Ketika ditanya bagaimana
akhlak Rasulullah SAW, Aisyah binti Abu Bakar ra, istri Rasulullah yang paling
muda menjawab : "akhlaknya Al Qur'an". Benar, akhlak Rasulullah
merupakan cerminan Al-Qur'an. Simaklah Allah berfirman :"Dan Kami turunkan
kepadamu Al Qur'an agar kemu menerangkan kepada umatmanusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan" (QS.16:44). Maksud
keterangan dalam ayat ini bukan hanya yangdiucapkan, melainkan semua sikap dan
tindakan Rasulullah merupakan terjemahan hidup, dari kandungan Al-Qur'an. Bila
kita ingin memahami Al-Qur'an mari kita baca sirahnya, kita ikuti akhlaknya,
kita akan mengerti hakikat yang diajarkan Al Qur'an.
Bila kita kebingungan
mencari idola hidup,Rasulullah SAW adalah idola yang paling pantas dalam setiap
zaman. Tidak adasedikitpun dari kepribadiannya yang tidak baik. Semua sisi dari
prilakunya merupakan cerminan kebaikan. Allah berfriman : "Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi
orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatagan) hari kiamat dan dia
banyakmenyebut Allah (QS.33:21).
Bila kita ingin tahu
bagaimana maksud ayat (QS.4:135, QS.5:8) yang menegaskan bahwa keadilan harus
ditegakkan sebagai bukti ketaatan dan ketakwa kapada Allah SWT., kita lihat
bagaimana Rasulullah bertindak adil di antara istri-istrinya, di antara
sahabat-sahabatnya dan dalam kepemimpinannya.
Pernahkah kita membaca bahwa
Rasulullah bermain kolusi dengan sahabat-sahabat dekatnya? Mendahlukan
kepentigan pribadinya atau keluarganya? Memanfaatkan kedudukannya untuk
menumpuk kekayaan? Kekuasaan tidak membuat Rasulullah sombong. Karena ia
mengerti bahwa itu semata alat untuk menegakkan ajaran Allah. Prinsip Syura
benar-benar Rasulullah junjung tinggi. Bila syura menentukan suatu keputusan,
Rasulullah segera tunduk terhadap keputusan itu, sekalipun ia mempunyai
pendapat pribadi. Dalam keputusan perang Uhud misalnya, Rasulullah SAW
mengikuti keputusan syura untuk menghadapi kaum kafir Quraisy di Luar kota
Madinah, padahal ia mempunyai pendapat untuk menghadapinya di dalam kota.
Bahkan Rasulullah tidak sama
sekali segan untuk meminta pendapat dari seorang istrinya sekalipun dakam hal
besar yang berkaitan dengan urusan negara. Di dalam diri Rasulullah tergambar
cerminan kehambaan sejati kepada Allah. Sekecil apapun dari perilaku
kepemimpinannya adalah dalam rangka mentaati printah Allah yang Maha
Mengetahui. Dan dalam kesadaran bahwa kelak di hari Kiamat ia akan
mepertanggung jawabkan semuanya itu di depan Allah. Karenanya bagi Rasulullah
tidak ada bedanya sahabat dekat, keluarga atau orang lain, semuanya sama di
depan hukum, jika melanggar harus mendapatkan perlakuan sebagaimana mestinya. Lihatlah, suatu hari Usamah bin Zaid, ra., datang kepada Rasulullah SAW untuk membantu membebaskan atau meringankan hukuman bagi seorang wanita Bani Makhzum yang telah melakukan pencurian. Rasulullah SAW melihat sikap Usamah seketika marah, seraya bersabada : " Kau (wahai Usamah) akan membebaskan seseorang dari hukum yang telah Allah tentukan?! Melihat kejadian itu Rasulullah segera berdiri di depan khalayak, dan bersabda : "Sungguh orang-orang terdahulu sebelum kalian dihancurkan ( oleh Allah ) karena bila pemuka mereka mencuri dibebaskan dari hukum, dan bila orang-orang lemah yang mencuri ditimpakanlah kepada mereka hukuman. Demi Allah, seandainya Fatimah putri Muhammad melakukan pencurian, niscaya akan saya potong tangannya ".
Lalu bagaimana para pemimpin di Indonesia saat ini? Apakah masih banyak yang berat sebelah (= tegas kepada yang lain namun terhadap kelompoknya ia tidak tegas?)
Semoga pemimpin negara ini bertambah kemuliaan dan keagungannya supaya dapat melindungi dan
membimbing seluruh rakyat dalam keadaan aman, adil dan makmur dhohir maupun
bathin. Aamiin. (red.)
Penulis : DR. Amir Faishol Fath.
Sumber: pesantrenvirtual.com
Posting Komentar
Posting Komentar