Jakarta (Pinmas)
—- Dari berbagai kriteria yang ada, apakah kriteria pelaporan hilal yang secara
resmi dipakai atau dari kriteria empirik astronomi, dengan posisi tinggi hilal di
Pelabuhan Ratu 0,65 derajat, jarak busur Bulan – Matahari 4,55 derajat, umur hilal
3 jam 35 menit dan 52 detik serta dengan iluminasi hilal 0,18%, tidak ada
referensi apapun bahwa hilal ramadlan 1434 H tanggal 8 Juli 2013 dapat teramati
dari seluruh wilayah Indonesia.
Penjelasan ini
disampaikan oleh Anggota Badan Hisab dan Rukyat Kementerian Agama, Cecep
Nurwendaya, ketika memaparkan Data Posisi Hilal Menjelang Awal Bulan Ramadlan
1434 H, sebelum dilaksanakannya sidang itsbat awal Ramadlan 1434 H di
Auditorium HM Rasjidi, Kementerian Agama, Jl. MH. Thamrin, Jakarta, Senin
(08/07/2013).
“Tidak ada
referensi empiris visibilitas hilal jika hilal pada pemantauan sore ini
teramati, karena hilal sangat rendah,” terang Cecep.
Menurut Cecep,
dalam catatan astronomi modern, jarak hilal terdekat yang pernah terlihat
adalah sekitar 8 derajat dengan umur hilal 13 jam 28 menit. Hilal ini diamanati
oleh Robert Victor di Amerika Serikat tanggal 5 Mei 1989 dengan menggunakan
alat bantu binokulair (keker).
Sebagai bahan
perbandingan, Cecep juga memaparkan beberapa referensi empirik astronmis
sebagai berikut:
Pertama, Limit
Danjon: Hilal akan tampak jika jarak sudut bulan matahari lebih besar dari 7
derajat. Kedua, konferensi Penyatuan Awal bulan Hijriyah International di
Istambul tahun 1978: Awal bulan dimulai jika jarak busur antara bulan dan
matahari lebih besar dari 8 derajat dan tinggi bulan dari ufuk pada saat
matahari tenggelam lebih besar dari 5 derajat;
Ketiga, rekor
pengamatan bulan sabit dalam catatan astronomi modern: Hilal Ramadlan 1427H,
umur 13 jam 15 menit dipotret dengan teleskop dan kamera CCD di
Jerman.
Sementara itu,
terkait dengan potensi terjadinya perbedaan, Kepala Lembaga Penerbangan dan
Antariksa (LAPAN), T. DJamaluddin menjelaskan bahwa kita harus mewadahi
pengamal rukyah dan hisab secara setara, dan astronomi bisa menjembataninya dengan
menggunakan kriteria data astronomi.
“Kriteria yang
bisa diterima semestinya adalah kriteria yang bisa mewadahi pengamal hisab dan
rukyat secara setara, yaitu kriteria visibilitas hilal atau imkanur-rukyat,”
terang Djamal.
Sumber: kemenag.go.id
Posting Komentar
Posting Komentar