A. Mukaddimah
Tarekat (thariqah), yang
secara harfiyah berarti jalan kecil, yang memiliki dua pengertian yang berbeda,
tapi tetap berhubungan. Yang pertama, tarekat dimengerti
sebagai perjalanan spiritual menuju Tuhan. Yang kedua, tarekat dipahami sebagai
“persaudaraan“ atau ordo spiritual yang biasanya merupakan perkumpulan
spiritual yang dipimpin oleh seorang guru (mursyid), dan para khalifahnya.
Nama maulawiyah berasal
dari kata “Maulana”, (guru kami atau our master) yaitu gelar yang
diberikan murid-muridnya kepada seorang “sufi penyair Persia terbesar sepanjang
masa”, Muhammad Jalal al-Din Rumi (w. 1273). Oleh karena itu, jelas bahwa Rumi
adalah pendiri tarekat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun terakhir hidup
Rumi.[1]
Tarekat Maulawiyah adalah
tarekat yang didirikan oleh Maulawi Jalaluddin Ar-Rumi yang meninggal di
Anatolia, Turki. Dzikirnya disertai tarian mistik dengan cara keadaan tidak
sadar, agar dapat bersatu dengan tuhan. Penganut-penganutnya bersifat pengasih
dan tidak mengharapkan kepentingan diri sendiri, serta hidup sederhana menjadi
teladan bagi orang lain.[2]
Nama asli Rumi adalah
Jalal Al-Din Muhammad, tetapi kemudian dia lebih dikenal sebagai Maulana Jalal
Al-Din Rumi atau Rumi saja. Beberapa sarjana barat telah memujinya sebagai
"penyair sufi yang paling menonjol yang pernah dihasilkan persia",
bahkan ada yang menyebutnya "penyair mistik terbesar/teragung sepanjang
masa".
Mawlana lahir di kota
Balkh (Afganistan sekarang) pada tanggal 6 Robi'al Awwal atau 30 September
1207. dari pihak ayah ia keturunan kholifah Abu Bakar Shiddiq. Sedangkan dari
pihak ibu, Ali bin Abi Tholib. Kira-kira usia 12 tahun ia bersama keluarganya
diam-diam meninggalkan kampung halamannya untuk beribadah haji dan tidak
kembali karena ayah Rumi, Baha'al-Din Walad telah mendengar tentang invasi
Mongol ke kota Balkh. Kota pertama yang dikunjungi adalah Nisyapur. Di sini
Rumi bertemu dengan Farid al-Din Aththar seorang sufi penyair terkenal yang
menyerahkan salinan bukunya yang berjudul Asrar Nameh (Buku
tentang rahasia).
Dari Nisyapur keluarga
Rumi pergi ke Baghdad di mana mereka mendengar berita penyergapan kota Balkh
oleh Jengis Khan. Pada tahun 1220 Baha'al-Din Walad berangkat menuju kota
Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Kemudian diteruskan ke Damaskus, siria,
dan Malatia (Melitene). Dari meletine mereka menuju ke Armenia, kemudian ke
Zaranda sebelah tenggara Konya. Di sini Rumi menikah dengan Jawhar Khatun putri
Lala Syarif al-Din pada usia 18 tahun. Pada tahun 1228 ia dan keluarganya
pindah ke Konya setelah dapat undangan dari sultan 'Ala al-Din Kayqabad. Di
sini Baha'al-Din Walad sangat dihormati oleh sultan dan menjadi pembimbing
spiritualnya. Bahkan sang penguasa memberinya gelar kehormatan "Sultan
al-ulama (rajanya para ulama)". Baha'al-Din Walad, sang guru dan da'i
kondang ini memperoleh ketenaran dan posisi terhormat hingga wafat pada tahun
1230.
-Daftar Pustaka :
[1] Mulyati, Sri. Mengenal & memahami
Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia.jakarta: Kencana. 2004. Hal. 321
[2] Jaiz, Ahmad, Hartono. Tarekat Tasawuf Tahlilan
dan Maulidan. Solo: Wacana Ilmiah Press. 2006. Hal. 24
-(Bersambung ke Bagian II)
[1] Mulyati, Sri. Mengenal & memahami
Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia.jakarta: Kencana. 2004. Hal. 321
[2] Jaiz, Ahmad, Hartono. Tarekat Tasawuf Tahlilan
dan Maulidan. Solo: Wacana Ilmiah Press. 2006. Hal. 24
Posting Komentar
Posting Komentar