Shalat Tarawih yang memiliki banyak keutamaan. |
Shalat Tarawih merupakan salah satu dari rangkaian ibadah yang penting di bulan Ramadhan. Ada beberapa pendapat mengenai bilangan rakaat yang
dilakukan kaum muslimin pada bulan Ramadhan sebagai berikut:
1. Madzhab Hanafi
Sebagaimana dikatakan Imam Hanafi dalam kitab Fathul
Qadir bahwa Disunnahkan kaum muslimin berkumpul pada bulan Ramadhan
sesudah Isya’, lalu mereka shalat bersama imamnya lima Tarawih (istirahat),
setiap istirahat dua salam, atau dua istirahat mereka duduk sepanjang
istirahat, kemudian mereka witir (ganjil).
Walhasil, bahwa bilangan rakaatnya 20 rakaat selain witir
jumlahnya 5 istirahat dan setiap istirahat dua salam dan setiap salam dua
rakaat = 2 x 2 x 5 = 20 rakaat.
2. Madzhab Maliki
Dalam kitab Al-Mudawwanah al Kubro, Imam
Malik berkata, Amir Mukminin mengutus utusan kepadaku dan dia ingin mengurangi
Qiyam Ramadhan yang dilakukan umat di Madinah. Lalu Ibnu Qasim (perawi madzhab
Malik) berkata “Tarawih itu 39 rakaat termasuk witir, 36 rakaat tarawih dan 3
rakaat witir” lalu Imam Malik berkata “Maka saya melarangnya mengurangi dari
itu sedikitpun”. Aku berkata kepadanya, “inilah yang kudapati orang-orang
melakukannya”, yaitu perkara lama yang masih dilakukan umat.
Dari kitab Al-muwaththa’, dari Muhammad bin
Yusuf dari al-Saib bin Yazid bahwa Imam Malik berkata, “Umar bin Khattab
memerintahkan Ubay bin Ka’ab dan Tamim al-Dari untuk shalat bersama umat 11
rakaat”. Dia berkata “bacaan surahnya panjang-panjang” sehingga kita terpaksa
berpegangan tongkat karena lama-nya berdiri dan kita baru selesai menjelang
fajar menyingsing. Melalui Yazid bin Ruman dia berkata, “Orang-orang melakukan
shalat pada masa Umar bin al-Khattab di bulan Ramadhan 23 rakaat”.
Imam Malik meriwayatkan juga melalui Yazid bin Khasifah
dari al-Saib bin Yazid ialah 20 rakaat. Ini dilaksanakan tanpa wiitr. Juga
diriwayatkan dari Imam Malik 46 rakaat 3 witir. Inilah yang masyhur dari Imam
Malik.
3. Madzhab as-Syafi’i
Imam Syafi’i menjelaskan dalam kitabnya Al-Umm,
“bahwa shalat malam bulan Ramadhan itu, secara sendirian itu lebih aku sukai,
dan saya melihat umat di madinah melaksanakan 39 rakaat, tetapi saya lebih
suka 20 rakaat, karena itu diriwayatkan dari Umar bin al-Khattab. Demikian pula
umat melakukannya di makkah dan mereka witir 3 rakaat.
Lalu beliau menjelaskan dalam Syarah al-Manhaj yang
menjadi pegangan pengikut Syafi’iyah di Al-Azhar al-Syarif, Kairo Mesir bahwa
shalat Tarawih dilakukan 20 rakaat dengan 10 salam dan witir 3 rakaat di setiap
malam Ramadhan.
4. Madzhab Hanbali
Imam Hanbali menjelaskan dalam Al-Mughni
suatu masalah, ia berkata, “shalat malam Ramadhan itu 20 rakaat, yakni shalat
Tarawih”, sampai mengatakan, “yang terpilih bagi Abu Abdillah (Ahmad Muhammad
bin Hanbal) mengenai Tarawih adalah 20 rakaat”.
Menurut Imam Hanbali bahwa Khalifah Umar ra, setelah kaum
muslimin dikumpulkan(berjamaah) bersama Ubay bin Ka’ab, dia shalat bersama
mereka 20 rakaat. Dan al-Hasan bercerita bahwa Umar mengumpulkan kaum muslimin
melalui Ubay bin Ka’ab, lalu dia shalat bersama mereka 20 rakaat dan tidak
memanjangkan shalat bersama mereka kecuali pada separo sisanya. Maka 10 hari
terakhir Ubay tertinggal lalu shalat dirumahnya maka mereka mengatakan, “Ubay
lari”, diriwayatkan oleh Abu Dawud dan as-Saib bin Yazid.
Kesimpulan
Kesimpulan
Dari apa yang kami sebutkan itu kita tahu bahwa para
ulama’ dalam empat madzhab sepakat bahwa bilangan Tarawih 20 rakaat. Kecuali
Imam Malik karena ia mengutamakan bilangan rakaatnya 36 rakaat atau 46 rakaat.
Tetapi ini khusus untuk penduduk Madinah. Adapun selain penduduk Madinah, maka
ia setuju dengan mereka juga bilangan rakaatnya 20 rakaat.
Para ulama ini beralasan bahwa shahabat melakukan shalat
pada masa khalifah Umar bin al-Khattab ra di bulan Ramadhan 20 rakaat atas
perintah beliau. Juga diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang shahih dan
lain-lainnya, dan disetujui oleh para shahabat serta terdengar diantara
mereka ada yang menolak. Karenanya hal itu menjadi ijma’, dan ijma’ shahabat
itu menjadi hujjah (alasan) yang pasti sebagaimana ditetapkan
dalam Ushul al-Fiqh.
KH Muhaimin Zen
Ketua Umum Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) NU
Ketua Umum Pengurus Pusat Jam’iyyatul Qurra’ wal Huffadz (JQH) NU
Sumber:
http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=24663
Posting Komentar
Posting Komentar