XINJIANG - Pemerintah Cina tak henti-hentinya
menerapkan kebijakan sewenang-wenang terhadap warga Muslim Uighur di Provinsi
Xinjiang. Kali ini, warga minoritas yang beragama Islam itu dilarang masuk ke
dalam masjid. Mereka pun dipaksa berbuka puasa di siang bolong.
Organisasi-organisasi HAM dunia dan organisasi
masyarakat Uighur mengecam keras hal ini. Mereka pun menyeru pemerintah Cina
untuk tidak menganggu umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa di bulan
suci Ramadhan.
Juru Bicara Kongres Uighur Dunia, Dilxadi Rexiti, seperti dikutip harian South
China Morning, Selasa (16/7/2013), mengatakan, aparat pemerintah di
Xinjiang mendatangi rumah-rumah warga Muslim Uighur di siang hari. Mereka
datang dengan membawa buah-buahan dan minuman, meski mereka tahu masyarakat
Uighur sedang berpuasa. Pemerintah setempat juga melarang warga Muslim mengkaji
Alquran. Untuk itu, aparat secara ketat mengawasi masjid-masjid di sana,
khususnya masjid di wilayah Karamay Utara.
Komisi Kebebasan Beragama Internasional AS (USCIRF) menyesalkan kebijakan
pemerintah Cina ini. Ketua USCIRF Katrina Lantos Sweet mengatakan, demi stabilitas
dan keamanan, Beijing menindas Muslim Uighur. ''Ini jelas merupakan
pelanggaran,'' ujar dia.
Ketika dikonfirmasi hal ini, Juru Bicara Pemerintah Otonomi Xinjiang Luo Fuyong
secara tegas membantah pemerintah Cina telah melarang kaum Muslim untuk berpuasa
dan masuk ke dalam masjid. Sebaliknya, kata dia, pemerintah sangat menghormati
agama dan adat istiadat setempat. Meski demikian, ia mengakui, pemerintah
setempat melarang anak-anak, khususnya siswa SD, untuk berpuasa. Alasannya,
anak kecil belum kuat berpuasa, juga karena faktor kesehatan.
Laporan mengenai aksi penindasan terhadap Muslim Uighur sebenarnya bukan hal
baru, karena berulang kali terjadi. Dalam laporan tahunannya, USCIRF
menyatakan, Muslim Uighur dijebloskan ke dalam penjara jika ketahuan terlibat
dalam kegiatan keagamaan. Sedangkan, mahasiswa, dosen dan pegawai pemerintah
yang ketahuan berpuasa akan didenda.
Laporan lain dari Asosiasi Uighur Amerika (UAA) menyatakan, para pemilik
restoran di wilayah Hotan, Xinjiang, sebenarnya ingin menutup sementara usaha
mereka selama Ramadhan. Selain agar lebih fokus beribadah, jeda saat Ramadhan
juga bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki atau menata ulang restoran mereka.
Namun, keinginan ini sulit dilaksanakan. Sebab, pengusaha yang menutup restorannya
selama Ramadhan akan didenda oleh pemerintah.
Posting Komentar
Posting Komentar