JAMBI -- Direktur Pendidikan Pondok
Pesantren Kemenag, M Ace Syaifuddin mengatakan dari sisi subtansi Musabaqah
Qira'atil Kutub (MQK) tidak kalah dengan Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) karena
penggalian pemahaman isi kandungan Alquran sangat luas dan komprehensif.
MQT yang kini diselenggarakan di Pondok
Pesantren As'ad, Olak Kemang Danau Teluk Povinsi Jambi lebih dahsyat
dibandingkan dengan acara MTQ, kata Ace kepada pers di Jambi, Kamis.
"Selain penyelenggaraannya matang, materi
pembahasan kitab Kuning pun lebih mendalam. Kitab Kuning merupakan karya ulama
yang juga bersumber dari Alquran," katanya.
Ia melanjutkan melalui penyelenggaraan MQK bakal
melahirkan calon pemimpin yang benar-benar berkualitas dalam memahami kitab
kuning.
Perbedaan antara penyelenggaraan MTQ dan MQK,
lanjut dia, kalau MTQ hanya memahami dan membaca Al Quran dan lebih menonjolkan
seni membaca, akan tetapi MQK selain membaca, memahami juga mengkaji
kitab-kitab klasik karya ulama. "Jadi, pemahaman kitab klasik inilah yang
tidak ada di MTQ," tegas Ace.
Santri adalah calon pemimpin masa depan,
putra-putri bangsa yang memiliki kualitas pemimpin yang tidak diragukan dalam
hal keilmuan dan keimanannya. "Melalui MQK inilah ajang pertarungan santri
yang memiliki prestasi dan potensi besar untuk agama dan bangsa," ia
menjelaskan.
Sedangkan potensi yang digali dari acara MQK
pertama, adalah untuk melakukan evaluasi, sejauhmana para ustaz, guru
memberikan pelajaran dan bagaimana santri menyerap ilmu dari kitab kuning
sebagai referensi utama ponpes (maroji) bahwa kitab kuning adalah karya
monumental para ulama terdahulu.
"Jadi, tradisi memahami kitab kuning inilah
yang kita kuatkan," ujarnya.
Kedua, lanjutnya MQK sebagai ajang silaturahmi
antar pondok pesantren di seluruh Indonesia. Karenanya, kalau memang pemerintah
ingin menjadikan 1 Muharram sebagai hari santri nasional, maka dari MQK inilah
salah satu proses peringatan hari santri itu lahir.
"Untuk itu rencana hari santri nasional itu
memang harus ada, hingga menuju santri keemasan," ungkapnya.
Ketiga, tentu untuk melestarikan budaya dan
tradisi ulama melalui karya kitab kuning yang menjadi referensi utama pondok
pesantren, serta membentuk karakter kepribadian santri yang unggul, berkualitas
dan berkarakter.
Dijelaskan Ace, bahwa keberhasilan MQK sekarang
ini adalah atas kerja sama antara Pemrov Jambi, Kanwil Kemenag Jambi, dan
masyarakat Jambi serta Kemenag Pusat. Begitu juga atas partisipasi para peserta
dari Pondok Pesantren se Indonesia. "Kami berharap penyelenggaraan MQK
ditahun mendatang lebih baik lagi dan sukses," katanya.
Kitab Kuning Filter Generasi Muda
dari Radikalisasi
Kitab kuning memang menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kehidupan santri. Setiap hari mereka digembleng untuk terus
memahami dan mengaji isi kitab dari para kiai. Para generasi Qurani diyakini
menjadi benteng deradikalisasi selanjutnya.
Salah satu santriwati yang mengikuti Musabaqah
Qiraatil Kutub (MQK) ke-V, Rifqi Nazzahhanur mengaku, mengaji kitab sudah
menjadi bagian dari hidupnya sejak masuk madrasah ibtidaiyah. "Saya ingin
terus di pesantren mengaji kitab sampai nanti bisa masuk kuliah," katanya
kepada Republika, Ahad (7/9/2014).
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang
sudah ada di Indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan hingga sampai saat ini.
Perannya, baik dalam bidang keagamaan maupun pendidikan tak bisa dilepaskan
dari sejarah panjang bangsa Indonesia. Bahkan, Menteri Agama Lukman Hakim
Saifuddin menyebut pesantren selama ini sebagai benteng kokoh dari semua
potensi radikalisme.
Menurut Lukman, pemerintah perlu mengoptimalkan peran
pesantren dalam memperkokoh ideologi bangsa yang selama ini terbukti terus
mengayomi seluruh masyarakatnya dan membentengi mereka dari bahaya ideologi
transnasional. "Kementerian Agama berkomitmen untuk terus mendukung dan
mengoptimalkannya," ujarnya dalam pembukaan MQK V di Jambi beberapa waktu lalu.
Acara MQK, Lukman menambahkan, tidak hanya sekedar
menjadi ajang perlombaan, tetapi juga salah satu cara untuk melestarikan
tradisi akademik pesantren. Selain itu juga sebagai peneguhan atas identitas
Islam Indonesia yang rahmatan lil alamin, menghargai keragaman, mengayomi dan
bermanfaat untuk semua.
"Dengan meneguhkan bacaannya pada kitab-kitab
kuning yang menjadi rujukan dalam musabaqah ini, insya Allah akan melahirkan
santri-santri yang santun, berfikir rasional, dan tidak melakukan tindakan
kekerasan dengan mengatasnamakan agama," ujar mantan Anggota MPR ini.
Posting Komentar
Posting Komentar