اَعُوْذُ
بِااللهِ
مِنَ
اْلشَّيْطَا
نِ
الْرَجِيْم
بِسْمِ
اللهِ
اْلَرّحْمنِ
اْلرَحِيْمِ
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
اَشْهَدُ اَنْ لا َاِلَهَ اِلا الله وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ الله
اَلله ُوَحْدهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ مُحَمَّدٌ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ حَقُّ الله - رَحْمَةُ الله – رِضَأ الله
Dua jenis
penyucian: Pertama zahir, ditentukan oleh peraturan agama (Syari'at) dan
dilakukan dengan membasuh tubuh badan dengan air yang bersih. Keduanya ialah
penyucian batin, dengan menyadari kekotoran di dalam diri, menyadari
dosanya dan bertaubat dengan ikhlas. Penyucian batin memerlukan perjalanan
kerohanian dan dibimbing oleh guru kerohanian.
Menurut hukum
dan peraturan agama, seseorang menjadi tidak suci dan wudlu menjadi batal jika
keluar sesuatu dari rongga badan. Ini perlu diperbarui dengan wudlu. Dalam hal
keluar mani dan darah haid mandi wajib diperlukan. Dalam hal lain, bagian tubuh
yang terdedah - tangan, lengan, muka dan kaki - mesti dibasuh.
Mengenai
pembaharuan wudlu Nabi s.a.w bersabda, "Pada setiap pembaruan
wudlu Allah perbarui kepercayaan hamba-Nya yang cahaya iman digilap dan
memancar dengan lebih bercahaya". Dan, "Mengulangi
bersuci dengan wudlu adalah cahaya di atas cahaya".
Kesucian batin
juga bisa hilang, mungkin lebih kerap daripada kesucian dzahir, dengan sifat
buruk, buruk perbuatan dan sifat yang merusakkan seperti sombong, takabur,
menipu, mengumpat, fitnah, dengki dan marah. Perbuatan secara sadar dan tidak
sadar memberi kesan kepada roh: mulut yang memakan makanan haram, bibir yang
berdusta, telinga yang mendengar umpatan dan fitnah, tangan yang memukul, kaki
yang membawa kepada kejahatan. Zina, yang juga satu dosa, bukan saja dilakukan
dengan alat kelamin. Nabi s.a.w bersabda, "Mata juga
berzina".
Bila kesucian
batin ditanamkan demikian dan wudlu kerohanian batal, membarui wudlu demikian
adalah dengan taubat yang ikhlas, yang dilakukan dengan menyadari kesalahan
sendiri, dengan penyesalan yang mendalam disertai oleh tangisan (yang menjadi
air yang membasuh kekotoran jiwa), dengan berazam tidak akan mengulangi
kesalahan tersebut, berhasrat meninggalkan semua kesalahan, dengan memohon
keampunan Allah, dan dengan berdoa agar Dia mencegahnya dari melakukan dosa
lagi.
Sembahyang
adalah menghadap Tuhan. Berwudlu, supaya berada di dalam keadaan suci, menjadi
syarat untuk bersembahyang. Orang arif tahu penyucian dzahir saja tidak cukup,
karena Allah melihat jauh ke dalam lubuk hati, yang perlu diberi wudlu dengan
cara bertaubat. Firman Allah:
هٰذا ما
توعَدونَ لِكُلِّ أَوّابٍ حَفيظٍ ﴿٣٢﴾
Inilah yang
dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada
Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya).. (Surah Qaaf, ayat 32).
Penyucian tubuh
dan wudlu zahir terikat dengan masa karena tidur membatalkan wudlu. Penyucian
ini terikat dengan siang dan malam bagi kehidupan di dalam dunia. Penyucian
alam batin, wudlu bagi diri yang tidak kelihatan, tidak ditentukan oleh masa.
Ia untuk seluruh kehidupan - bukan saja kehidupan sementara di dunia tetapi
juga kehidupan abadi di akhirat.
رَبَّنَا
اَتِنَا
فِى
اْلدُنْيَاحَسَنَةً
وَفِى
اْلأَخِرَةِ
حَسَنَةً
وَقِنَا
عَذَابَ
اْلنَّارِ.
وَاْلحَمْدُ
للهِ
رَبّ
ِاْلعَالَمِيْنَ
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
رِضَــا يَاالله ……….. الفاتحة
Sumber: sufismenews.blogspot.com
Posting Komentar
Posting Komentar