KULIAH SUBUH : Masjid Nurul Asror Suryalaya (Manakib Juni 2006)
Oleh : Ajengan Drs. H. Dadi Hermawan
Ternyata bahwa amalan kita ini Tarekat Qodiriyyah wa Naqsabandiyah (TQN) mempunyai prinsif dasar yang harus kita pegang bersama, kalau kita ingin benar-benar diakui muridnya Sulthonu Auliya Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani. Kalau di Negara kita itu ada istilah Pancasila (lima dasar) yang menjadi dasar pegangan hidup bangsa Indonesia. Jauh-jauh sebelumnya dalam ajaran Thorekat Qodiriyah Naqsabandiyah (TQN) ini sebagaimana kalau Pancasila yang syah dan diakui kebenarannya tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4. Kalau prinsif dasar ajaran TQN ini “Al-Ushuulul Qoodiriyyah Khomsatun” yaitu yang tercantum dalam kitab miftahush shudur. Kita saling mengingatkan saja, karena hal-hal tersebut sering diucapkan oleh guru-guru kami.
Apa itu prinsif dasar yang harus dipegang bagi orang pengamal TQN ini :
1. ‘Uluwwu Himmah yaitu bagi seseorang pengamal TQN harus mempunyai cita-cita yang tinggi.
2. Hifdul Hurmah yaitu Dia pengamal itu harus menjaga kehormatannya.
3. Husnul Hidmah yaitu Pengamal harus melayani dengan baik
4. Nufudul ‘Uzmah yaitu Pengamal harus melaksanakan keputusan / mempunyai tekad yang kuat.
5. Wata’dhimul Nikmah yaitu Pengamal harus selalu megagungkan nimat yang diberikan kepada kita sekalian.
Amalan-amalan kita ini mempunyai lima (05) dasar (salah satu diantaranya):
‘Uluwwu Himmah yaitu bahwa seseorang pengamal TQN harus mempunyai cita-cita yang tinggi, apalah artinya cita-cita yang tinggi? Apakah cita-cita yang tinggi ini seorang pengamal TQN harus mempunyai cita-cita ingin mempunyai harta yang banyak, jabatan tinggi, ingin dihargai, dll. Bukanlah kesana maksud dan tujuannya tetapi yang dinamakan ‘uluwwu himmah itu adalah bagi seorang pengamal mempunyai cita-cita tinggi yang selalu ingin dekat dengan Allah SWT.
Punya cita-citakah kita ingin selalu dekat dengan Allah SWT?tentunya dengan melaksanakan amalan-amalan seperti ini (Manaqiban, khotaman, dll) tiada lain maksud dan tujuannya yaitu ingin selalu dekat dengan Allah SWT. Amiin. Tapi ternyata ingin dekat dengan Allah SWT tidak semudah kita membalikkan kedua telapak tangan yang mesti harus melalui perjuangan-perjuangan, proses pengorbanan yang harus kita korbankan serta kita lalui demi untuk dekatnya diri kita dengan Allah SWT. Lalu pengorbanan apa yang dimaksud? Perjuangan apa? Langkah serta proses apa yang harus kita lalui dalam mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. ‘Ulama-‘ulama sufi memberikan penjelasan untuk mencapai hal seperti itu harus melalui proses taubat? Mengapa? Karena proses taubat ini merupakan langkah awal yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam beribadah kepada Allah SWT dan menginginkan untuk dekat dengan Allah. Karena Allah SWT Maha Suci, maka kitapun sebagai seorang hamba yang menginginkan dekat kepada-Nya harus suci pula. Mana dapat Allah SWT akan didekati oleh kita sebagai seorang hamba yang penuh dengan dosa? Walaupun begitu kita harus tetap berusaha untuk selalu membersihkan diri kita agar dekat dengan Allah SWT, yaitu melalui proses taubat? Mengapa demikian? karena proses tersebut merupakan langkah awal untuk melangkah kepada maqom selanjutnya. Nah maqom-maqom inilah yang harus ditempuh lebih awal bagi seorang pengamal TQN dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Syekh Qusyairi mengatakan bahwa : “At-taubatu awwalu manzili min manaazilis saalikin wa-awwalu maqoomin min maqoomith tholibin”
Imam Ghozali pun mengatakan bahwa : “At-taubatu Miftahush sho’adatiinal muridiina”
Jadi bila kita memperhatikan sabda Syekh Imam Qusyairi dan Imam Al-Ghozali bahwa menurut beliau bahwa langkah pertama yang harus ditempuh oleh kita adalah maqom taubat. Apalagi bila kita merasakan bahwa diri kita telah banyak berbuat dosa baik yang di sadari ataupu tidak disadari pada masa dulu. Lalu hakekatnya dari pada taubat itu adalah “At-Taubatu Nidzamun” penyesalan terhadap apa yang telah kita lakukan walaupun dosa itu relatif kecil.
Ada dua ma’na yang tersirat dari perkataan Imam Qusyairi :
1. Saalikin yaitu orang yang belajar mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Tholibin yaitu orang yang mencari terhadap keridhoan Allah SWT dengan cara ia mendekatkan diri kepada sang Kholiq (pencifta).
Kalau Imam Ghozali lebih menekankan lagi kepada murid mengapa? Karena murid mempunyai istilah yang istimewa dalam dunia tasawwuf. Rupanya dalam amalan TQN lebih menekankan kepada murid. Lihatlah kepada Tanbih kurang lebih ada lima kali kalimat “murid-murid” ditambah lagi dalam untaian mutiara. Hal tersebut menunjukan bahwa betapa pentingnya sang murid, sudah di mana-mana ada murid pastilah di sana ada guru mursyid yang akan mebimbing dan meneguhkan iman dan taqwa kita sebagai murid kepada Allah SWT.
Cuma yang menjadi permasalahan adalah bagi kita itu adalah apakah kita ini sudah termasuk muridnya atau kah tidak ?
Sayyid Hawa (pensucian Jiwa) ada delapan (08) tanda murid yang baik :
1. Harus senantiasa membersihkan dirinya dari dosa yang pernah ia lakukan baik yang terasa ataupun tidak. Seperti kita mau melaksanakan sholat maka kita harus suci dari pada hadats kecil ataupun besar bila dilihat dari segi fiqhnya. Tidak mungkin orang akan melaksanakan sholat tidak melakukan wudhu terlebih dahulu. Jadi ciri murid yang pertama adalah yang selalu berusaha untuk membersihkan dirinya dari berbagai macam dosa yaitu dengan cara melakukan dzikir jahar dan dzikir khofi.
2. Patuh, tawadhu, ta’at, dan tunduk sepenuhnya kepad guru. Sudahkah diri kita melakukan hal seperti tersebut di atas. Kalau diri kita merasa ingin diakui muridnya maka apapun yang dianjurkan oleh beliau kita harus melaksanakannya walaupun itu berat bila kita laksanakan (secara dzohir), tetapi bila kita rasakan lebih dalam maka di sana terdapat hikmah yang begitu besar yang pada akhirnya kita dapat hidup dengan bahagia.
3. Lebih mendahulukan ilmu untuk mengenal Allah SWT. Kita jangan bertanya dari mana dasar zikir jahar dan khofi itu, dan tidak perlu lagi untuk diperdebatkan. Keyakinan untuk mengikuti guru mursyid.
Jadi itulah maqom yang pertama yaitu taubat.
Pada maqom yang kedua harus ada peningkatan bagi seorang pengamal TQN ini yang dapat menentramkan dan menenangkan hatinya yaitu dengan berprilaku “Juhud”. Jadi maqom juhud ini sebagai reaksi dari kaum matrealistis terutama sesudah shahabat Ali bin Abi Tholib yang ke kholifahannya dilanjutkan oleh Muawwiyah. Dimana beliau ini kehidupannya penuh dengan kemewahan dunia dan seiring dengan perkembangan Islam ke seluruh pelosok dunia. Maqom juhud ini dikembangkan oleh Ibrahim Al-Adham dari tanah Persia, Ja’far Shodik di tanah Medinah. Ternyata paham juhud in artinya orang yang mendahulukan, mementinghkan, juga bersungguh-sungguh untuk mendapatkan kehidupan di akhirat kelak sebab kehidupan dunia ini hanyalah sementara sahaja. Bukan sebagai tujuan utama dan perjalanan kita ini masih panjang tetapi kenapa orang-orang banyak berlomba-lomba untuk mengejar dunia, sehingga kehidupan akhirat nanti terlupakan. Apalah artinya kita hidup bertahun-tahun bila kehidupan kita ini tidak berubah bahkan tambah buruk dihadapan Allah SWT.
Kehidupan di akhirat nanti lebih bermakna daripada kehidupan di dunia fana ini. Saya mengucapkan syukur alhamdulillah telah melihat setiap bulannya para zahid-zahid ini orang yang selalu bersungguh-sungguh mengharapkan ridho Allah SWT tiada henti-hentinya dengan tidak memandang situasi dan kondisi yang ada.
1. ‘Uluwwu Himmah yaitu bagi seseorang pengamal TQN harus mempunyai cita-cita yang tinggi.
2. Hifdul Hurmah yaitu Dia pengamal itu harus menjaga kehormatannya.
3. Husnul Hidmah yaitu Pengamal harus melayani dengan baik
4. Nufudul ‘Uzmah yaitu Pengamal harus melaksanakan keputusan / mempunyai tekad yang kuat.
5. Wata’dhimul Nikmah yaitu Pengamal harus selalu megagungkan nimat yang diberikan kepada kita sekalian.
Amalan-amalan kita ini mempunyai lima (05) dasar (salah satu diantaranya):
‘Uluwwu Himmah yaitu bahwa seseorang pengamal TQN harus mempunyai cita-cita yang tinggi, apalah artinya cita-cita yang tinggi? Apakah cita-cita yang tinggi ini seorang pengamal TQN harus mempunyai cita-cita ingin mempunyai harta yang banyak, jabatan tinggi, ingin dihargai, dll. Bukanlah kesana maksud dan tujuannya tetapi yang dinamakan ‘uluwwu himmah itu adalah bagi seorang pengamal mempunyai cita-cita tinggi yang selalu ingin dekat dengan Allah SWT.
Punya cita-citakah kita ingin selalu dekat dengan Allah SWT?tentunya dengan melaksanakan amalan-amalan seperti ini (Manaqiban, khotaman, dll) tiada lain maksud dan tujuannya yaitu ingin selalu dekat dengan Allah SWT. Amiin. Tapi ternyata ingin dekat dengan Allah SWT tidak semudah kita membalikkan kedua telapak tangan yang mesti harus melalui perjuangan-perjuangan, proses pengorbanan yang harus kita korbankan serta kita lalui demi untuk dekatnya diri kita dengan Allah SWT. Lalu pengorbanan apa yang dimaksud? Perjuangan apa? Langkah serta proses apa yang harus kita lalui dalam mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. ‘Ulama-‘ulama sufi memberikan penjelasan untuk mencapai hal seperti itu harus melalui proses taubat? Mengapa? Karena proses taubat ini merupakan langkah awal yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam beribadah kepada Allah SWT dan menginginkan untuk dekat dengan Allah. Karena Allah SWT Maha Suci, maka kitapun sebagai seorang hamba yang menginginkan dekat kepada-Nya harus suci pula. Mana dapat Allah SWT akan didekati oleh kita sebagai seorang hamba yang penuh dengan dosa? Walaupun begitu kita harus tetap berusaha untuk selalu membersihkan diri kita agar dekat dengan Allah SWT, yaitu melalui proses taubat? Mengapa demikian? karena proses tersebut merupakan langkah awal untuk melangkah kepada maqom selanjutnya. Nah maqom-maqom inilah yang harus ditempuh lebih awal bagi seorang pengamal TQN dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Syekh Qusyairi mengatakan bahwa : “At-taubatu awwalu manzili min manaazilis saalikin wa-awwalu maqoomin min maqoomith tholibin”
Imam Ghozali pun mengatakan bahwa : “At-taubatu Miftahush sho’adatiinal muridiina”
Jadi bila kita memperhatikan sabda Syekh Imam Qusyairi dan Imam Al-Ghozali bahwa menurut beliau bahwa langkah pertama yang harus ditempuh oleh kita adalah maqom taubat. Apalagi bila kita merasakan bahwa diri kita telah banyak berbuat dosa baik yang di sadari ataupu tidak disadari pada masa dulu. Lalu hakekatnya dari pada taubat itu adalah “At-Taubatu Nidzamun” penyesalan terhadap apa yang telah kita lakukan walaupun dosa itu relatif kecil.
Ada dua ma’na yang tersirat dari perkataan Imam Qusyairi :
1. Saalikin yaitu orang yang belajar mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Tholibin yaitu orang yang mencari terhadap keridhoan Allah SWT dengan cara ia mendekatkan diri kepada sang Kholiq (pencifta).
Kalau Imam Ghozali lebih menekankan lagi kepada murid mengapa? Karena murid mempunyai istilah yang istimewa dalam dunia tasawwuf. Rupanya dalam amalan TQN lebih menekankan kepada murid. Lihatlah kepada Tanbih kurang lebih ada lima kali kalimat “murid-murid” ditambah lagi dalam untaian mutiara. Hal tersebut menunjukan bahwa betapa pentingnya sang murid, sudah di mana-mana ada murid pastilah di sana ada guru mursyid yang akan mebimbing dan meneguhkan iman dan taqwa kita sebagai murid kepada Allah SWT.
Cuma yang menjadi permasalahan adalah bagi kita itu adalah apakah kita ini sudah termasuk muridnya atau kah tidak ?
Sayyid Hawa (pensucian Jiwa) ada delapan (08) tanda murid yang baik :
1. Harus senantiasa membersihkan dirinya dari dosa yang pernah ia lakukan baik yang terasa ataupun tidak. Seperti kita mau melaksanakan sholat maka kita harus suci dari pada hadats kecil ataupun besar bila dilihat dari segi fiqhnya. Tidak mungkin orang akan melaksanakan sholat tidak melakukan wudhu terlebih dahulu. Jadi ciri murid yang pertama adalah yang selalu berusaha untuk membersihkan dirinya dari berbagai macam dosa yaitu dengan cara melakukan dzikir jahar dan dzikir khofi.
2. Patuh, tawadhu, ta’at, dan tunduk sepenuhnya kepad guru. Sudahkah diri kita melakukan hal seperti tersebut di atas. Kalau diri kita merasa ingin diakui muridnya maka apapun yang dianjurkan oleh beliau kita harus melaksanakannya walaupun itu berat bila kita laksanakan (secara dzohir), tetapi bila kita rasakan lebih dalam maka di sana terdapat hikmah yang begitu besar yang pada akhirnya kita dapat hidup dengan bahagia.
3. Lebih mendahulukan ilmu untuk mengenal Allah SWT. Kita jangan bertanya dari mana dasar zikir jahar dan khofi itu, dan tidak perlu lagi untuk diperdebatkan. Keyakinan untuk mengikuti guru mursyid.
Jadi itulah maqom yang pertama yaitu taubat.
Pada maqom yang kedua harus ada peningkatan bagi seorang pengamal TQN ini yang dapat menentramkan dan menenangkan hatinya yaitu dengan berprilaku “Juhud”. Jadi maqom juhud ini sebagai reaksi dari kaum matrealistis terutama sesudah shahabat Ali bin Abi Tholib yang ke kholifahannya dilanjutkan oleh Muawwiyah. Dimana beliau ini kehidupannya penuh dengan kemewahan dunia dan seiring dengan perkembangan Islam ke seluruh pelosok dunia. Maqom juhud ini dikembangkan oleh Ibrahim Al-Adham dari tanah Persia, Ja’far Shodik di tanah Medinah. Ternyata paham juhud in artinya orang yang mendahulukan, mementinghkan, juga bersungguh-sungguh untuk mendapatkan kehidupan di akhirat kelak sebab kehidupan dunia ini hanyalah sementara sahaja. Bukan sebagai tujuan utama dan perjalanan kita ini masih panjang tetapi kenapa orang-orang banyak berlomba-lomba untuk mengejar dunia, sehingga kehidupan akhirat nanti terlupakan. Apalah artinya kita hidup bertahun-tahun bila kehidupan kita ini tidak berubah bahkan tambah buruk dihadapan Allah SWT.
Kehidupan di akhirat nanti lebih bermakna daripada kehidupan di dunia fana ini. Saya mengucapkan syukur alhamdulillah telah melihat setiap bulannya para zahid-zahid ini orang yang selalu bersungguh-sungguh mengharapkan ridho Allah SWT tiada henti-hentinya dengan tidak memandang situasi dan kondisi yang ada.
Sumber : http://www.suryalaya.org/manakib-buletin-isi.php?ID=94
Posting Komentar
hatur nuhun kangge elmuna.
Posting Komentar