“Siapa kira orang miskin tidak bisa naik haji. Karena sedekah, tukang becak yang satu ini justru mendapatkan keberkahan untuk menunaikan rukun Islam kelima.”
(Becak) |
Pak Parman, demikian
orang-orang memanggilnya. Dia hanyalah seorang tukang becak. Sudah bisa
ditebak, berapa kekayaannya? Dia hanya punya tempat tinggal, dan itu pun kost
di tempat yang kumuh, yang gentengnya sewaktu-waktu bisa bocor karena hujan.
Meski begitu, Pak Parman memiliki budi yang sangat mulia. Kemiskinan yang
merenggut kehidupannya, tidak menutup mata batinnya untuk selalu berbagi kepada
orang lain.
“Siapa kira orang miskin
tidak bisa naik haji. Karena sedekah, tukang becak yang satu ini justru
mendapatkan keberkahan untuk menunaikan rukun Islam kelima.”
Tapi, bukan harta yang
bisa ia sumbangkan. Sebab, untuk makan sehari-hari saja sulit, apalagi berniat
untuk berbagi harta kepada orang lain. Maka, yang hanya bisa dilakukan Pak
Parman adalah “sedekah jasa”. Yaitu, setiap hari Jum’at ia menggratiskan semua
penumpang yang naik becaknya. Ini adalah hal yang luar biasa. Tidak semua orang
bisa melakukannya, apalagi orang miskin seperti dirinya. Maka, atas kebaikannya
itulah, suatu “keberkahan hidup” kemudian menghampirinya.
Suatu ketika, di hari
Jum’at pertama bulan Ramadhan, tiba-tiba, ada orang yang kaya raya mobilnya
mogok. Kebetulan, mogoknya tidak jauh dari pangkalan becak Pak Parman. Orang
kaya itu pun bertanya kepada supirnya, “Pir, kalau naik becak kira-kira
ongkosnya berapa ya?”
“Paling juga dua sampai
tiga ribuan,” jawab supir kepada majikannya.
Orang kaya tersebut pun
memutuskan naik becak karena sebenarnya jarak dirinya dengan rumahnya sudah
lumayan dekat. Maka, dipanggillah tukang becak yang ada di pangkalan tersebut
dan kebetulan Pak Parman yang datang. Lalu, digoeslah becak itu oleh Pak Parman
menuju rumah orang kaya tersebut. Setelah sampai di tempat, Pak Parman dikasih
uang 10 ribu dan tidak usah dikembalikan. Namun, oleh Pak Parman uang itu
ditolaknya.
“Kenapa Bapak menolaknya?”
tanya orang kaya itu..
“Saya sudah meniatkan dari
dulu, kalau setiap Jum’at saya menggratiskan semua penumpang yang naik becak
saya,” jawabnya jujur.
Setelah itu, Pak Parman
pun pergi meninggalkan orang kaya tersebut. Rupanya, kejadian itu sangat
membekas di hati orang kaya tersebut. Orang kaya seperti dirinya saja tidak
pernah sedekah, ini orang miskin malah melakukannya dengan begitu tulus. Lalu,
dikejarlah Pak Parman. Setelah dapat, Pak Parman pun dikasih uang satu juta.
Orang kaya itu pikir, Pak Parman akan menerimanya karena uangnya besar. Tapi,
Pak Parman tetap menolaknya. Lalu, dinaikkan lagi menjadi dua juta dan tetap
Pak Parman menolaknya. Alasan Pak Parman sama: dia tidak menerima uang sepeser
pun di hari Jum’at untuk jasa ojek becaknya. Sebab, dia sudah meniatkannya
untuk bersedekah. Subhanallah!
Tapi, hal ini justru
membuat orang kaya tersebut semakin penasaran. Maka Jum’at berikutnya (di hari
Ramadhan juga), orang kaya itu pun naik becak lagi. Ia sengaja meninggalkan
supirnya untuk pulang ke rumah sendiri dan dia lebih memilih berhenti di
pangkalan itu untuk bisa naik becak Pak Parman. Maka diantarlah orang kaya
tersebut ke rumahnya oleh Pak Parman. Setelah sampai, Pak Parman pun diberikan
uang yang lebih besar lagi, kali ini 10 juta. Orang kaya itu pikir Pak Parman
akan tergoda oleh uang sebanyak itu. Tapi, lagi-lagi, perkiraannya meleset. Pak
Parman, sekali lagi, menolak uang yang bagi dia itu sebenarnya sangat besar.
Apalagi, sebentar lagi akan Lebaran dan uang itu pasti akan berguna buat
dirinya dan keluarganya. Tapi, orangtua itu menolaknya dengan halus.
Kejadian ini benar-benar
membuat orang kaya tersebut tidak mengerti. Kenapa orang miskin seperti Pak
Parman tidak mau menerima uang sebesar itu? Padahal, uang itu bisa ia gunakan
selama berbulan-bulan. Namun, rasa penasaran orang kaya itu rupanya tidak
pernah berhenti. Jum’at berikutnya, dia pun naik becak milik Pak Parman lagi.
Namun, kali ini ia minta diantarkan ke tempat yang lain.
“Pak, antarkan saya ke
rumah Bapak,” pinta orang kaya.
“Memangnya, ada apa, Pak?”
jawab Pak Parman polos.
“Pokoknya, antarkan saya
saja.”
Akhirnya, Pak Parman
terpaksa mengantarkan orang kaya itu ke rumahnya. Mungkin orang kaya itu hanya
ingin menguji: apakah tukang becak itu benar-benar orang miskin ataukah tidak?
Mereka pun akhirnya sampai di rumah Pak Parman. Betapa terkejutnya orang kaya
itu, karena rumah yang dimaksud hanyalah sebuah rumah kost yang sangat jelek.
Gentengnya sewaktu-waktu bisa roboh karena terpaan air hujan. Karena sangat iba
melihat kejadian itu, orang itu pun merogoh uangnya sejumlah Rp. 25 juta.
“Ini Pak, uang sekedarnya
dari saya. Mohon Bapak menerimanya,” pinta orang kaya kepada Pak Parman.
Apa reaksi Pak Parman?
Ternyata, dengan halus dia pun tetap menolaknya. Hal ini benar-benar sangat
mengejutkan orang kaya itu. Bagaimana bisa orang semiskin dia menolak uang
pemberian sebesar Rp. 25 juta? Kalau bukan dia adalah lelaki yang luar biasa,
yang memiliki budi yang sangat luhur.
Akhirnya orang kaya itu pun
menyerah. Dia benar-benar kalah dengan ketulusan hati Pak Parman. Ia percaya
bahwa apa yang dilakukan Pak Parman benar-benar tulus dari hatinya. Ia
benar-benar tidak tergoda oleh indahnya dunia dan kilaunya uang jutaan rupiah.
Mungkin ia satu pribadi yang langka dari 1000 orang yang ada, yang
sewaktu-waktu hanya muncul di dunia. Luar biasa!
Tapi, orang kaya itu
berjanji bahwa suatu saat ia akan memberikan yang terbaik buat tukang becak
yang berhati mulia tersebut. Sebab, mungkin, baru kali ini hatinya terusik lalu
disadarkan oleh orang miskin yang hanya seorang tukang becak. Dan waktu pun
terus berlalu.
Lebaran telah tiba. Pak
Parman dan orang kaya itu tidak bertemu lagi. Menjelang Lebaran Haji (Idul
Adha), orang kaya itu kembali menemui Pak Parman di rumah kostnya. Kembali ia
pun datang di hari Jum’at. Mudah-mudahan kali ini niatnya tidak sia-sia.
Setelah mereka bertemu, di depan Pak Parman orang kaya kemudian bicara terus
terang, “Pak, mohon kali ini niat baik saya diterima. Bapak dan istri serta
anak Bapak akan saya berangkatkan haji ke Tanah Suci. Sekali lagi, mohon Bapak
menerima niat baik saya ini?”
Pak Parman menangis di
depan istri dan anak semata wayangnya. Pergi ke Mekkah saja tidak pernah ia
bayangkan sejak dulu, ini apalagi ia dan keluarganya akan diberangkatkan naik
haji. Ini benar-benar hadiah yang sangat luar biasa dari Allah swt. Tawaran
orang kaya itu pun diterima Pak Parman dengan setulus hati.
Maka, Pak Parman dan
keluarganya pun akhirnya pergi haji. Ya, seorang tukang becak yang miskin tapi
memiliki hati yang sangat mulia akhirnya bisa melihat keagungan Ka’bah di
Mekkah al-Mukarramah dan makam Nabi Muhammad saw di Madinah. Kebaikannya
dibalas oleh Allah. Ia yang menolak satu juta, dua juta, 10 juta, hingga Rp. 25
juta, tapi Allah menggantinya dengan haji ke Baitullah, bersama istri dan
anaknya! Jadi, berapa kali lipatkah keberkahan yang didapatkan Pak Parman
karena sedekah yang ia lakukan setiap hari Jum’at?! Subhanallah!
Bahkan, tidak saja
dihajikan secara gratis, Pak Parman akhirnya dibuatkan rumah oleh orang kaya
tersebut. Maka, semakin berkahlah hidup si tukang becak berhati mulia itu. Dan
sejak itu, Pak Parman pun bisa tinggal di sebuah tempat yang nyaman dan tidak
memikirkan lagi uang untuk kost di bulan berikutnya.
Demikian kisah tukang
becak yang bisa naik haji karena sedekah yang dilakukannya. Apakah kita sudah
seperti Pak Parman? Dia yang miskin masih memikirkan untuk berbagi untuk orang
lain, apalagi kita yang mungkin lebih mampu dibandingkan dia. Mudah-mudahan
kita bisa mengikuti jejaknya, terutama dalam hal ketulusannya dalam berbagi!
Aamiin.
Dokumen no.260 di Facebook Pemuda TQN Suryalaya
Posting Komentar
Partisipasi dan amal jariyah dalam perluasan dan pembangunan masjidil
haram dan masjid Nabawi
1. Niat Ibadah ( dari Allah,Karena Allah dan untuk Allah)
2. Membawa beberapa batu kerikil kecil yang Haq dari tanah air
3. Point no 2 dapat dibawa sendiri/ dititipkan kepada Jamaah yang akan
berangkat Umroh dan Haji
4. Batu kerikil diletakkan diarea yg sedang dibangun/di Cor semen
5. Atau dititipkan kepada pekerja pembangunan agar diletakkan ditempat
tersebut
6. Mudah-mudahan Allah Ridho dengan apa yang kita kerjakan
* Umumnya waqaf qur'an
* Tidak ada kotak amal di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
* Mungkin Batu kerikil tidak berarti untuk sebagian orang,akan tetapi
jika diletakkan di kedua Masjid tersebut,paling tidak batu kerikil ini
akan menjadi bagian terkecil dari bangunan tersebut.
* Moment Perluasan dan Pembangunan Masjidil haram dan Masjid Nabawi
Posting Komentar