Menurut Sayyid
Muhammad Ahmad al-Syatri dalam bukunya Sirah al-Salaf min Bani Alawi
al-Husainiyyin, para salaf kaum 'Alawi di Hadramaut dibagi menjadi empat tahap
yang masing-masing tahap mempunyai gelar tersendiri. Gelar yang diberikan oleh
masyarakat Hadramaut kepada tokoh-tokoh besar Alawiyin ialah:
IMAM (dari abad
III H sampai abad VII H). Tahap ini ditandai perjuangan keras Ahmad al-Muhajir
dan keluarganya untuk menghadapi kaum khariji. Menjelang akhir abad 12
keturunan Ahmad al-Muhajir tinggal beberapa orang saja. Pada tahap ini
tokoh-tokohnya adalah Imam Ahmad al-Muhajir, Imam Ubaidillah, Imam Alwi bin
Ubaidillah, Bashri, Jadid, Imam Salim bin Bashri.
SYAIKH (dari
abad VII H sampai abad XI H). Tahapan ini dimulai dengan munculnya Muhammad
al-Faqih al-Muqaddam yang ditandai dengan berkembangnya tasawuf, bidang
perekonomian dan mulai berkembangnya jumlah keturunan al-Muhajir. Pada masa ini
terdapat beberapa tokoh besar seperti Muhammad al-Faqih al-Muqaddam sendiri. Ia
lahir, dibesarkan dan wafat di Tarim. Di kota Tarim, ia belajar bahasa Arab,
teologi dan fikih sampai meraih kemampuan sebagai ulama besar ahli fiqih. Ia
juga secara resmi masuk ke dunia tasawuf dan mencetuskan tarekat 'Alawi. Sejak
kecil ia menuntut ilmu dari berbagai guru, menghafal alquran dan banyak hadits
serta mendalami ilmu fiqih. Ketika ia masih menuntut ilmu, Syekh Abu Madyan
seorang tokoh sufi dari Maghrib mengutus Syekh Abdurahman al-Muq'ad untuk
menemuinya. Utusan ini meninggal di Makkah sebelum sampai di Tarim, tetapi
sempat menyampaikan pesan gurunya agar Syekh Abdullah al-Saleh melaksanakan
tugas itu. Atas nama Syekh Abu Madyan, Abdullah membaiat dan mengenakan khiqah
berupa sepotong baju sufi kepada al-Faqih al-Muqaddam. Walaupun menjadi orang
sufi, ia terus menekuni ilmu fiqih. Ia berhasil memadukan ilmu fiqih dan
tasawuf serta ilmu-ilmu lain yang dikajinya. Sejak itu, tasawuf dan kehidupan
sufi banyak dianut dan disenangi di Hadramaut, terutama di kalangan 'Alawi.
Abdullah bin
Alwi bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam. Ia memulai pendidikannya pada ayah dan
kakeknya lalu meneruskan pendidikannya di Yaman dan Hijaz dan belajar pada
ulama-ulama besar. Ia kemudian bermukim dan mengajar di Mekkah dan Madinah
hingga digelari Imam al-Haramain dan Mujaddid abad ke 8 Hijriyah. Ketika
Saudaranya Imam Ali bin Alwi meninggal dunia, tokoh-tokoh Hadramaut menyatakan
bela sungkawa kepadanya sambil memintanya ke Hadramaut untuk menjadi da'i dan
guru mereka. Ia memenuhi permintaan tersebut dan berhasil mencetak puluhan
ulama besar.
Abdurahman
al-Saqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah bin Ali bin Alwi bin Muhammad al-Faqih
al-Muqaddam. Ia digelari al-Saqqaf karena kedudukannya sebagai pengayom dan
Ilmu serta tasawufnya yang tinggi. Pemula famili al-Saqqaf ini adalah ulama
besar yang mencetak berpuluh ulama termasuk putranya sendiri Umar Muhdhar. Ia
juga sangat terkenal karena kedermawanannya. Ia mendirikan sepuluh masjid serta
memberikan harta wakaf untuk pembiayaannya. Ia memiliki banyak kebun kurma.
Umar Muhdhar bin
Abdurahman al-Saqqaf adalah imam dalam ilmu dan tokoh dalam tasawuf. Ia
terkenal karena kedermawanannya. Ia menjamin nafkah beberapa keluarga. Rumahnya
tidak pernah sepi dari tamu. Ia mendirikan tiga buah masjid. Menurut Muhammad
bin Abu Bakar al-Syilli, ia telah mencapai al-mujtahid al-mutlaq dalam ilmu
syariat. Ia meninggal ketika sujud dalam shalat Dzuhur.
Abdullah
al-Aidrus bin Abu Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Hingga usia 10
tahun, ia dididik ayahnya dan setelah ayahnya wafat ia dididik pamannya Umar
Muhdhar hingga usia 25 tahun. Ia ulama besar dalam syariat, tasawuf dan bahasa.
Ia giat dalam menyebarkan ilmu dan dakwah serta amat tekun beribadah.
Ali bin Abu
Bakar al-Sakran bin Abdurahman al-Saqqaf. Ia menulis sebuah wirid yang banyak
dibaca orang hingga abad ke 21 ini. Ia terkenal dalam berbagai ilmu, khususnya
tasawuf. Menurut Habib Abdullah al-Haddad, ia merupakan salaf ba'alawi terakhir
yang harus ditaati dan diteladani.
HABIB (dari
pertengahan abad XI sampai abad XIV). Tahap ini ditandai dengan mulai
membanjirnya hijrah kaum 'Alawi keluar Hadramaut. Dan di antara mereka ada yang
mendirikan kerajaan atau kesultanan yang peninggalannya masih dapat disaksikan
hingga kini, di antaranya kerajaan Alaydrus di Surrat (India), kesultanan
Al-Qadri di di kepulauan Komoro dan Pontianak, Al-Syahab di Siak dan Bafaqih di
Filipina.
Tokoh utama
'Alawi masa ini adalah Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad yang mempunyai daya
pikir, daya ingat dan kemampuan menghafalnya yang luar biasa. Sejak kecil ia
telah menghafal alquran. Ia berilmu tinggi dalam syariat, tasawuf dan bahasa
arab. Banyak orang datang belajar kepadanya. Ia juga menulis beberapa buku.
Pada tahap ini
juga terdapat Habib Abdurahman bin Abdullah Bilfaqih, Habib Muhsin bin Alwi
al-Saqqaf, Habib Husain bin syaikh Abu Bakar bin Salim, Habib Hasan bin Soleh
al-Bahar, Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi.
SAYYID (mulai
dari awal abad XIV ). Tahap ini ditandai kemunduran kecermelangan kaum 'Alawi.
Di antara para tokoh tahap ini ialah Imam Ali bin Muhammad al-Habsyi, Imam
Ahmad bin Hasan al-Attas, Allamah Abu Bakar bin Abdurahman Syahab, Habib
Muhammad bin Thahir al-Haddad, Habib Husain bin Hamid al-Muhdhar.
Sejarawan
Hadramaut Muhammad Bamuthrif mengatakan bahwa "Alawiyin" atau "
qabilah Ba'alawi" dianggap qabilah yang terbesar jumlahnya di Hadramaut
dan yang paling banyak hijrah ke Asia dan Afrika. Qabilah Alawiyin di Hadramaut
dianggap orang Yaman karena mereka tidak berkumpul kecuali di Yaman dan
sebelumnya tidak terkenal di luar Yaman.
Jauh sebelum
itu, yaitu pada abad-abad pertama hijriah julukan Alawy digunakan oleh setiap
orang yang bernasab kepada Imam Ali bin Abi Thalib, baik nasab atau keturunan
dalam arti yang sesungguhnya maupun dalam arti persahabatan akrab. Kemudian
sebutan itu (Alawy) hanya khusus berlaku bagi anak cucu keturunan Imam al-Hasan
dan Imam al-Husein. Dalam perjalanan waktu berabad-abad akhirnya sebutan Alawy
hanya berlaku bagi anak cucu keturunan Imam Alwy bin Ubaidillah. Alwi adalah
anak pertama dari cucu-cucu Imam Ahmad bin Isa yang lahir di Hadramaut.
Keturunan Ahmad bin Isa yang menetap di Hadramaut ini dinamakan
"Alawiyin" diambil dari nama cucu beliau Alwi bin Ubaidillah bin
Ahmad bin Isa yang dimakamkan di kota Sumul. Alwi bin Ubaidillah mempunyai anak
Muhammad. Muhammad bin Alwi mempunyai anak Alwi. Alwi mempunyai anak Ali
(Kholi' Qasam).
Ali diberi laqob
"Kholi' Qasam" sebagai nisbah kepada negeri al-Qasam yang merupakan
tempat mereka di negeri Bashrah, di mana dari tempat itu ia mendapat harta dan
membeli tanah di dekat kota Tarim di Hadramaut dengan harga 20.000 dinar dan
ditanaminya pohon kurma untuk mengenang kota Qasam di Bashrah yang tadinya
dimiliki oleh kakeknya al-Imam Ahmad al-Muhajir yang merupakan tanah yang luas
di sana di dekat teluk Arab dan penuh dengan kurma pada masa itu. Menurut
sejarah, Ali Kholi' Qasam waliyullah yang pertama kali di makamkan di
perkuburan Zanbal Hadramaut dan salah satu kewalian beliau jika memberi salam
kepada Rasulullah baik dalam keadaan shalat atau dalam keadaan lain, Rasulullah
langsung menjawab salamnya. Ali Khali' Qasam mempunyai tiga orang anak:
Abdullah, Husin dan Muhammad. Tetapi yang tetap meneruskan keturunannya adalah dari
Muhammad yang dikenal dengan sebutan " Shahib Marbath ".
Dari keturunan
Imam Alwiy bin Ubaidillah muncul sejumlah 'ulama-auliya, mereka mengkhususkan
perhatian hanya kepada dakwah mengajak manusia kembali kepada kebenaran Allah
SWT. Setiap orang dari mereka mempunyai sanad (sandaran) yang bersambung ke
Rasulullah SAW.
(Sumber:
sufiroad.blogspot.com)
Posting Komentar
Posting Komentar