
sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan pagi hari). Batuk malam dan
pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi dalam fase infeksi
dan tidak perlu antibiotika. Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi
sinusitis akut yang berat seperti panas > 39 derajat celcius dengan cairan
hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah.
Indikasi lainnya
adalah radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus. Penyakit ini pada
umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4 tahun hanya
15 persen yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini. Penyakit yang
lain yang harus mendapatkan antibiotika adalah infeksi saluran kemih dan
penyakit tifus. Sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan
penyebabnya adalah virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan
antibiotika yang benar tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 - 15 persen
penderita anak. Penyakit virus adalah penyakit yang termasuk "self
limiting disease" atau penyakit yang sembuh sendiri dalam waktu 5 - 7
hari.
Sebagian besar
penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas penyebabnya adalah virus.
Rekomendasi dan kampanye penyuluhan ke orangtua dan dokter yang telah dilakukan
oleh kerjasama CDC dan AAP (American Academy of Pediatrics) memberikan
pengertian yang benar tentang penggunaan antibiotika. Pilek, panas dan batuk
adalah gejala dari infeksi pernapasan atas yang disebabkan virus. Perubahan
warna dahak dan ingus berubah menjadi kental kuning, berlendir dan kehijauan
adalah merupakan perjalanan klinis Infeksi Saluran Napas Atas karena virus,
bukan merupakan indikasi antibiotika. Pemberian antibiotika tidak akan
memperpendek perjalanan penyakit dan mencegah infeksi tumpangan bakteri
2. Rawat inap
rumah sakit
Seringkali
seorang anak demam tinggi atau anak dengan kejang tetapi keadaan umumnya masih
baik langsung diadviskan rawat inap di rumah sakit. Mungkin saja, indikasi
rawat inap di rumah sakit kasus tersebut sudah tepat. Tetapi sebaliknya, banyak
kasus yang seharus yang tidak memerlukan rawat inap dipaksakan masuk rumah
sakit. Kadangkala tindakan berlebihan ini bukan hanya dilakukan dokter, tetapi
juga dilakukan orangtua. Karena kecemasan yang berlebihan anak sakit demam
tinggi sedikit atau muntah beberapa kali sudah memaksa dokter untuk dilakukan
rawat inap.
Beberapa
institusi sudah mengeluarkan rekomendasi indikasi kapan harus melakukan rawat
inap bagi berbagai kasus penyakit. Tetapi batasan dan kriteria tersebut pada
umumnya masih sangat luas dan menimbulkan berbagai interpretasi dan perdebatan.
Dampak rawat inap yang tidak sesuai indikasi selain menghamburkan biaya yang
besar juga berisiko mendapatkan infeksi nosokomial atau infeksi baru yang
tertular di rumah sakit. Pada umumnya justru infeksi nosokomial lebih ganas
kumannya daripada infeksi di luar rumah sakit.
3. Operasi
amandel tonsilektomi
Operasi amandel
atau tonsilektomi adalah tindakan yang paling sering dilakukan sepanjang
sejarah operasi. Kontroversi tonsilektomi paling banyak dilaporkan dibandingkan
operasi manapun. Tonsilektomi bila sesuai indikasi sangat perlu dan harus
dilakukan. Tetapi, ternyata banyak kasus operasi amandel tidak sesuai indikasi.
Seringkali orangtua bingung dalam menghadapi anak yang diadviskan untuk operasi
amandel atau tonsilektomi. Bingung karena seringkali terjadi perbedaan pendapat
antara beberapa dokter.
Pendapat dokter
tertentu mengadviskan untuk menunda operasi karena berbagai alasan
medis seperti masih belum ada indikasi mutlak. Tetapi sebaliknya, pendapat
dokter tertentu untuk segera melakukan operasi amandel segera karena berbagai
alasan medis yang lain.
Sebenarnya
indkasi harus operasi menurut American Academy of Otolaringology Headneck
Surgery (AAO) hanya 3 yaitu (1) Tonsil (amandel) yang besar hingga mengakibatkan
gangguan pernafasan, nyeri telan yang berat, gangguan tidur atau sudah terjadi
komplikasi penyakit-penyakit kardiopulmonal. (2) Abses peritonsiler
(Peritonsillar abscess) yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan. Dan
pembesaran tonsil yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan wajah atau mulut yang
terdokumentasi oleh dokter gigi bedah mulut.
(3) Tonsillitis
yang dan mengakibatkan kejang demam.
(4) Tonsil yang
diperkirakan memerlukan biopsi jaringan untuk menentukan gambaran patologis jaringan.
Indikasi relatif
artinya dioperasi lebih baik tidak diporasi tidak masalah. Indikasinya adalah
(1) Tonsilitis 3 kali atau lebih dalam satu tahun dan tidak menunjukkan respon
sesuai harapan dengan pengobatan medikamentosa yang memadai. (2) Bau mulut atau
bau nafas tak sedap yang menetap pada Tonsilitis kronis yang tidak menunjukkan
perbaikan dengan pengobatan. (3) Tonsilitis kronis atau Tonsilitis berulang
yang diduga sebagai carrier kuman Streptokokus yang tidak menunjukkan repon
positif terhadap pengobatan dengan antibiotika. (4) Pembesaran tonsil di salah
satu sisi (unilateral) yang dicurigai berhubungan dengan keganasan
(neoplastik).
Alasan yang
tidak benar yang dijadikan indikasi operasi seperti (1)Bila tidak operasi
kecerdasan menurun. (2) Bila tidak dioperasi mengakibatkan sakit jantung dan
sakit paru-paru. (3) Bila tidak di operasi maka oksigen ke otak berkurang anak
jadi kurang konsentrasi dan kurang cerdas. (4) Atau indikasi operasi tidak
benar lainnya karena gangguan pertumbuhan berat badan, kesullitan makan,
gangguan bicara, gangguan tidur, bau mulut, enuresis (mengompol).
4. Operasi usus
buntu
Penelitian di
University of Washington menunjukkan, 16 persen operasi pemotongan usus buntu
dilakukan pada pasien yang sebetulnya tidak membutuhkan. Radang usus buntu atau
apendisitis memang berbahaya sehingga pada umumnya dokter tidak mau ambil
risiko dan memilih secepatnya memotong bagian tubuh yang memang tidak jelas
fungsinya tersebut.
Radang usus
buntu bisa dikenali dengan pemeriksaan penunjang berupa USG, atau CT scan dan
jumlah sel darah putih yang melampaui 10.000/mcL. Keluhan nyeri perut yang
hebat sering didiagnosis usus buntu, padahal nyeri perut juga bisa terjadi pada
berbagai kasus. Kadang overdiagnosis usus buntu sering terjadi karena gejala
yang terjadi hampir sama kualitas nyeri dan lokasinya dengan gangguan lainnya.
Kesalahan diagnosis usus buntu sering terjadi pada penderita alergi atau asma
yang sebelumnya mempunyai riwayat kolik saat bayi, sering rewel saat usia di bawah
usia 3 bulan atau nyeri perut berulang. Nyeri perut akan timbul pada pasien
tersebut apabila terkena infeksi virus yang menyerang tubuh.
5.
Operasi sectio
Operasi Sectio
Caesaria tanpa indikasi termasuk intervensi medis yang paling sering. Berdasarkan
survei global WHO yang dilakukan di 9 negara Asia pada tahun 2007 dan 2008,
mencangkup Kamboja, China, Nepal, Filipina, Srilangka, Thailand, dan Vietnam.
China menunjukan angka sectio caesarea tertinggi yaitu 46,2 persen dan
mempunyai tindakan operasi tanpa indikasi terbesar yaitu 11,7 persen sedangkan
Vietnam dengan angka 1 persen.
Penelitian yang
pernah dilakukan di Jakarta pada tahun 2009 menunjukkan bahwa tindakan operasi
tanpa indikasi pernah dilaporkan sebesar 13,9 persen. Dibanding persalinan
vaginal spontan, maka persalinan operatif secara bermakna menyebabkan kematian
maternal lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat mortalitas
maupun morbiditas maternal pada perempuan yang menjalani sectio caesarea tanpa
indikasi.
Setiap tindakan
operatif meningkatkan mortalitas maternal dan indeks morbiditas seperti transfusi
darah, histerektomi (pengangkatan rahim), iligasi arteri iliaka interna,
kematian, atau perawatan ICU jauh lebih besar dibanding persalinan spontan.
Peningkatan ini terutama disebabkan tingginya perawatan ICU dan transfusi
darah. Tidak ada kesalahan jika melakukan intervensi medik dengan adanya
indikasi yang jelas, Tetapi jika masih menganggap bahwa operasi Caesar
merupakan tindakan yang tidak berbahaya, maka masyarakat perlu disadarkan
dengan bukti-bukti ini.
Dampak dan
pencegahan
Kontroversi tentang
intervensi berlebihan tindakan medis ini wajar terjadi dalam setiap keputusan
dan tindakan dokter. Seringkali terjadi perbedaan pendapat karena setiap kasus
berlatar belakang kondisi yang berbeda. Dalam melakukan tindakan medis, dokter
harus selalu memakai indikasi medis dengan rujukan evidance base medicine (kejadian
ilmiah berbasis bukti atau berdasar penelitian), kondisi pasien dan kepentingan
pasien.
Menjadi tidak
wajar apabila dalam tindakan medis bukan demi kepentingan pasien tetapi demi
kepentingan individu, kepentingan rumah sakit atau kepentingan tertentu
lainnya. Selain itu, intervensi medis berlebihan ini juga dapat disebabkan
permintaan pasien meski tanpa indikasi dokter tetap melakukannya.
Seringkali
kecemasan pasien yang berlebihan memaksa dokter untuk melakukan tindakan medis
berlebihan bagi dirinya. Bila hal ini terjadi, sebaiknya dokter harus
memberikan edukasi dampak buruk intervensi medis yang tidak sesuai indikasi.
Bukannya malah meluluskan permintaan pasien padahal sudah mengetahui risiko
dampakburuk yang bisa terjadi.
Dampak buruk
pada intervensi medis yang berlebihan dan tidak sesuai indikasi ini dapat
mengakibatkan kerugian atau pemborosan biaya yang luar biasa banyak. Dampak
buruk lainnya adalah mengakibatkan morbiditas atau gangguan kesehatan baru
lainnya yang sangat mengangggu. Bahkan, dampak buruk lainnya dapat meningktkan
risiko mortalitas atau ancaman jiwa. Pencegahan terbaik agar tak terjadi
intervensi medis yang berlebihan dan tidak sesuai indikasi adalah melakukan
indikasi yang tepat saat akan melakukan intervensi medis. Bila berisiko
mengalami intervensi berlebihan dan tak sesuai indikasi, sebaiknya penderita
melakukan second opinion atau pendapat kedua kepada dokter lainnya.
Sumber:health.kompas.com/read/2013/01/10/11233065/10.Tindakan.Medis.Berlebihan.dalam.Dunia.Kesehatan
Posting Komentar
Posting Komentar