Ketika seorang hamba melihat dengan akalnya tanpa terpengaruh oleh hawa, maka segala sesuatu akan tampak sebagaimana hakikatnya. Namun jarang yang dapat melihat dengan cara demikian, karena hawa terlalu menguasai nafs, dan nafs sangat sulit untuk melepaskan diri dari kekuasaan hawa. Bahkan karena demikian tersembunyi dan sulit dipahami, maka manusia tidak dapat merasakan kehadiran hawa. Hanya orang-orang yang berakal unggul (superior) yang dapat mengetahui keberadaan hawa dalam nafs-nya.
Hawa adalah makanan
nafs. Hal ini membuat nafs sangat bergantung dan sulit melepaskan diri dari
cengkeraman hawa. Oleh karena itu, jauhilah hawa dan bebaskanlah nafs-mu
darinya. Sebab, hawa akan menodai agama dan murûah -mu, sebagaimana dikatakan
dalam syair:
Jika kau ikuti
hawa, ia akan menuntunmu menuju semua perbuatan yang tercela bagimu. Jika
kamu perhatikan dan beda-bedakan semua peristiwa yang terjadi, maka akan kamu
temukan bahwa hawa-lah yang menjadi sumber segala fitnah dan bencana dalam
peristiwa-peristiwa itu. Karena, hawa merupakan sumber kebatilan dan kesesatan.
Hawa bak minuman memabukkan. Seseorang yang meneguknya akan dikuasai oleh
minuman itu, dan akan hilang akal sehatnya. Oleh karena itu, seorang yang
pandai harus menyadari hal ini dan berusaha mematikan hawa-nya dengan mujâhadah
dan mukhôlafah (penentangan).
Hakikat hawa
adalah kecenderungan pada sesuatu yang batil. Hawa adalah perilaku dan tabiat
nafs. Semua kecenderungan nafs pada kebatilan disebut hawa.
Hawa terbagi
dua:
Pertama,
ajakan-ajakan syahwat yang terdapat dalam diri seseorang, misalnya berbagai hal
di atas, yang menipu dan menguasai nafs serta diperebutkan oleh manusia.
Ajakan-ajakan syahwat tersebut hina dan buruk, karena itulah orang-orang yang
memiliki murûah menjauhinya demi menjaga agama, menyucikan murûah, melindungi
kehormatan, dan menjaga akal mereka. Orang-orang berakal, jika menghadapi tipu
daya hawa dan penentangan nafsu, mereka tetap kokoh, tidak goyah.
Mereka
mempertimbangkan akibatnya dengan hati-hati dan tidak gegabah. Lain halnya
dengan orang-orang yang akal dan jiwanya lemah, mereka akan dikuasai nafs
hingga tak dapat berkutik. Hawa akan menjerumuskan mereka ke dalam
perbuatan-perbuatan yang buruk dan tercela. Namun karena hatinya telah buta, hanyut
dimabuk hawa, mereka tidak menyadari berbagai keburukan yang telah
dilakukannya.
Kedua, hawa yang
timbul ketika seseorang marah (ghodhob). Hawa jenis ini merupakan jenis hawa
yang paling buruk. Sebab hawa yang timbul ketika seseorang sedang marah (ghodhob)
bersifat memaksa dan sulit diajak kompromi. Hanya kaum ksatria (abthôl),
orang-orang yang berakal sehatlah yang mampu mengetahui keberadaan hawa
ini.
Jenis hawa yang
lain adalah (perasaan) yang timbul ketika seseorang bersikap sombong (kibr) dan
congkak. Jenis hawa ini juga buruk, merusak agama dan menghancurkan amal. Namun
pengaruh buruknya lebih ringan dibandingkan dengan hawa yang timbul ketika
marah. Hawa yang timbul ketika marah menggoncangkan nafs dan menghilangkan akal
sehatnya. Nafs menjadi bodoh.
Ketahuilah,
marah adalah jenis hawa yang paling berat. Para abdâl pilihan memperoleh
kedudukan di sisi Allah karena mereka benar-benar menjauhi semua jenis hawa.
Sebab, semua jenis hawa adalah buruk. Para ashâbul Haq Ta’âlâ selalu berpijak
pada kebenaran. Sebab, kebenaran adalah lawan kebatilan. Mereka sadar bahwa
seberapa besar mereka mendekati hawa, maka sebesar itu pula mereka menjadi jauh
dari Allah. Karena itu dalam semua perilakunya — makan, tidur, berbicara, dan
lain-lain — mereka hanya melakukannya sebatas kebutuhan (dharûri) saja. Dalam
pandangan mereka segala sesuatu yang melebihi batas kebutuhan merupakan bagian
dari hawa.
(Memahami Hawa
Nafsu, Îdhôhu Asrôri ‘Ulûmil Muqorrobîn, Putera Riyadi, sufiroad.blogspot.com)
Posting Komentar
Posting Komentar