Gunung Salak,tempat tragedi jatuhnya Pesawat Sukhoi Super Jet 100 beberapa waktu yang lalu |
Dari beberapa puncak gunung Salak, di puncak gunung Salak I terdapat sebuah makam. Dan di makam tersebut tertulis "Makam Mbah Salak". Mbah Salak tersebut tak lain adalah Raden KH Moh Hasan Bin R KH Bahyudin Praja Kusumah . Beliau adalah keturunan Wali dari Syech Sunan Rochmat, Eyang Prabu Kian Santang, anak dari Sri Baduga Maharaja, sang penguasa Jawa Barat.
Meski demikian, makam tersebut bukanlah tempat peristirahatan dari Mbah Salak. Makam tersebut bukan kuburan, makam itu merupakan salah satu tempat semedi/Khalwat Mbah Salak semasa hidupnya.
Makam yang berada di titik ketinggian 2.211 Mdpl ini jarang dikunjungi oleh para pendaki karena dipercaya ada sesuatu yang mistik. Apalagi ditambah dengan makam Pangeran Santri yang letaknya berada tak begitu jauh ke arah turun menuju Desa Girijaya, Cidahu yang juga dianggap angker oleh penduduk.
Dari berbagai keterangan ahli sejarah Jawa Barat, di Gunung Salak terdapat banyak sekali tempat petilasan atau tempat bersemedi para raja dan pengikutnya. Petilasan suci itu tersebar di berbagai titik. Seperti petilasan milik raja Pakuan Padjajaran, Prabu Sri Baduga Maharaja di kaki Gunung Salak di daerah Bogor dengan total mencapai lebih dari 91 lokasi. Diperkirakan, bisa ratusan jumlahnya karena pertapa dalam agama Hindu mensucikan Gunung Salak.
Di sana juga terdapat makam kuno yang berusia ratusan tahun dengan jumlah mencapai lebih dari 40 makam. Makam itu milik pemuka agama Hindu yang wafat dan dikuburkan di Gunung Salak. Sehingga, banyak yang menganggap jika ingin memasuki wilayah Gunung Salak, harus menjaga perilaku dan sopan santun.
Banyak yang mengira nama Gunung Salak berasal dari nama tanaman Salak, akan tetapi sesunguhnya nama gunung ini berasal dari bahasa Sansekerta "Salaka" yang berarti perak. Maka Gunung Salak bermakna "Gunung Perak."
Budayawan dan Sejarawan Bogor, Eman Sulaeman mengemukakan diberbagai media, di kaki Gunung Salak pernah berdiri kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat dengan nama Salakanagara pada abad ke-4 dan 5 Masehi. Gunung Salak merupakan gunung berapi yang mempunyai dua puncak, yakni Puncak Salak I dan II. Letak astronomis puncak gunung ini ialah pada 6°43' LS dan 106°44' BT. Tinggi puncak Salak I, 2.211 meter dan Salak II, 2.180 meter dpl. Ada satu puncak lagi bernama Puncak Sumbul dengan ketinggian 1.926 meter dpl.
Gunung Salak dan Pesawat Jatuh
Bogor (ANTARA News) - Boleh dikata Gunung Salak yang ada di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat, adalah sebuah "kuburan" pesawat terbang karena sudah sering kecelakaan pesawat terjadi di gunung ini.
Bahkan banyak orang yang mengaitkan gunung ini dengan hal-hal mistis, diantaranya karena selimut tebal kabut di gunung ini yang bagi sebagian orang dianggap misterius.
Namun, secara logika, kabut tebal di gunung ini memang secara tidak langsung akan mengganggu perjalanan pesawat terbang seperti terjadi pada pesawat buatan Rusia, Sukhoi Superjet (SJJ) 100 yang diduga menabrak tebing gunung ini.
Bagi pegiat alam bebas, karakteristik gunung tersebut terbilang unik dibandingkan gunung-gunung lain di Pulau Jawa. Karakteristiknya menyerupai gunung di Bukit Barisan yang membelah Sumatera.
Gunung Salak juga menelan banyak korban dari kalangan pendaki gunung. Medannya yang ekstrem ditambah hutan yang lebat membuat orang yang kurang memahami alam bebas, tersesat.
Mengutip Wikipedia, hutan di Gunung Salak terdiri dari hutan pegunungan bawah (submontane forest) dan hutan pegunungan atas (montane forest).Bagian bawah kawasan hutan, semula adalah hutan produksi kelolaan Perum Perhutani.
Di antara jenis pohon yang ditanam di sini adalah tusam (Pinus merkusii), rasamala (Altingia excelsa).
Pada beberapa lokasi, terutama arah Cidahu, Sukabumi, ditemukan pula jenis tumbuhan langka bernama Rafflesia rochussenii yang menyebar terbatas sampai Gunung Gede dan Gunung Pangrango di dekatnya.
Bukan jalur penerbanganLalu, mengapa Gunung Salak disebut sebagai "kuburan" pesawat terbang?
Dari catatan sejumlah media online, di gunung yang masuk ke wilayah Taman Nasional Gunung Salak Halimun ini memang kerap terjadi rangkaian kecelakaan pesawat. Pada 15 April 2004, pesawat Paralayang Red Baron GT 500 milik Lido Aero Sport, jatuh di Desa Wates Jaya, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Tiga orang tewas akibat kecelakaan ini.
20 Juni 2004, pesawat Cessna 185 Skywagon, jatuh di Danau Lido, Cijeruk, Bogor. Lima orang tewas. Kemudian pada Juni 2008, pesawat Casa 212 TNI AU jatuh di Gunung Salak di ketinggian 4.200 kaki dari permukaan laut. Kecelakaan ini menewaskan 18 orang.
30 April 2009, tiga orang tewas setelah kecelakaan terjadi pada pesawat latih Donner milik Pusat Pelatihan Penerbangan Curug jatuh di Kampung Cibunar, Desa Tenjo, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor.
Selanjutnya yang terakhir ini, pesawat SSJ-100 buatan Rusia berpenumpang 46 orang jatuh pada 9 April 2012.
Sejumlah kalangan keheranan mengapa Sukhoi yang malang ini turun ke ketinggian yang justru di bawah tinggi gunung.
Staf Ahli Menristek Bidang Pertahanan Keamanan Hari Purwanto bahkan menyatakan penerbangan melalui kawasan Gunung Salak seharusnya tidak dilakukan pada ketinggian 6.000 kaki karena tinggi gunung itu sendiri sekitar 2.200 meter. Belum lagi awan tebal selalu meliputi pegunungan itu.
"Biasanya penerbangan dari Halim menuju Pelabuhan Ratu di ketinggian 12.000 kaki dan standar minimum 8.000 kaki, tapi Sukhoi ini terbang dari ketinggian 10.000 kaki, mengapa turun ke 6.000 kaki?" kata Hari Purwanto di Makassar, Kamis.
Pesawat Sukhoi Super Jet 100 buatan Rusia yang sempat hilang kontak saat Joy Flight dari Halim Perdanakusuma ke Pelabuhan Ratu diperkirakan menabrak pinggir tebing Gunung Salak. 45 orang yang menumpangi pesawat ini diperkirakan tewas.
Hari menyebutkan tiga faktor yang mungkin menyebabkan sebuah pesawat jatuh di Gunung Salak. Ketiganya adalah faktor cuaca, faktor kesalahan manusia, dan faktor kelaikan pesawat.
Ia mengingatkan bahwa jalur penerbangan Bandara Halim Perdanakusuma ke Pelabuhan Ratu via Gunung Salak, bukan jalur penerbangan. Pun bukan area aman untuk penerbangan, apalagi bagi pilot yang tidak terlalu mengerti medan di sana.
Pesawat Sukhoi yang telah dipesan penerbangan swasta Indonesia untuk penerbangan komersil itu diakuinya sudah diuji di sejumlah negara lain sebelum diuji di Indonesia, seperti Myanmar atau negara yang pasarnya terbuka bagi pesawat di luar Boeing, Airbus dan lainnya.
Hari mengungkapkan, pada masa lalu, semua pesawat yang akan digunakan di Indonesia harus melalui kajianatau review teknologi dari BPPT. Namun sejak satu dekade ini review itu tidak dilakukan lagi. (*)
Lukisan Tempo Dulu "Gunung Salak" oleh Raden Saleh |
Posting Komentar
subhanallah
alhamdulilllah... nambah info
alhamdulillah thx kang
Posting Komentar