Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Di Kota Labuhan Haji Kabupaten Aceh Selatan, terdapat sebuah pondok pasantren (dayah) yang menjadi pusat kajian ilmu Tauhid dan Tasawuf tertua di Barat Selatan Aceh. Bernama Darussalam, dayah tersebut didirikan oleh Syeikh Muhammad Muda Waly Al Khalidy pada 1942 silam .
Abuya Syech Muda Waly merupakan anak bungsu pasangan Syeikh Haji Muhammad Salim bin Malin Palito dan Janadar bin Nya' Ujud yang lahir pada tahun 1917 di Desa Blang Poroh, yang telah meninggal dunia tahun 1961 dalam usia 44 tahun. Ulama Aceh ini merupakan lulusan dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.
Pendirinya disayang Bung Karno, alumninya menyebar ke seantero negeri Induk semua pesantren di Aceh.
Di Jawa Barat ada Pesantren Suryalaya, Di Jawa Timur ada Lirboyo. Di Sumatera Utara ada Tawalib. Di Serambi Mekah ada Dayah Darussalam. Seperti kolega-koleganya di tempat lain, Darussalam telah melahirkan ribuan teungku (Ulama) yang kini menjadi Pimpinan pesantren di Aceh.
Bahkan, tak sedikit santri asal dayah (sekolah) ini merantau ke Makassar, Padang Panjang (Sumatera Barat), Barus (Sumatera utara), Pulau Jawa serta Madura. Bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam. Di sana, mereka mendirikan dayah serupa.
Sekilas dayah ini tak jauh beda dengan dayah lain di Aceh.Terutama dalam hal pengajaran ilmu balaghah, ma'ani, bayan dan badi'. Demikian juga dalam hal ilmu ushul fiqih dari berbagai kitab Islam serta ilmu mustahalah hadis, ilmu tafsir Alquran, ilmu mantiq, a'rudh, serta tasawuf.
- Kompleks Pesantren Darussalam -
Namun, satu hal yang tak bisa ditepis adalah dari dayah inilah berkembang pula ajaran tarekat naqsyabandiyah yang kini masih melekat dan diamalkan ribuan santri serta jamaahnya di Aceh bahkan di wilayah lain di Nusantara.
Di bulan Ramadhan misalnya, tak kurang seribu santri serta jamaah dari berbagai daerah di Aceh, tumpah ke dayah itu. Selain memperdalam ilmu Agama, mereka pun larut dalam ritual yang disebut suluk atau berkhalawat. Inilah salah satu amalan tarekat Naqsyabandiyah.
Menurut tarekat ini, suluk diyakini sebagai salah satu jalan menuju penyucian diri dengan cara mendiam diri (menyepi), selama 40 hari 40 malam tanpa menikmati hidangan berdarah, seperti ikan dan daging. Kalaupun berbuka puasa hanya dengan air dan nasi putih, ditambah sayur-sayuran.
Selama melaksanakan suluk, jemaah diwajibkan berzikir, bersalawat serta membaca Alquran sampai khatam. Mereka baru diperolehkan keluar bilik kelambu ukuran 2x2 meter itu, hingga Idul Fitri tiba.
Bagi penganut paham ini, ada dua suluk yang dapat dilakukan. Pertama, saat Ramadhan ke dua, dibulan Maulid atau yang disebut Suluk Maulud. Pelaksanaan ritual kedua suluk itu tidak ada berbeda.
Tapi apa itu suluk atau berkhalawat? Mencontoh sunah Rasulullah Saw. kala berkhalwat di gua Hira, dan nabi Musa kala melakukan hal serupa di Bukit Sinai. Para Jamaah yang berkhalawat ini, meninggalkan anak dan Istrinya sementara waktu untuk mengasingkan diri seraya mendekatkan diri kepada sang Khalik. Mereka bermujahadah dalam menghadapi hawa nafsu, melalui zikir dan ibadah yang diajarkan mursyid, pimpinan spiritual yang ditunjuk pimpinan dayah.
Adalah Haji Syeikh Muhammad Muda Waly Al Khalidy yang mengembangkan ajaran tersebut. Syekh Muda Waly berpendapat untuk melahirkan seorang ulama, tak cukup sekedar mengajarkan ilmu fiqih, tauhid, tafsir Alquran, dan hadis. Mereka harus dibekali dengan perjalanan dan pergulatan batin yang suci dari pengaruh duniawi. salah satu mediasinya adalah melalui pelaksanaan tarekat tadi.
Kini,sebagai dayah tertua di Aceh, Darussalam memiliki dua ribuan santri dengan 300 guru, yang umumnya alumni Darussalam. Dan menjadi guru di sana menjadi kewajiban para alumni. Bisa disebut, inilah masa magang mereka sebagai dai atau ulama.
Sebelum terjun membangun dayah sendiri, para santri yang telah dinyatakan lulus dan layak menyandang gelar teungku, diwajibkan menularkan ilmunya kepada santri lainya di Darussalam. selanjutnya baru melanjutkan belajar ke mesir atau Arab Saudi.
Selain melahirkan tokoh-tokoh semacam Teungku Adnan Mahmud dari Bakongan, Aceh Selatan, Teungku Muhammad Daud Zamzami dari Aceh besar, Teungku Abdul Aziz Saleh Mesjid dari Raya Samalangga, Aceh utara, serta Teungku Muhammad Amin (Tu Min) dari Blang Bladeh, Bireun, tangan dingin Syeikh Muda melahirkan ribuan ulama tangguh lainnya di Aceh.
Lazimnya pesantren lain di Indonesia, Darussalam memakai dua sistem pendidikan, yaitu metode qadim dan madrasah. Qadim adalah sistem tradisional yang menekankan penguasaan kitab-kitab agama. Dalam sistem ini, seorang santri harus tamat mengkaji kitab. Karenanya, dalam proses pembelajaran, setiap diajarkan dengan cara membaca matan, menterjemah dan mengenal sepintas pengertian yang terkandung didalamnya.
Sementara sistem madrasah lebih dikenal dengan sebutan sistem kuliah atau kelas. Tempatnya pun tak lagi di masjid atau dayah, tapi di gedung khusus atau kelas. Sistem kedua ini, tak lagi menekankan tamat mengaji kitab, tapi lebih pada keharusan banyak diskusi untuk pedalaman materi dari guru yang mengajarkannya.

-PIMPINAN PESANTREN SAAT INI, ABUYA DRS.JAMALUDDIN WALY :
-ABUYA DRS.JAMALUDDIN WALY-
ABUYA Drs Jamaluddin Waly, begitu nama lengkap ulama ini yang akrab disapa Abuya Jamaluddin Waly.
Aura kharismatik memancar terang pada sosok ulama ini. Wajahnya mirip Abuya Profesor Haji Muhibbudin Waly, ulama besar di Aceh. Maklum saja, ia adalah adik Abuya Muhibbudin Waly, anak dari Abuya Syeikh Haji Muda Waly Al Khalidy, pendiri Dayah Darussalam Labuhan Haji Aceh Selatan.
Seperti diketahui, setelah Abuya Syeikh Muda Waly Al Khalidy wafat, kepemimpinan Dayah Darussalam Labuhan Haji, dayah tertua di Aceh,  dilanjutkan oleh Abuya Muhibbudin Waly hingga beliau wafat pada 7 Maret 2012.
Kini, Rais Am atau Pimpinan Umum Dayah Darussalam Labuhan Haji itu dipercayakan kepada Abuya Jamaluddin Waly. Hal itu berdasarkan kesepakatan dewan guru dayah tersebut dan didukung ulama se Aceh yang hadir dalam pertemuan di Dayah Darussalam Labuhan Haji, beberapa waktu lalu.
Selain Rais Am Dayah Darussalam Labuhan Haji, Abuya Jamaluddin Waly  dipercayakan menjadi Mursyidul Am (Pembimbing Umum) tarekat Naqsyabandiyah se Aceh. Di mana, sebelumnya Abuya Jamaluddin Waly sudah melibatkan diri dalam tarekat tersebut.
“Yang pertama mengembangkan tarekat Naqsyabandiyah di Aceh adalah almarhum Syeikh Muda Waly Al Khalidy dari tahun 1940-an. Tarekat ini juga berkembang pesat di pulau Jawa, Malaysia hingga sebagian Asia Tenggara,” kata Abuya Jamaluddin Waly saat ditemui The Atjeh Post di Masjid Islamic Center Lhokseumawe, Minggu, 20 Mei 2012.
Selain Abuya Profesor Muhibuddin Waly dan Abuya Jamaludin Waly,  ulama lain yang juga sudah diangkat sebagai mursyid tarekat Naqsyabandiyah di Dayah Darussalam, antara lain Teungku Haji Adnan Mahmud Bakongan, Teungku Haji Abdul Hamid Meulaboh dan Teungku Haji Hasan Abati Lamno.
“Mursyid lain yang sudah diangkat, yaitu Abu Matang Peureulak, Abu Karimuddin Baktya, Teungku Haji Nasir Waly, Waled Hasanul Basri Pimpinan Dayah MUDI Mesra Samalanga, Abu Muhhamad Tayeb Batee Lhee  Lhoksukon dan Tgk Zuhdi, anak Abu Karimuddin,” kata Abuya Jamaluddin Waly.
“Untuk pengembangan tarekat Naqsyabandiyah ke depan, baik jangka pendek maupun jangka panjang masih dibutuhkan pengangkatan beberapa mursyid dan wakil mursyid baru di seluruh Aceh,” kata Abuya Jamaluddin Waly yang juga Rais Am Dayah Assasunnajah Aceh Besar.
Dan, hal itu telah dibahas dalam pertemuan para ulama Aceh Utara, Aceh Timur dan sebagian Bireuen dengan Abuya Jamaluddin Waly, di Masjid Islamic Center Lhokseumawe, Sabtu kemarin, 19 Mei 2012.
“Alhamdulillah, pengembangan tarekat ini mendapat dukungan dari MPU (Majelis Permusyawaran Ulama) Aceh, yaitu tarekat Naqsyabandiyah yang bersilsilah kepada almarhum Syeikh Muda Waly Al Khalidy,” kata Abuya Jamaluddin Waly yang juga anggota MPU Aceh.
Menurut Abuya Jamaluddin Waly, di Aceh berkembangan tiga tarekat yaitu Naqsyabandiyah, Syattariyah dan Hadadiyah. “Ketiga tarekat itu diakui sah oleh pemerintah dan diamalkan se Indonesia,” katanya.
Begitulah Abuya Jamaluddin Waly, ulama kharismatik yang melanjutkan pengembangan tarekat Naqsyabandiyah.
Saat ini Abuya Jamaluddin juga tercatat sebagai Ketua Majelis Zikir Al-Waliyah Aceh dan dosen tetap di Dayah Manyang atau Dayah Tinggi di Majisd Raya Baiturrahman.
Sama seperti Abuya Profesor Muhibbudin Waly semasa hidupnya, Abuya Jamaluddin Waly kini menjadi pengasuh Kajian Islam Tingkat Tinggi di Masjid Islamic Center Lhokseumawe tiap minggu ke tiga saban bulan.

Sumber: acehonline.info , pemerintah.atjehpost.com dan berbagai sumber lainnya

Posting Komentar

 
Top