Khutbah Jum'at
KH.Wahfiuddin Sakam,SE.,MBA.,
(17 Agustus 2012)
Ketika
negeri-negeri ini (negeri Islam termasuk Nusantara) dijajah oleh bangsa Barat,
dirusak keadilannya, dirampas kemakmurannya, para ulama bangkit melakukan
perlawanan karena itu perang bagian dari Ibadah, bagian dari keagamaan . Dan
jangan lupa, energi yang selalu membakar, energi yang selalu membangkitkan
semangat. energi yang selalu memperkuat perlawanan itu (terhadap penjajah)
tidak lain justru berasal dari energi tauhid.
Kalimat tauhid yang berbunyi: LAA ILAHA ILLALLAH itu adalah energi untuk perang melawan ketidakadilan.
Kalimat tauhid yang berbunyi: LAA ILAHA ILLALLAH itu adalah energi untuk perang melawan ketidakadilan.
Laa ilaha :
tiada yang dituju , Laa ilaha : tiada
yang dipentingkan, Laa ilaha : tiada yang didamba/diharap, tiada yang
disembah, tiada yang dipuja,tiada yang dimuliakan, tiada yang diagungkan, tiada
yang disegala-galakan.... ILLALLAH : Kecuali ALLAH.
Itu adalah
prinsip yang membebaskan manusia dari ketergantungan, ketertundukan kepada
apapun selain kepada ALLAH.
Maka tauhid
selain memurnkan iman kepada ALLAH , tauhid dapat memberikan energi kepada
manusia untuk meraih kemerdekaan, untuk tidak mudah tunduk oleh godaan-godaan
manusia, oleh godaan hawa nafsu, oleh tipu daya syaitan, apalagi tunduk kepada
kekuasaan-kekuasaan dzolim para penjajah yang berbuat dzolim. Tauhidlah yang
menjadi energi untuk kemerdekaan dan sebelum ada Indonesia, Islam sudah hadir
terlebih dahulu di sini. Dan ulama-ulama Islam yang berbasis tauhid itulah yang
memimpin perlawanan terhadap penjajah. Sampai akhrnya situasi sedemikian matang
maka muncullah organisasi-organisasi Islam, ormas-ormas Islam di negeri ini
yang dibantu juga kader muda negeri ini membentuk kelompok-kelompok intelektual
baik di Indonesia (dulu Hindia Belanda) ataupun di negera (negeri
jajahan) lain. Dan akhirnya terjadilah proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.
Saat itu kita
belum (sepenuhnya) memiliki militer/tentara, kemerdekaan itu karena kemerdekaan
diplomasi, karena perjuangan kultural, semua umat Islam, Kelompok-kelompok
Islam, Pesantren-pesantren, kelompok-kelompok ulama semua melakukan boikot
terhadap penjajah. dan mereka berupaya melakukan hidup mandiri (untuk bangsa
ini). Para kaum muda dan intelektual melakukan diplomasi dengan melakukan
rapat-rapat, selebaran-selebaran, buletin-buletin menyuarakan kepada
negara lain bahwa kami ingin merdeka yang akhirnya terjadilah proklamasi
kemerdekaan tersebut (17 Agustus 1945) [2]. Baru di Bulan Oktober 1945 barulah
kita membangun sistem militer kita. Terbentuklah militer/angkatan bersenjata.
Setelah kita merdeka, penjajah masih berusaha masuk kembali ke Indonesia untuk
menjajah Indonesia. Terjadilah perang militer, perang-perang untuk
mempertahankankemerdekaan Indonesia. di saat itulah baru terjadi aktivitas
perang (fisik) untuk mempertahankan kemerdekaan. Tetapi sesungguhnya
Kemerdekaan tersebut lebih sebagai aktivitas dari perjuangan budaya dan
intelektual.
Sejarah kemudian
mencatat ketika orde baru berkuasa yang menjadi kepala negara adalah (berasal)
tentara yang ingin terus menguasai negeri ini dengan cara-cara
militeristik. Sehingga setiap bulan Agustus tayangan televisi selalu
diisi dengan (kebanyakan acara) film-film perang sampai akhirnya terbentuk di
(pemikiran) kita dan anak-anak seakan-akan kemerdekaan yang kita raih ini cuma
dengan perang. Seakan-akan kemerdekaan ini diraih dengan cuma kekuatan militer.
Tetapi sebenarnya tidak demikian, itu (kisah-kisah perang dalam film
tersebut) adalah perang setelah (proklamasi) kemerdekaan yakni perang
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tetapi proses menjelang proklamasi
Kemerdekaan itu adalah lebih karena kultur, karena perlawanan rakyat dalam
budaya, lebih karena perlawanan dari dunia pesantren dan kegiatan intelektual. Hanya saja dicitrakan (pada orde baru tersebut) bahwa (seolah--olah) hanya tentaralah yang mempertahankan kemerdekaan dan berhak menjadi
penguasa negeri ini.
Sekarang
reformasi sudah terjadi, tidak ada lagi yang ditonjolkan hanya perang militer,
sekarang sipil lebih maju ke depan karena memang sesungguhnya dahulu kemerdekaan
(yang kita raih) lebih dimotori rakyat sipil ketimbang kekuatan
bersenjata.
Saudara-saudara
sekalian...
Namun bangsa
barat tidak tinggal diam merekapun saat inimengalami apa yang terjadi di abad
ke-17 dulu. Dengan sistem manejemen dan industri mereka yang efisien, mereka
membangun kegiatan produksi yang menguras kekayaan alam. Dan mereka juga
berlimpah dengan benda-benda yang konsumtif akhirnya (dampak dari hal tersebut)
lingkungan mereka menjadi rusak, eknomi mereka menjadi hancur. Lihatlah
berita-berta ekonomi dari negeri Amerika sampai Eropa satu demi satu mengalami
kesulitan ekonomi. Mereka semakin sulit mempertahankan (tingkat) kemakmuran
mereka. Karena itu mereka berusaha untuk menjajah kembali negeri-negeri
lain
Bersambung ke
bagian ketiga
Keterangan:
[2] Saat itu
didukung pula dengan kondisi pasukan tentara Jepang yang menyerah tanpa syarat
kepada pihak Sekutu karena kalah perang. Sehingga kedudukan penjajahan Jepang
di Indonesia (dulu Hindia Belanda) pun ikut goyah.
Sumber : Ditulis
oleh +Pengelola
Bersama dari Video Youtube SEJARAH ISLAM DI INDONESIA OLEH
KH.Wahfiudin Sakam,SE.,MBA.
Posting Komentar
Posting Komentar