Menu

TQN PP.Suryalaya

 

(Baginya akhirat adalah lebih utama
daripada dunia)

Tidak berapa lama setelah Sa'id memerintah di Himsh, sebuah delegasi datang menghadap Khalifah 'Umar di Madinah. Delegasi itu terdiri dari penduduk Hims yang di tugasi Khalifah mengamat-amati jalannya pemerintahan di Hims.
Dalam pertemuan dengan delegasi tersebut, Khalifah 'Umar meminta daftar fakir miskin Himsh untuk diberikan santunan.
Delegasi mengajukan daftar yang diminta Khalifah.

Di dalam daftar tersebut terdapat nama-nama si Fulan, dan nama Sa'id bin 'Amir Al-Jumahy.
Ketika Khalifah meneliti daftar tersebut, beliau menemukan nama Sa'id bin 'Amir Al-Jumahy. Lalu beliau bertanya, "Siapa Sa'id bin 'Amir yang kalian cantumkan ini ?"
"Gubernur kami" jawab mereka.
"Betulkah Gubernur kalian miskin ?" tanya Khalifah heran.
"Sungguh, ya Amirul Mu'minin ! Demi Allah, sering kali di rumahnya tidak kelihatan tanda-tanda api menyala (tidak memasak)," jawab mereka menyakinkan.
Mendengar perkataan itu, Khalifah 'Umar menangis, sehingga air mata beliau meleleh membasahi jenggotnya. Kemudian beliau mengambil sebuah pundi-pundi berisi uang seribu dinar.
"Kembalilah kalian ke Himsh, sampaikan salamku kepada Gubernur Sa'id bin 'Amir. Dan uang ini saya kirimkan untuk beliau, guna meringankan kesulitan-kesulitan rumah tangganya" ucap Khalifah 'Umar sedih.

Setibanya di Himsh, delegasi itu segera menghadap Gubernur Sa'id, menyampaikan salam dan uang kiriman Khalifah untuk beliau.
Setelah Gubernur Sa'id melihat pundi-pundi berisi uang dinar, pundi-pundi itu dijauhkannya dari sisinya seraya berucap, 'Inna lilahi wa inna ilaihi raji'un.
Mendengar ucapannya itu, seolah-olah suatu mara bahaya sedang menimpa nya. Karena itu isterinya segera menghampiri seraya bertanya,
"Apa yang terjadi, hai Sa'id...Meninggalkah Amirul Mukminin ?"
"Bahkan lebih besar dari itu !" jawab Sa'id sedih.
"Apakah tentara Muslimin kalah berperang ?" tanya isterinya pula.
"Jauh lebih besar dari itu" jawab Sa'id tetap sedih.
Apa pulakah gerangan yang lebih dari itu ?" tanya isterinya tak sabar.
"Dunia telah datang untuk merusak akhiratku. Bencana telah menyusup ke rumah tangga kita," jawab Sa'id mantap.
"Bebaskan dirimu daripadanya !" kata isteri Sa'id memberi semangat tanpa mengetahui perihal adanya pundi-pundi uang yang dikirimkan Khalifah Umar untuk pribadi suaminya.
"Maukah Engkau menolongku berbuat demikian ?" tanya Sa'id.
"Tentu...!" jawab isterinya bersemangat.
Maka Sa'id mengambil pundi-pundi uang itu, lalu disuruhnya isterinya membagi-bagi kepada fakir miskin.
Tidak berapa lama kemudian, Khalifah Umar berkunjung ke Syria, menginispeksi pemerintahan di sana. Dalam kunjungannya itu, Beliau menyempatkan diri singgah di Himsh.
Kota Himsh pada masa itu dinamai orang pula "Kuwaifah (Kufah kedil)", karena rakyatnya sering melapor kepada pemerintah pusat dengan kelemahan-kelemahan Gubernur mereka, persis seperti kelakuan masyarakat Kufah.
Tatkala Khalifah singgah di sana, rakyat mengelu-elukan beliau, mengucapkan Selamat Datang.
Khalifah bertanya kepada rakyat,
"Bagaimana penilaian Saudara-saudara terhadap kebijakan Gubernur ?"
"Ada empat macam kelemahan yang hendak kami laporkan kepada Khalifah" jawab rakyat.
"Saya akan pertemukan kalian dengan Gubernur Kalian," jawab Khalifah 'Umar sambil mendo'a : "Semoga sangka baik saya selama ini kepada Sa'id bin 'Amir tidak salah."

Maka tatkala semua pihak, yaitu Gubernur dan masyarakat telah lengkap berada di hadapan Khalifah, beliau bertanya kepada rakyat :
"Bagaimana laporan saudara-saudara tentang kebijakan Gubernur Saudara-saudara ?"
Pertanyaan Khalifah di jawab oleh seorang juru bicara.
Pertama : Gubernur selalu tiba di tempat tugas setelah matahari tinggi.
"Bagaimana tanggapan Anda mengenai laporan rakyat Anda itu, hai Sa'id ?" tanya Khalifah.
Gubernur Sa'id bin 'Amir Al-Jumahy diam sejenak, kemudian dia berkata :
"Sesungguhnya saya keberatan menanggapinya tetapi apa boleh buat. Keluarga saya tidak mempunyai pembantu, oleh karena itu tiap pagi saya terpaksa turun tangan membuat adonan roti lebih dahulu untuk mereka, sesudah adonan itu asam (siap untuk dimasak), terus saya buat roti kemudian saya berwudhu'. Sesudah itu barulah saya berangkat ke tempat tugas untuk melayani masyarakat."
"Apa lagi laporan Saudara-saudara ?" tanya Khalifah kepada Hadirin.

Kedua : "Gubernur tidak bersedia melayani kami pada malam hari" kata mereka kemudian.
"Bagaimana pula tanggapan Anda mengenai itu, hai Sa'id ?" tanya Khalifah.
"Ini sesungguhnya lebih berat bagi saya menanggapinya, terutama di hadapan umum seperti ini" kata Sa'id.
"Saya telah membagi waktu saya, siang hari untuk melayani masyarakat, malam hari untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah" lanjut Sa'id.
"Apa lagi" tanya Khalifah pada Hadirin.

Ketiga : "Gubernur tidak masuk kantor sehari penuh dalam sebulan" kata para Hadirin.
"Bagaimana pula tanggapan Anda, hai Sa'id ?" tanya Khalifah 'Umar.
"Sebagaimana telah saya terangkan tadi, saya tidak mempunyai pembantu rumah tangga.
Di samping itu saya hanya memiliki sepasang pakaian yang melekat di badan ku ini. Saya mencuci nya sekali sebulan dan bila saya mencucinya, saya terpaksa menunggu kering lebih dahulu. Sesudah itu barulah saya dapat keluar melayani masyarakat" ucap Sa'id menjelaskan.
"Nah, apa lagi laporan selanjutnya?" tanya Khalifah.

Keempat : "Sewaktu-waktu Gubernur menutup diri untuk bicara, Pada saat-saat seperti itu, biasanya beliau pergi meninggalkan majlis" kata hadirin.
"Silakan menanggapi, hai Gubernur Sa'id" kata Khalifah 'Umar.
"Ketika saya masih musyrik dulu, saya pernah menyaksikan Almarhum Khubaib bin 'Ady dihukum mati oleh kaum Quraisy kafir. Saya menyaksikan mereka menyayat-nyayat tubuh Khubaib berkeping-keping.
Pada waktu itu mereka bertanya mengejek Khubaib, "Sukakah engkau bila Muhammad menggantikan engkau, kemudian engkau kami bebaskan?"
Ejekan mereka itu di jawab oleh Khubaib, "Saya tidak ingin bersenang-senang dengan isteri dan anak-anak saya, sementara Nabi Muhammad tertusuk duri....."
"Demi Allah...!" kata Sa'id.
"Jika saya teringat akan peristiwa di waktu mana saya membiarkan Khubaib tanpa membelanya sedikit jua pun, maka saya merasa bahwa dosaku tidak akan diampuni Allah Subhanahu wa ta'ala" lanjut Sa'id.
"Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan ku" kata Khalifah 'Umar mengakhiri dialog itu.


Sekembalinya ke Madinah, Khalifah 'Umar mengirimi Gubernur Sa'id seribu dinar untuk memenuhi kebutuhannya. Melihat jumlah uang sebanyak itu, isterinya berkata kepada Sa'id :
"Segala puji bagi Allah yang mencukupi kita berkat pengabdianmu. Saya ingin uang ini kita pergunakan untuk membeli bahan pangan dan kelengkapan-kelengkapan lain nya. Dan saya ingin pula menggaji seorang pembantu rumah tangga untuk kita."
"Adakah usul yang lebih baik dari itu ?" tanya Sa'id kepada isterinya.
"Apa pulakah yang lebih baik dari itu ?" jawab isterinya balik bertanya.
"Kita bagi-bagikan saja uang ini kepada rakyat yang membutuhkannya, itulah yang lebih baik bagi kita," jawab Sa'id.
"Mengapa....???" tanya isterinya.
"Dengan begitu berarti kita mendepositokan uang ini kepada Allah. Itulah cara yang lebih baik," kata Sa'id.
"Baiklah kalau begitu," kata isterinya. "Semoga kita dibalasi Allah dengan balasan yang paling baik".
Sebelum mereka meninggalkan majlis, uang itu dimasukkan Sa'id ke dalam beberapa pundi, lalu diperintahkannya kepada salah seorang keluarganya :
"Pundi ini berikan kepada janda Si Fulan....Pundi ini kepada anak yatim Si Fulan....Ini kepada Si Fulan yang miskin...dan seterusnya !!
Semoga Allah Subhanahu wa ta'ala meridhai Sa'id bin 'Amir Al-Jumahy. Dia telah membeli akhirat dengan menghindari goda'an kemewahan dunia dan mengutamakan keridhaan Allah serta pahala yang berlipat ganda di akhirat, lebih dari segala-galanya. Aamiin...!!

Demikianlah kisah seorang Sahabat Rasulullah "Sa'id bin 'Amir Al-Jumahy" yang telah membeli akhirat dengan dunia, yang paling mengutamakan keridhaan Allah dari segala-galanya.

Sumber: putrabungsu.pun.bz

Posting Komentar

 
Top