Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Syekh Abdul Qodir Aljaelani QS.
Manusia bisa dipandang dari dua sudut, wujud lahiriah dan wujud rohani. Dalam segi kewujudan lahiriah keadaan kebanyakan manusia adalah hampir serupa satu sama lain. Oleh karena itu peraturan kemanusiaan yang umum boleh digunakan untuk manusia lain bagi urusan lahiriah mereka. Dan dari sudut wujud rohani yang tersembunyi di balik wujud lahiriah, setiap manusia adalah berbeda. Jadi, peraturan yang khusus mengenai diri masing-masing diperlukan.

Manusia boleh kembali kepada asalnya dengan mengikuti peraturan umum, dengan mengambil langkah-langkah tertentu. Dia mestilah mengambil peraturan agama yang jelas dan mematuhinya. Dengan demikian dia boleh maju ke depan. Dia boleh meningkat dari satu peringkat kepada peringkat yang lebih tinggi sehingga dia sampai dan memasuki jalan atau peringkat kerohanian, masuk ke daerah makrifat. Peringkat ini sangat tinggi dan dipuji oleh Rasulullah s.a.w : 

“Ada suasana yang semua dan segala-galanya berkumpul di sana dan ia adalah makrifat yang murni”. 

Untuk sampai ke peringkat tersebut sangat Perlu dibuang kepura-puraan dan kepalsuan dalam melakukan kebaikan. Kemudian dia perlu menetapkan tiga derajat. Tiga derajat tersebut sebenarnya adalah tiga jenis surga. 1. Ma’wa – surga tempat kediaman yang aman. Ia adalah surga duniawi. 2. Na’im – taman keridhaan Allah dan karunia-Nya kepada makhluk-Nya. Ia adalah surga di dalam alam malaikat. 3. Firdaus – syurga alam tinggi. Ia adalah surga pada alam kesatuan akal asbab, rumah kediaman bagi roh-roh, medan bagi nama-nama dan sifat-sifat. Kesemua ini adalah balasan yang baik, keelokan Allah yang manusia berjasad akan nikmati dalam usahanya sepanjang tiga peringkat ilmu pengetahuan yang berturut-turut; usaha mematuhi peraturan syari’at, usaha menghapuskan yang berbilang-bilang pada dirinya, melawan penyebab yang menimbulkan suasana berbilang-bilang itu, yaitu ego diri sendiri, bagi mencapai peringkat penyatuan dengan Pencipta, akhirnya usaha untuk mencapai makrifat, di mana dia mengenali Tuhannya. Peringkat pertama dinamakan syariat, kedua tarekat dan ketiga makrifat.

Nabi Muhammad s.a.w menyimpulkan keadaan-keadaan tersebut dengan sabda baginda s.a.w, “Ada suasana di mana semua dan segala-galanya dikumpulkan dan ia adalah hikmah kebijaksanaan (makrifat)”. 

Baginda s.a.w juga bersabda, “Dengannya seseorang mengetahui kebenaran (hakikat), yang berkumpul di dalamnya sebab-sebab dan semua kebaikan. Kemudian seseorang itu mesti bertindak atas kebenaran (hakikat) tersebut. Dia juga perlu mengenali kepalsuan dan bertindak ke atasnya dengan meninggalkan segala yang demikian”. 

Baginda s.a.w mendoakan, “Ya Allah, tunjukkan kepada kami yang benar dan berilah kami kemampuan mengikuti yang benar itu. Dan juga tunjukkan kepada kami yang tidak benar dan permudahkan kami meninggalkannya”.

Orang yang kenal dirinya dan menentang keinginannya yang salah dengan segala kekuatannya akan sampai kepada mengenali Tuhannya dan akan menjadi taat kepada kehendak-Nya. 

Semua ini adalah peraturan umum yang mengenai sisi lahir manusia. Kemudian ada juga aspek sisi rohani atau diri batin manusia yang merupakan insan yang murni, suci bersih dan murni. Maksud dan tujuan diri ini hanya satu yaitu kehampiran secara keseluruhan kepada Allah s.w.t. Satu cara saja untuk mencapai suasana yang demikian, yaitu pengetahuan tentang yang sebenarnya (hakikat). Di dalam daerah wujud penyatuan mutlak, pengetahuan ini dinamakan kesatuan atau keesaan.

Derajat pada jalan tersebut harus diperoleh di dalam kehidupan ini. Di dalam suasana itu tiada beda di antara tidur dengan jaga, karena di dalam tidur roh berkesempatan membebaskan dirinya untuk kembali kepada asalnya, alam arwah, dan dari sana kembali lagi ke sini dengan membawa berita-berita dari alam ghaib. Fenomena ini dinamakan mimpi. Dalam keadaan mimpi ia berlaku secara sebagian-bagian. Ia juga boleh berlaku secara menyeluruh seperti isra’ dan mi’raj Rasulullah s.a.w. Allah berfirman:

اللَّهُ يَتَوَفَّى الأَنفُسَ حينَ مَوتِها وَالَّتى لَم تَمُت فى مَنامِها ۖ فَيُمسِكُ الَّتى قَضىٰ عَلَيهَا المَوتَ وَيُرسِلُ الأُخرىٰ إِلىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ۚ إِنَّ فى ذٰلِكَ لَءايٰتٍ لِقَومٍ يَتَفَكَّرونَ 

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir. (Surah Zumaar, ayat 42).[1313] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.


Nabi s.a.w bersabda, “Tidur orang alim lebih baik daripada ibadahnya orang jahil”. 

Orang alim adalah orang yang telah memperoleh pengetahuan tentang hakikat, yang tidak berhuruf, tidak bersuara. Pengetahuan demikian diperoleh dengan terus menerus berzikir nama keesaan Yang Maha Suci dengan lidah rahasia. Orang alim adalah orang yang zat dirinya ditukarkan kepada cahaya suci oleh cahaya keesaan. Allah berfirman melalui rasul-Nya:

“Insan adalah rahsia-Ku dan Aku rahsianya. Pengetahuan batin tentang hakikat roh adalah rahasia kepada rahsia-rahsia-Ku. Aku campakkan ke dalam hati hamba-hamba-Ku yang baik-baik dan tiada siapa tahu Keadaannya melainkan Aku.”

“Aku adalah sebagaimana hamba-Ku mengenali Daku. Bila dia mencari-Ku dan ingat kepada-Ku, Aku besertanya. Jika dia mencari-Ku di dalam, Aku mendapatkannya dengan Zat-Ku. Jika dia ingat dan menyebut-Ku di dalam jamaah yang baik, Aku ingat dan menyebutnya di dalam jamaah yang lebih baik”.

Segala yang dikatakan di sini jika mau mencapainya perlulah melakukan tafakur – cara mendapatkaan pengetahuan yang demikian jarang digunakan oleh orang ramai. Nabi s.a.w bersabda, “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada satu tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada tujuh puluh tahun beribadat”. “Satu saat bertafakur lebih bernilai daripada seribu tahun beribadat”. Nilai sesuatu amalan itu tersembunyi di dalam hakikat kepada yang sebenarnya. Perbuatan bertafakur di sini nampaknya mempunyai nilai yang berbeda.

Siapa merenungi sesuatu perkara dan mencari penyebabnya dia akan mendapati, setiap bagian mempunyai bagian-bagian sendiri dan dia juga mendapati setiap satu itu menjadi penyebab kepada berbagai perkara lain. Renungan begini bernilai satu tahun ibadat. 

Siapa merenungi kepada pengabdiannya dan mencari penyebab dan alasan dan dia dapat mengetahui yang demikian, renungannya bernilai lebih daripada tujuh puluh tahun ibadat. 

Siapa merenungkan hikmah kebijaksanaan Ilahi dan bidang makrifat dengan segala kesungguhannya untuk mengenal Allah Yang Maha Tinggi, renungannya bernilai lebih daripada seribu tahun ibadat karena ini adalah ilmu pengetahuan yang sebenarnya. Pengetahuan yang sebenarnya adalah suasana keesaan. Orang arif yang menyintai menyatu dengan yang dicintainya. Daripada alam kebendaan terbang dengan sayap kerohanian meninggi hingga kepada puncak pencapaian. Bagi ahli ibadat berjalan di dalam surga, sementara orang arif terbang kepada kedudukan berhampiran dengan Tuhannya. Para pencinta mempunyai mata pada hati mereka, mereka memandang sementara yang lain terpejam, sayap yang mereka miliki tanpa daging tanpa darah, mereka terbang ke arah malakut, hanya Tuhan yang dicari.

Penerbangan ini terjadi di dalam alam kerohanian orang arif. Para arifbillah mendapat penghormatan dipanggil insan sejati, menjadi kekasih Allah, sahabat-Nya yang akrab, pengantin-Nya. Abu Yazid al-Bustami berkata, “Para Pemegang makrifat adalah pengantin Allah Yang Maha Tinggi”. 

Hanya pemilik-pemilik ‘pengantin yang pengasih’ mengenali mereka dengan dekat dan secara mesra.. Orang-orang arif yang menjadi sahabat akrab Allah, walaupun sangat cantik, tetapi ditutupi oleh keadaan luar yang sangat sederhana, seperti manusia biasa. Allah berfirman melalui rasul-Nya:

“Para sahabat-Ku tersembunyi di bawah kubah-Ku. Tiada yang mengenali mereka kecuali Aku”. 

Kubah yang di bawahnya Allah sembunyikan sahabat-sahabat akrab-Nya adalah keadaan mereka yang tidak terkenal, rupa yang biasa saja, sederhana dalam segala hal. Bila melihat kepada pengantin yang ditutupi oleh tabir perkawinan, apakah yang dapat dilihat kecuali tabir itu? 

Yahya bin Muadh al-Razi berkata, “Para kekasih Allah adalah air wangi Allah di dalam dunia. Tetapi hanya orang-orang yang beriman yang benar dan jujur saja dapat menciumnya”. Mereka mencium keharuman baunya lalu mereka mengikuti bau itu. Keharuman itu mengwujudkan kerinduan terhadap Allah dalam hati mereka. Masing-masing dengan cara tersendiri mempercepatkan langkahnya, menambahkan usaha dan ketaatannya. Derajat kerinduannya, keinginannya dan kelajuan perjalanannya tergantung kepada berapa ringan beban yang dibawanya, sejauh mana dia telah melepaskan diri kebendaan dan keduniaannya. Semakin banyak seseorang itu menanggalkan pakaian dunia yang kasar ini semakin dia merasakan kehangatan Penciptanya dan semakin sampai pada permukaan akan muncul diri rohaninya. Kesampaian (wushul) dengan yang sebenarnya (hakikat) bergantung kepada sejauh mana seseorang itu melepaskan kebendaan dan keduniaan yang menipu daya. 

Penanggalan aspek yang berbilang-bilang pada diri, membawa seseorang hampir dengan satu-satunya kebenaran. Orang yang akrab dengan Allah adalah orang yang telah membawa dirinya kepada keadaan kekosongan. Hanya setelah itu barulah dia dapat melihat kewujudan yang sebenarnya (hakikat). Tidak ada lagi kehendak pada dirinya untuk dia membuat sebarang pilihan. Tiada lagi ‘aku’ yang tinggal, kecuali kewujudan satu-satunya yaitu yang sebenarnya (hakikat). Walaupun berbagai-bagai kekeramatan yang muncul melalui dirinya sebagai membuktikan kedudukannya, dia tidak ada pengaruhnya dengan semua itu. Di dalam suasananya tidak ada pembukaan terhadap rahasia-rahasia karena membuka rahsia Ilahi adalah kekufuran. 

Di dalam buku yang bertajuk “Mirsad” dituliskan, ‘Semua orang yang kekeramatan zahir melalui mereka ditutup darinya dan tidak memperdulikan keadaan tersebut. Bagi mereka masa kekeramatan muncul dari mereka dianggap sebagaimana perempuan keluar darah haid. Wali-wali yang hampir dengan Allah perlu mengembara sekurang-kurangnya seribu peringkat, yang pertamanya ialah pintu kekeramatan. Hanya mereka yang dapat melepasi pintu ini tanpa dicederakan akan meningkat kepada peringkat-peringkat lain yang lebih tinggi. Jika mereka luka mereka tidak akan sampai ke mana-mana.  

Posting Komentar

 
Top