Ribuan pekerja
Indonesia di Jeddah, Arab Saudi, dikabarkan mengamuk di Konsulat Jenderal RI,
Minggu (9/6/2013) waktu setempat. Mereka membakar beragam perkakas di pintu
masuk Konsulat dan berusaha menerobos untuk melakukan pembakaran
gedung. Aksi tersebut dipicu kemarahan atas proses dokumen perjalanan.
"Kami masih
memeriksa apakah ada korban atau berapa banyak pekerja terluka," kata Duta
Besar Indonesia untuk Arab Saudi Gatot Abdullah Mansyur seperti dikutip Arab
News. Dia mengatakan bahwa semua diplomat dan staf konsuler aman.
Kru Pertahanan
Sipil, polisi, pasukan khusus, dan ambulans Bulan Sabit Merah turun ke tempat
kejadian untuk memulihkan ketertiban. Jalan menuju ke Konsulat ditutup.
Saksi mata
mengatakan, api masih menyala hingga pukul 22.00 waktu setempat. Petugas
pemadam kebakaran pun masih terlihat berupaya memadamkannya.
Kerusuhan ini
adalah buntut insiden pada Sabtu (8/6/2013). Saat itu para pekerja perempuan
Indonesia "menyerbu" Konsulat untuk mendapatkan dokumen
perjalanan. Setidaknya tiga perempuan terluka dan pingsan.
Para pekerja
Indonesia di Arab Saudi yang tak memiliki izin bekerja punya tenggat waktu
hingga 3 Juli 2013 untuk "melegalkan" keberadaan dan aktivitas
mereka. Dokumen yang harus dipastikan mereka miliki adalah visa kerja.
Perseteruan
antara para pekerja, polisi, dan pejabat Konsulat diduga dipicu oleh
frustrasi para pekerja karena lamanya pengurusan dokumen dan kurangnya
pengorganisasian diKonsulat. "Kami telah mengalami masalah dengan Konsulat sejak
kami tiba dua hari lalu," kata seorang asisten rumah tangga dari
Indonesia, yang tidak ingin namanya dipublikasikan."Kemarin saya jatuh dan
terluka karena Konsulat tidak tahu apa yang mereka lakukan dan tidak
bisa mengendalikan massa."
Pekerja lainnya
yang mengaku bekerja di bidang konstruksi mengeluh karena tidak bisa masuk ke Konsulat untuk
mengurus dokumen perjalanan. "Percayalah, sekarang saya hanya ingin
pulang," kata dia.
KEMENLU IMBAU
WNI TENANG
Seluruh warga
Indonesia di Arab Saudi yang memanfaatkan kebijakan amnesti pemerintah Arab
Saudi diminta tetap tenang dan mengikuti proses registrasi secara tertib demi
kelancaran dan keselamatan bersama. Demikian imbauan Kementerian Luar Negeri
yang disampaikan dalam siaran pers, Senin (10/6/2013), menyikapi kerusuhan di
Konsultat Jenderal RI di Jeddah, Arab Saudi.
Untuk diketahui, sejak 18 Mei 2013, KBRI di Riyadh dan KJRI di Jeddah sejak 18
Mei 2013 telah melayani penerbitan dokumen keimigrasian berupa Surat Perjalanan
Laksana Paspor (SPLP) bagi WNI yang tidak memiliki dokumen ataupun sudah habis
masa berlakunya. Kegiatan itu dilakukan setelah pemerintah Arab Saudi
mengeluarkan kebijakan amnesti/pemutihan bagi warga asing di Arab Saudi hingga
3 Juli 2013.
Dalam siaran pers dijelaskan, KBRI dan KJRI Jeddah lalu melayani penerbitan
SPLP. Awalnya, proses registrasi dilakukan pukul 6.00 sampai 17.00 dan
pengambilan SPLP sejak 17.00 sampai 22.00. Lantaran cuaca dalam seminggu
terakhir semakin panas, dengan alasan keselamatan dan kelancaran pelayanan,
KJRI Jeddah sejak 8 Juni mengubah jam pelayanan menjadi 16.00 hingga dini hari.
"Proses dokumen dilakukan pada pagi hari hingga sore hari. Untuk itu,
diminta agar warga dapat mengikuti jadwal pelayanan yang telah ditetapkan
itu," tulis Kemenlu.
Hingga Sabtu ( 8/6/2013 ), WNI yang sudah mendaftar mencapai 48.260 orang.
Sebanyak 12.877 diantaranya sudah menerima dokumen. Hari ini akan diserahkan
sebanyak 5.000 dokumen lainnya.
Kemenlu
menambahkan, jumlah pendaftar dari hari ke hari terus meningkat. Sebelum
kerusuhan terjadi, antrean WNI di KJRI Jeddah sudah mencapai 12.000 orang.
Akhirnya, pada sore hari terjadi dorong-dorongan hingga menewaskan 1 WNI, yakni
Marwah binti Hasan (57). Satu Satpam KJRI Jeddah, yakni Mustafa luka serius.
"Untuk
meningkatkan ketertiban, KJRI telah meminta bantuan kepolisian setempat untuk
meningkatkan jumlah polisi dari 30 personil menjadi 100 personil. Hal yang sama
juga dimintakan kepada Kemlu Arab Saudi dan Kedubes Arab Saudi di Jakarta. Tim
inter Kementerian juga terus menambah petugas yang menangani proses registrasi
dan pembuatan dokumen yang diperlukan," tambah Kemenlu.
tulisan dan foto : kompas.com
Posting Komentar
Posting Komentar