Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Masih banyak yang beranggapan bila orang matinya tidak wajar seperti karena gantung diri, dianiaya atau tabrakan maka arwahnya akan gentayangan selama 40 hari, bahkan ada yang meminta sesuatu agar arwahnya bisa tenang, kalau tidak dipenuhi dia mengancam akan muncul lagi dan mengganggu keluarganya.
Benarkah anggapan yang demikian ini ? Dalam catatan ini kita akan mencoba menelusuri tentang kebenaran FAKTANYA..

ARWAH orang yang telah meninggal dunia ketika keluar dari jasad akan berada pada suatu tempat sesuai dengan derajat dan amal orang tersebut :
Arwah para Nabi bertempat di surga dengan menikmati segala kenikmatannya
Arwah para Syuhadaa' berada pada perut burung hijau yang berlalu lalang disurga sembari menikamati makanan dan minuman surga
Arwah orang Mukmin yang taat berada di taman surga namun belum bisa menikmati hidangan surga melainkan hanya bisa menikmati panoramanya
Arwah orang Mukmin yang durhaka berada diruang angkasa antara bumi dan langit
Arwah orang kafir yang mengingkari Tuhannya berada pada perut burung berwarna hitam di tempat bernama Sijjin yang berada dilapisan bumi ketujuh dengan mengalami siksaan yang pedih
Dalam sebuah Hadits Nabi Muhammad SAW bersabda
لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر
"Tidak ada (penyakit) menular, ramalan buruk, arwah gentayangan dan cacing kudis (yang menular)" (HR Bukhari dan Muslim)

Redaksional hadits tersebut dengan menggunanakan nafi pada lafadz (لا هامة) yang mengindikasikan bahwa fenomena arwah orang mati gentayangan TIDAK TERJADI. Hadits ini sesuai dengan sebuah ayat dalam AlQuran

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir" (QS. 39:42).

Dalam menafsiri ayat ini Imam AlQurthuby dengan mengutip beberapa pendapat Ulama' Ahli Tafsir mengatakan bahwa ketika seseorang tidur akan bisa terjadi perjumpaan antara ruhnya dengan ruh-ruh orang yang telah mati,keduanya saling mengutarakan keadaan masing-masing, dan ketika keduanya hendak kembali ke jasad mereka masing-masing, Allah SWT menahan ruh orang yang telah mati dan melepas ruh orang yang masih hidup. Sehingga sangat mustahil arwah ORANG MATI yang berada dalam genggaman Allah dan menjalani ketentuannya masing-masing akan gentayangan dalam wujud hantu.

Dari keterangan tempat arwah setelah berpisah dari jasad dan dalil nash yang berkaitan dengannya, klaim yang paling logis perihal fenomena diatas adalah bahwa hantu atau arwah gentayangan ini merupakan penjelmaan jin (khususnya Jin Qorin).

Jin Qorin adalah jin yang selalu dekat menyertai orang sejak lahir hingga kematian. Qorin inilah yang paham betul dengan tipikal, kebiasaan dan kepribadian orang yang disertainya sehingga tidak aneh jika Qorin sanggup menjawab hal-hal yang bersifat intim dan privasi serta bisa meniru gaya, perilaku bahkan menyamar menjadi orang yang disertainya ketika hidup. Dalam sabdanya Rasulullah SAW telah menegaskan mengenai eksistensi Qorin ini

"Tidaklah seorang pun dari kalian kecuali telah ditetapkan JIN yang menyertainya" (HR. Muslim dan Ahmad)

Dan bukti bahwa hantu atau arwah gentayangan tersebut adalah jelmaan Jin berdasarkan apa yang tersirat dalam Hadits Nabi :

"Jin ada tiga kelompok, ada yang mempunyai sayap dan bisa terbang, ada yang menyerupai ular, dan ada yang bisa berjalan dan bergerak (seperti manusia).(H.R. Tabrani).

Berdasarkan keterangan dari Imam Az-Zuhaily golongan jin yang ketiga inilah yang biasanya menjelma dan menampakkan diri dalam wujud hantu apalagi jin memang diberi kemampuan untuk menjelma dalam bentuk yang beraneka ragam.

Adapun perihal arwah orang yang mati tidak wajar gentayangan selama 40 hari memang memiliki relevansi kebenaran jika yang dimaksud adalah arwah orang-orang ahli maksiat, namun kendati demikian arwah tersebut tidak menjelma dalam bentuk hantu dan juga tidak terbatas dalam masa 40 hari saja tetapi mereka menempati dalam ruang antara bumi dan langit dan dalam masa yang dikehendaki oleh Allah SWT.
Wa Allaahu A'lamu bi as-Shawaabi

REFERENSI : Sab'ah Kutub al-Mufiidah 186, Anwaar al-Buruuq 2/227, Tafsiir Al-Qurthuuby 15/260, Faidh al-Qadiir 1/111-112, I'aanah at-Thaalibiin 2/107

https://www.facebook.com/groups/pemudatqnsuryalaya/permalink/302454769840297/

Posting Komentar

 
Top