Ada keharusan ujian dan cobaan, terutama bagi mereka yang mengklaim dan mengaku-aku. Tanpa adanya cobaan dan ujian, banyak orang mengaku jadi wali. Oleh sebab itu, salah satu Sufi mengatakan, “Ujian diberikan dalam kewalian, agar tidak diaku-aku (kewalian itu)”.
DIANTARA tanda kewalian adalah kesabarannya menghadapi derita dari makhluk, dan memaafkan mereka. Para wali itu bahkan membutakan diri dari apa yang dipandang publik, dan menulikan diri dari apa yang terdengar dari hiruk pikuk mereka. Mereka telah menyerahkan harga dirinya pada publik.
Rasulullah Saw, bersabda: “Cintamu pada sesuatu telah membutakan dan menulikanmu”.
Para wali itu mencintai Allah Azza wa-Jalla, lalu mereka buta dan tuli dari selainNya. Mereka berjumpa dengan orang lain melalui ucapan yang bagus, kasih sayang dan peduli. Namun kadang mereka marah karena kecemburuan Allah Azza wa-Jalla pada mereka, kemarahan sebagai manifestasi keserasian dengan kemarahanNya.
Mereka adalah para dokter, bahwa setiap penyakit itu ada obatnya. Seorang dokter tidak mengobati setiap pasien dengan satu obat. Mereka ini mengobati menurut penyakit hati masing-masing dan kondisi batin mereka di hadapan Al-Haq Azza wa-Jalla, seperti Ashabul Kahfi, dimana Jibril as, membalik situasi hati mereka. Dan para kekasih pun merupakan tangan Kuasa, Rahmat dan Kasih Sayang.
Tangan cinta telah membalik hati mereka dan mentransformasi dari kondisi batin ruhani menuju kondisi ruhani yang lain. Dunia mereka, justru mereka bagi untuk orang yang butuh dunia, akhirat mereka diberikan kepada yang butuh akhirat, karena mereka hanya bagi Allah Azza wa-Jalla. Mereka tidak sama semakin pelit jika dunianya diminta, bahkan kalau pahala akhiratnya diminta pun diberikan semuanya. Mereka berikan dunianya bagi para fakir miskin, dan pahala akhiratnya diberikan pada mereka yang menginginkan akhirat. Yang berupa makhluk diberikan pada makhluk pula, dan Sang Khaliq hanya bagi diri mereka. Mereka serahkan semua yang kulit, karena selain Allah Azza wa-Jalla hanyalah kulit belaka. MencariNya dan dekat padaNya, itulah isi.
Sebagian mereka –semoga rahmat Allah Azza wa-Jalla melimpah pada mereka– mengatakan, “Tak ada yang tersenyum dalam menghadapi orang fasik, kecuali orang yang ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla.” Memang dia memerintah dan melarangnya dan menanggung beban deritanya, dan tak ada yang mampu kecuali orang yang Arif Billah Azza wa-Jalla.
Sedangkan ahli zuhud dan ahli ibadah serta para penempuh tidak akan mampu. Bagaimana para arifun tidak menyayangi ahli maksiat? Sedangkan mereka inilah tempatnya rahmat, tempatnya taubat dan pengakuan dosa. Orang arif itu diciptakan Allah Azza wa-Jalla dari Akhlaq Allah Azza wa-Jalla, ia akan berusaha keras dalam membersihkan dosa ahli maksiat dari kekuasaan syetan dan hawa nafsu.
Bila salah satu kalian anaknya ada yang ditahan oleh orang kafir, bukankah kalian berusaha keras membebaskannya? Begitu pula sang arif. Semua manusia seperti anak sendiri. Ia menasehati makhluk dengan ucapan hikmah, lalu mengasihi mereka, karena pengetahuan mereka, sehingga mereka melihat tindakan-tindakan Allah Azza wa-Jalla pada makhluk-makhluk itu, dengan memandang adanya ketentuan dan takdir yang keluar dariNya dari pintu hukum dan pengetahuan. Namun ia merahasiakannya, lalu ia menasehati manusia dengan hokum yang merupakan perintah dan larangan, namun tidak menasehati dengan pengetahuan rahasianya.
Allah Azza wa-Jalla mengutus para Rasul, menurunkan kitab-kitab, memperingatkan, memotivasi semata karena membangun argumentasi terhadap makhluk dan mengajari mereka. Janganlah anda menentangnya, karena didalamnya ada pemberhentian. Di dalamnya ada ketetapan ilmu, yang butuh ketetapan aturan yang berintegrasi dengan dirimu dan yang lain. Dan kamu pun butuh pengetahuan khusus untukmu saja.
Bila salah satu dari kalian mengamalkan ilmu lahiriyah, Rasulullah Saw, menyuapimu dengan ilmu batin, menyuapi hukum batin sebagaimana burung menyuapi anak-anaknya. Itu dilakukan semata agar dibenarkan dan diamalkan melalui ucapannya yang bersifat lahiriyah, berupa syariatnya.
Manusia, bila benar, maka tidak ada kebenaran yang sebanding. Jika bersih tak ada bersih yang sebanding dengannya. Jika dekat kepadaNya tak ada yang sebanding dengan dekatnya.
Manusia bodoh, memandang dengan mata kepalanya. Sedang manusia cerdas memandang dengan mata akal sehatnya. Sang arif memandang dengan mata hatinya penuh dengan mutiara pengetahuan, maka demi menegakkan makhluk dengan total yang membuatnya sirna dari semua makhluk, kecuali hanya ada Allah Azza wa-Jalla. Maka disinilah Allah Swt berfirman:
“Dialah Yang Maha Awal dan Maha Akhir, Maha Dzahir dan Maha Batin.”
Ia konsentrasikan dirinya, dhahirnya, batinnya, awalnya dan akhirnya, rupa dan maknanya, hanya bagi Allah Azza wa-Jalla, dan karena itu abadilah cintanya padaNya, dunia hingga akhirat berserasi denganNya dalam seluruh tingkah laku jiwanya.
Ia lebih memilih ridhoNya, dan ia tak mau yang lain nya, sama sekali tidak tercederai oleh cacian para pencaci, sebagaimana sebagian mereka mengatakan, “Berserasilah dengan Allah Azza wa-Jalla dalam bergaul dengan makhluk, dan jangan berserasi dengan makhluk dalam berhubungan dengan Allah Azza wa-Jalla.”
Runtuhlah orang yang runtuh dan terdesaklah orang yang terdesak. Syetanmu, hawa nafsumu, watakmu dan teman-teman burukmu, sesungguhnya adalah musuh-musuhmu. Waspadalah agar kalian tidak terjerumus dalam kehancuran. Belajarlah sampai kalian tahu bagaimana menghadapi musuh-musuhmu itu, lalu kalian waspada, lantas kamu mengerti bagaimana kamu beribadah kepada Tuhanmu Azza wa-Jalla. Sedangkan orang bodoh, tidak akan diterima ibadahnya. Sebagaimana sabda Nabi Saw, “
“Siapa yang beribadah kepada Allah dengan cara yang bodoh, maka ibadahnya akan lebih banyak merusaknya dibanding memperbaiki dirinya.”
Orang yang bodoh sama sekali ibadahnya tidak baik, bahkan malah menjurus pada kerusakan dan kegelapan total. Sedangkan ilmu itu pun tidak akan berguna melainkan jika diamalkan. Amal tidak ada gunanya kecuali dengan ikhlas. Setiap amal tanpa keikhlasan pelakunya, tidak akan berguna dan tidak diterima. Namun bila anda mengetahui tetapi tidak mengamalkan, justru ilmu anda akan menuntut anda nantinya. Dalam sabda Nabi Saw:
“Orang yang bodoh hanya disiksa sekali, tetapi orang alim disiksa tujuh kali.”
Karena orang bodoh tidak mau belajar, sedangkan orang pandai mau belajar tapi tidak mengamalkan ilmunya. Belajarlah, dan amalkan, lalu ajarkan. Karena semua itu adalah padual total dari kebajikan. Bila anda belajar, lalu mengamalkan, kemudian mengajarkan, anda mendapatkan dua pahala. Pahala ilmu dan pahala belajar. Dunia ini gelap, sedangkan ilmu adalah cahayanya. Siapa yang tidak berilmu akan tertutup di dunia ini, dan kerusakannya lebih banyak dibanding kebaikannya.
Wahai orang yang mengaku berilmu, janganlah anda meraihnya dengan tangan nafsumu, watakmu, syetanmu, wujudmu, jangan kau ambil dengan tangan riya’mu dan kemunafikanmu. Secara lahir anda tampak zuhud, tapi batinmu kosong. Itulah zahid yang batil. Anda menyiksa diri di hadapan Allah Azza wa-Jalla, Dia Maha Tahu apa yang ada dalam dirimu ketika engkau sendiri, ketika engkau bersama publik, ketika engkau dengan hatimu. Di hadapanNya, tak ada sunyi, terang-terangan atau tirai. Katakan, “Duh, betapa malunya, betapa susahnya, betapa terhinanya, bagaimana Allah Azza wa-Jalla melihat seluruh perbutanku malam dan siang. Dia melihat tapi aku tidak malu dari pandanganNya.”
Taubatlah padaNya atas luka dosamu, berdekatlah padaNya dengan menjalankan kewajiban dan menjauhi laranganNya. Tinggalkan dosa-dosa lahir dan batin, berbuat baiklah yang nyata, karena itulah yang bisa mengantarmu ke pintuNya, mendekat padaNya, dan Dia mencintaimu, membuat dirimu cinta pada sesama, rasa cinta padaNya yang kemudian menimbulkan transformasi cinta kepada sesama makhluk.
Bila Allah Azza wa-Jalla dan semua malaikatNya mencintaimu, seluruh makhluk akan mencintaimu, kecuali orang-orang kafir dan munafik, karena mereka ini tidak akan berserasi dengan cintamu kepada Allah Azza wa-Jalla
Setiap orang yang dihatinya ada iman, pasti mencintai sesama orang beriman. Sedangkan orang yang didalam hatinya ada kemunafikan pasti membenci orang beriman. Karena itu tidak perlu dipikir, kalau orang kafir, orang munafik, syetan dan Iblis, mereka itu adalah syetan-syetan berkepala manusia.
Orang beriman yang yaqin dan arif, hati dan batinnya serta hakikatnya lepas dari makhluk, sampai pada situasi dimana makhluk itu memang tidak memiliki kekuatan yang membahayakan dan kekuatan memberi manfaat, karena jiwanya bersimpuh di hadapan Allah Azza wa-Jalla, sama sekali dirinya tidak memiliki daya dan upaya.
Bila kondisi ruhaninya benar dari hal demikian, khabar akan tiba dari berbagai sisi yang sama sekali tidak dicampuri oleh bentuk klaim pengakuan, klaim takhally dan harapan kosong, bahkan ia buta dari sebab akibat, sampai engkau tidak lagi mendatangi pintu-pintu sesama (untuk minta tolong). Engkau tak menghiraukan, sampai hatimu, akalmu dan wajahmu berbalik dari makhluk menuju Khaliq. Sehingga wajahmu bertemu dan berhadapan dengan makhluk, sedangkan hatimu menghadap Al-Khaliq. Sampai hatimu menjadi hati seperti hatinya para Malaikat dan para Nabi, hatimu minum dari hati mereka, makan dari hati mereka (Malaikat dan para Nabi). Semua itu berkaitan dengan hati dan rahasia hati serta hakikat, bukan berkaitan dengan rupa.
Ya Allah baguskan hati kami, pakaikan pada rahasia jiwa kami, jernihkan akal kami, yang terjadi antara diri kami dan DiriMu dibalik akal makhluk dan akal kami.
Wahai orang-orang hadir, wahai orang-orang yang tidak hadir, kelak di hari kiamat kalian akan tahu apa yang datang dariku ada sesuatu yang menakjubkan, karena aku memberi penjelasan yang ada dalam diri kaum munafik, lalu bagaimana dengan hak kewajiban kaum beriman.
Ya Allah, cukupkan diriku dari semuanya, dan cukupkan diriku hanya padaMu jauhkan dari selain DiriMu. Berikan kecukupan pada pengajar dari memikirkan anak-anak dan keluarganya di rumah, agar rumahnya menjadi rumah hidangan pendidikan. Ya Allah Engkau Tahu ucapan ini sesungguhnya telah mengalahkan diriku, maka maafkanlah aku. Sudah cukup dan berhasil bagiku dariMu, berkaitan dengan soal upah anak-anak, para pengikut, para penempuh jalan. Dan aku memohonMu agar semua itu dimudahkan dengan hati yang indah dan batin yang bening.
Wahai kaumku…Kalian menyangka kalau aku mengambil keuntungan darimu. Sungguh sama sekali tidak. Aku mengambil keuntungan hanya dari Allah Azza wa-Jalla, bukan darimu, bahkan dari Allah Azza wa-Jalla mengalir pada kalian karena kebersamaanku dengan kalian, sepanjang aku mengenal kalian. Ketika aku keluar dari kalian, aku memperlihatkan pada kalian, bahwa aku sedang membantah orang-orang munafik, dan menjadi pengetahuan bagi orang-orang arif.
Aku tidak menyerang orang-orang munafik kecuali dengan sikap tegas dan berani. Bukan dengan pedang tajamku pada kalian. Aku juga tidak butuh makanan dari kalian. Karena aku meraihnya dari selain kalian (Allah Azza wa-Jalla). Aku ada tugas, setelah kalian keluar dari berguru padaku, dimana aku menjadi pemukanya. Tidakkah kalian tahu wahai orang-orang yang melihat dengan mata hati, bahwa lengan bajuku tersingsing, dan perutku terikat ketat?
Ada yang bertanya, bila utusan Allah Azza wa-Jalla, Jibril Alaihis salaam untuk para NabiNya. Lalu siapakah utusanNya untuk para wali-waliNya? Dijawab, “Jibrillah utusanNya pada mereka tanpa perantara, melalui rahmatNya, kasih sayangNya, ilhamNya, pandanganNya kepada hati mereka, pada batin mereka, kelembutanNya pada mereka. Karena mereka memandangNya baik dalam sadar maupun tidur melalui matahati mereka, dan kebeningan rahasia batin mereka serta abadinya kesadaran mereka.
Wahai kaumku…! Sesungguhnya yang membuatmu putus dari ma’rifat kepada Allah Azza wa-Jalla dan mengenal para waliNya, semata karena kesenanganmu pada dunia, ambisimu pada dunia, kecintaanmu pada berlomba menumpuk kekayaan. Ingatlah kalian pada akhirat, tinggalkan dunia, dengan kemurahan yang bagus, penuh kebajikan dan kedermawanan yang muncul dari sifat-sifatmu. Ya Allah, kami hanyalah hambamu yang kecil, berikanlah kami keberkahan keduanya. Amin.
(Sumber: sufinews.com )
Posting Komentar
Posting Komentar