Sambungan dari bagian IV~
Ketika Abu AbdiLlah At-Turghandi seorang ulama besar di
zamannya pergi ke kota Thus dan ketika sampai di daerah Kharwa, dia berkata
kepada muridnya, "Belilah roti".
Daipun
berangkat dan tidak lama kemudian kembali dengan membawa roti yang cukup
dimakan untuk dua orang.
"Belilah
yang lebih banyak" pintanya lagi.
Murid
itupun berangkat dan membeli roti yang sekiranya cukup dimakan oleh sepuluh
orang. Dia memang sengaja membeli lebih, tetapi tidak tahu apa maksudnya. Dia
hanya berfikir bahwa perintah ini adalah perintah yang terakhir. Ketika
keduanya melanjutkan perjalanan dan naik ke atas gunung, mereka dikejutkan oleh
sekumpulan orang-orang yang ditawan para penyamun. Kaki dan tangan para tawanan
itu dalam keadaan terikat. Kondisi mereka sangat tragis dan sudah beberapa hari
tidak makan. Mereka meminta makanan kepada kedua orang tersebut.
"Berikan
makanan itu kepada saya," pinta Abu AbdiLlah kepada muridnya. (Lalu makanan tersebut dibagikan kepada para tawanan tersebut)
Ustadz
imam Al-Qusyairi menuturkan kisah sufinya. "Ketika saya bersama Ustadz
Abu Ali Ad-Daqaq" kisahnya..maka pengajian Syaikh Abu AbduRrahman
As-Sulami sedang berlangsung. Dia sebenarnya lebih senang mendengar sambil
memenuhi keluhan orang-orang fakir dari pada berbuat yang tidak jelas arahnya.
Dalam keadaan yang sama, Ustadz Abu Ali juga mengatakan seperti apa yang
dikatakan Syaikh Abu AbduRrahman . barang kali diam lebih utama baginya.
Kemudian dalam majlis tersebut Ustadz berkata, "Pergilah kesana, engkau
akan mendapati dia sedang duduk di ruangan perpustakaan pribadinya. Di dalam
perpustakaan itu terdapat beberapa jilid buku sampul merah yang salah satunya
berbentuk segi empat ukuran kecil yang di dalamnya terdapat tulisan beberapa
syair Husin bin Manshur. Ambilah dan bawa kemari jilid yang ada syairnya dan
jangan berkata apa-apa kepadanya.'
Ketika
itu matahari berada di pertengahan langit . saya berangkat di tengah terik
matahari, kemudian masuk dan di dalam perpustakaan saya menjumpai Syaikh
AbduRrahman dan buku-bukunya sebagaimana yang disebut ustadz. Ketika saya
duduk, Syaikh mengucapkan sesuatu,'Sebagian orang mengingkari salah seorang
ulama yang gerakannya ada dalam diamnya.' Orang itu saya lihat sendirian di
dalam rumah sambil berjalan berpuar-putar seperti orang yang dimabuk asmara,
seperti inilah keadaan mereka." Katanya kemudian.
Ketika
saya merenungkan apa ang diperintahkan Ustadz Abu Ali kepada saya dan beberapa
gambarannya, kemudian membandingkannya dengan penjelasan-penjelasan syaikh
AbduRrahman, saya menjadi bingung.'Bagaimana saya harus menyikapi dua hal ini ?"
keluh saya. Sayapun berusaha berfikir dan memecahkannya tentang diri saya
tersebut. Saya akhirnya berkata pada diri saya sendiri, "Tidak ada arah
kecuali kebenaran. Ustadz memberi gambaran kepada saya tentang beberapa jilid
buku dan perintahnya kepada saya untuk membawa buku-buku tersebut kepadanya
tanpa harus meminta izin kepada pemiliknya. Saya sangat segan kepadanya dan
tidak mungkin menentang perintahnya. Lantas untuk apa dia memerintahkan saya
demikian ?
Akhirnya
saya mengeluarkan seperenam dari karangan Husin bin Manshur. Belum sempat
berfikir macam-macam, syaikh AbduRrahman berkata kepada saya, "Bawalah
lembaran itu kepadanya dan katakan kepadanya, sesungguhnya saya telah
mempelajari jilid itu dan saya telah menukil beberapa syairnya ke dalam
karangan saya." Kemudian saya berangkat pulang.
Diriwayatkan
dari Hasan Al-Hadad yang mengatakan, "Saya bersama Abul Qasim Al-Munadi
ketika ia bercengkerama bersama orang-orang fakir. Saya duduk bersama mereka,
sampai Abul Qasim meminta saya mencari sesuatu. "Keluar dan bawalah
sesuatu untuk mereka!' Saya sangat senang mendapat tugas ini karena bisa
melayani orang-orang fakir. Saya mendatangi mereka dengan sesuatu setelah
memenuhi kebutuhan saya. Saya masuk kedalam rumah untuk mengambil keranjang,
lantas keluar. Ketika melewati lorong jalan besar yang penuh dengan deretan
para saudagar, saya dikejutkan oleh syaikh yang tiba-tiba berada di situ.
Wajahnya tampak berseri-seri. Saya sampaikan salam kepadanya kemudian bertanya,
"Orang-orang miskin saya pikir masih di majlis tuan, apakah tuan sudah
punya sesuatu untuk menjamu mereka ?"
Dia
diam sebentar kemudian menunjukkan kepada saya roti, daging dan anggur. Ketika
saya sampai di pintu, dia mendekati saya, dari arah belakang pintu dan
mendorongnya pada tempat dimana saya memasukinya. Sayapun kembali dan meminta
maaf kepada syaikh. Saya tidak menemukan mereka. Saya pikir mereka berpencar.
Saya menyampaikan alasan kepadanya, kemudian keluar mendatangi pasar dan
kembali membawa sesuatu. 'masuk'. Katanya.
Saya
duduk dan menceritakan kepadanya pengalaman saya.
"Benar, para saudagar yang kamu temui di jalan itu
adalah para penguasa. Jika engkau mendatangkan sesuatu pada kaum fakir, maka
berilah seperti ini.., tidak seperti itu (maksudnya yang diperoleh dari para
saudagar / kaum bangsawan).
Bersambung ke bagian VI
Sumber: manakib.wordpres.com
Posting Komentar
Posting Komentar