Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Keutamaan Memandang Wajah Ulama (Status Deny Hendarsyah di FB)
Mata yang memandang mempunyai pengaruh kuat dan berdampak signifikan terhadap aktifitas batiniah kita. Begitu kuatnya pengaruh itu sehingga mempengaruhi kekhusyu’an seseorang untuk beribadah kepada Alloh Ta’ala.
Syekh Thohir bin Sholeh Al-Jazairi dalam kitabnya: Jawahirul Kalamiyah menguraikan sebuah permasalahan: ‘Bagaimana mata mempunyai pengaruh, padahal mata itu hanya termasuk bagian badan manusia yang lembut dan tidak ada hubungannya dengan sesuatu yang dilihat, dan tidak ada sesuatu yang keluar dari mata itu yang berhubungan dengan sesuatu yang dilihat?’
Maka dijawab bahwa tidak ada yang menghalangi jika sesuatu yang lembut itu mempunyai pengaruh yang kuat, dan tidak diisyaratkan bahwa adanya pengaruh itu harus ada hubungannya, karena sesungguhnya kita lihat sebagian manusia yang mempunyai kewibawaan dan kekuasaan bila melihat kepada seseorang dengan pandangan yang mengandung amarah, kadang-kadang menyebabkan yang dipandang itu ketakutan dan gemetar, malah bisa menyebabkan kematiannya. Padahal pada lahirnya ia tidak memasukkan sesuatu pada yangilihatnyan dan tidak terjadi antara yang mempengaruhi dan yang dipengaruhi hubungan ataupun sentuhan. Kalau magnet mempunyai kekuatan dapat menarik besi padahal tidak ada hubungan antara magnet dan besi yang ditariknya itu dan tidak keluar sesuatu yang dapat menyebabkan menariknya itu. Bahkan benda-benda yang lembut lebih besar pengaruhnya daripada benda-benda yang kasar. Karena sesungguhnya perkara-perkara yang besar adalah timbul dari kuatnya kehendak dan niat, sedangkan kehendak dan niat itu termasuk hal yang tidak tampak. Maka tidak mengherankan kalau mata mempunyai pengaruh terhadap yang dipandangnya sekalipun mata itu sangat lembut, dan tidak ada hubungan atau sesuatu yang keluar dari mata itu.
Kekuatan dan kecepatan pengaruh mata dalam memandang telah disinggung oleh Nabi SAW dalam suatu riwayat dari Ibnu Abbas Ra.: “Pandangan mata adalah suatu kebenaran. Jika ada sesuatu yang dapat mendahului takdir (ketetapan Alloh), maka sungguh pandangan mataakan mendahuluinya”. (HR. Muslim). Karena itulah mata bisa membahayakan, seperti hipnotis, dll. dan Nabi SAW mengajarkan kepada kita suatu do’a: “Aku berlindung dengan kalimat Alloh yang sempurna dari setiap syetan, binatang buas, dan pandangan mata yang membahayakan”.

Syeikh Sari As-Saqothi Ra. berkata: “Lidahmu adalah penyambung dari hatimu, dan wajahmu adalah cermin darinya. Pada wajahmu ditemukan apa yang ada di dalam hatimu”.
Ketika anak-anak Ya’qub ingin pergi ke Mesir, menemui Yusuf As. yang ketika itu sudah menjadi Perdana Menteri, Ya’qub As. menasehati mereka: “Hai anak-anakku, janganlah kamu bersama-sama masuk dari satu pintu gerbang, masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlainan!” (QS. Yusuf[17]: 67) Qotadah mengatakan bahwa Ya’qub As. mengkhawatirkan mereka dari bahaya pandangan (Al-‘Ain) orang-orang yang melihat mereka karena anak-anak Ya’qub As. tergolong orang-orang yang tampan dan berpenampilan menarik.
Demikianlah Al-Quran mengisahkan tentang isyarat kuatnya pengaruh pandangan terhadap sesuatu yang diinginkan, yang dipahami oleh sebagian orang tertentu yang diberikan pengetahuan tentangnya.
Keutamaan pandangan kepada wajah seorang Ulama banyak sekali, di antaranya sebagaimana disabdakan oleh Nabi SAW: “Barang siapa memandang kepada wajah orang Alim sekali dengan pandangan yang senang, niscaya Alloh SWT menjadikan pandangan tersebut malaikat yang memintakan ampun baginya hingga hari kiamat”.
Imam Al-Hafizh Al-Mundziri meriwayatkan sebuah hadits dari 40 hadits berkenaan dengan keutamaan menuntut ilmu, yakni bersabda Rosululloh SAW: “Pandangan sekali kepada orang Alim lebih Alloh cintai daripada ibadah 60 tahun, berpuasa siang harinya dan berdiri ibadah pada malamnya”.
Kemudian sabda beliau SAW: “Jika tiada Ulama niscaya binasa (celaka)lah umatku”. Hadits tersebut menunjukkan betapa besarnya keutamaan memandang wajah orang Alim secara lahiriah, dikarenakan seseorang yang melakukannya akan mendapat pengaruh kekhusyu’an dan ketenangan hati sehingga mendorongnya kepada Hubbul Akhiroh.
Tidak semua Ulama dikategorikan seperti makna hadits di atas, karena kata ‘Ulama’ menggunakan Isim Makrifah (Al-’Ulamaa-u), yang menandakan ketertentuan/kekhususan. Tentunya Ulama yang dimaksud di sini adalah Ulama yang telah mencapai kemakrifatan yang Hakiki, dimana pancaran jiwanya mampu melenyapkan sekat-sekat yang menutupi hati.
Maka Robithoh, yakni memandang wajah Syekh dengan mata hati lebih diutamakan dan memiliki tempat yang khusus di kalangan Ahli-ahli Thoriqoh, sebagai penyatuan ruhaniyah seorang murid yang dhoif lagi faqir, dengan Syekhnya yang kamil menuju Hadhirat Alloh Ta’ala.

Di dalam sebuah hadits dikatakan bahwa ada sebagian ahli dzikir yang dapat menyebabkan orang lain ingat kepada Alloh. Yakni dengan memandang wajahnya saja, membuat mereka teringat untuk dzikrulloh. Hadits lain menyebutkan bahwa : ‘Sebaik-baik orang di antara kamu ialah seseorang yang apabila orang lain memandang wajahnya, maka ia ingat kepada Alloh, jika mendengar ucapannya maka bertambah ilmunya, dan jika melihat amal perbuatannya maka tertariklah pada akhirat’.
Atas dasar hadits ini para pembimbing dzikir (Syeikh Sufi) terdahulu sangat menganjurkan untuk senantiasa mengenang wajah Syeikhnya sebagai alat untuk mempermudah dzikir (ingat) kepada Alloh SWT, dan yang demikian itu akan membuat dirinya tenggelam dalam lautan mahabbah dzikir-Nya.
Berkata Syeikh Mushthofa Al-Bakri Rohimahullohu Ta’ala: “Dan di antara apa yang diwajibkan atas seorang murid adalah robithoh hatinya dengan Gurunya dan maknanya bahwa murid senantiasa mengekalkan atas penyaksian akan rupa Syeikhnya. Inilah merupakan syarat yang dianjurkan bagi kaum Sufi yang mewariskan kepada maqom makrifat yang tinggi” 


[Hidayatus Salikin]


Status di Facebook Pemuda TQN Suryalaya, dari berbagai sumber

Posting Komentar

 
Top