Ziarah Ke Makam Waliyullah.- |
Tasawuf adalah dunia rasa dan tidak akan pernah mengetahui tanpa merasakan dan tasawuf juga adalah dunia yang sangat halus, laksana rambut dibelah tujuh, tanpa kehati-hatian bukan Makrifat sebagai puncak tauhid yang didapat akan tetapi malah terjebak dalam kemusyrikan. Para Wali dan Sufi sudah menjadi tradisi mengunjungi makam Wali untuk mengambil berkah dan untuk mendapat petunjuk, petunjuk dan berkah hanya akan didapat kalau memenuhi rukun syaratnya. Kenapa wali atau sufi mengunjungi makam wali karena keduanya mempunyai ikatan atau ada hubungan, apakah hubungan berguru langsung atau makam tersebut salah seorang yang tercantum dalam jalur keguruannya.
Sedangkan orang awam, ikut-ikutan mendatangi makam wali tanpa mempunyai ikatan apa-apa bahkan ada yang tanpa mengetahui itu makam wali atau tidak membuat sesajian atau persembahan yang mengarah kepada Musyrik. Praktek-praktek perdukunan karena berhubungan dengan gaib dihubungkan dengan tasawuf yang merupakan mistik Islam yang berhubungan juga dengan gaib. Banyak orang mencampur adukkan yang HAQ dengan yang BATHIL sehingga bukan berkah yang di dapat tapi bala!
Saya misalnya, kalau ke Surabaya tidak pernah singgah ke makam Sunan Ampel, kenapa? Karena saya tidak kenal dengan sunan ampel dan jalur keguruan yang saya tekuni tidak tersambung kepada sunan Ampel. Guru saya bukan salah seorang murid dari Sunan Ampel begitu juga guru dari Guru saya. Kalau saya berada di kota Banda Aceh, saya tidak akan mengunjungi makam Syekh Abdurrauf As-Singkily yang dikenal dengan Syiah Kuala, kenapa? Karena saya tidak mengenal Beliau. Berbeda dengan orang-orang dari Sumatera Barat murid dari Syekh Burhanuddin Ulakan atau para pengamal tarekat Syattariyah yang diajarkan oleh Syekh Burhanuddin, mereka sering berziarah kepada kuburan Syiah Kuala karena Guru mereka Syekh Burhanuddin adalah murid langsung dari Syiah Kuala sehingga keduanya punya hubungan langsung.
Kalau nanti saya berziarah ke makam Syiah Kuala, kemudian ada yang berjubah putih datang mengaku sebagai syiah kuala dan memberikan petunjuk kepada saya, dari mana saya tahu kalau yang datang itu benar-benar Syiah Kuala atau hanya setan yang mengaku sebagai Syiah Kuala?
Inilah yang menjadi cikal bakal kesatan dalam Tasawuf yang sering di kritik oleh orang-orang syariat yang anti tasawuf. Kalau saya suatu saat ke Kazastan di daerah makam Syekh Bahauddin Naqsyabandi, mungkin saya akan berziarah ke makam Beliau karena memang masih ada hubungan tali silsilah, dan itupun harus dengan izin dari Guru saya, izin secara zahir maupun lewat kontak rohani sehingga dengan berkat doa Guru saya akan tersambung secara rohani kepada Syekh Bahauddin dengan demikian saya benar-benar akan mendapatkan berkah dari ziarah tersebut.
Lalu bagaimana dengan masyarakat umum yang datang ke kuburan wali untuk mendapat berkah? Menurut saya itu tidak salah, jangankan kuburan wali, kuburan orang tua kita yang bukan wali saja harus kita ziarahi. Banyak pelajaran yang bisa didapat dengan berziarah ke kuburan ulama, disamping mengingat akan mati juga untuk mengenang kembali perjuangan ulama dalam menegakkan agama ini dan juga menjadi contoh teladan yang baik akan akhlak ulama mudah-mudahan akan memberikan semangat kepada kita untuk dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Jadi, mengunjungi kuburan wali tidak berarti anda menjadi seorang Sufi tapi itu tradisi yang dilakukan oleh para wali atau sufi terhadap Makam Guru mereka atau Makam Para Guru yang tersambung dalam jalur silsilah mereka.
Kesimpulan
Kesimpulanya, siapapun ingin serius merasakan indahnya dunia tasawuf, merasakan kelezatan berjumpa dengan Allah, ketenangan bathin dan pencerahan jiwa jangan sekedar ikut-ikutan tradisi yang berlaku di tengah masyarakat walaupun itu benar tetapi harus menekuni Tarekat, harus menempuh jalan kesana dibawah bimbingan Guru Mursyid agar tidak tersesat di tengah jalan. Disamping untuk memperbaiki akhlak, yang lebih penting adalah bagaimana kita berkomunikasi dengan benar dengan Allah, mengenalnya dengan sebenar kenal sehingga kita tidak salah menyembah. Ketika kita telah mengenal Allah dengan benar, barulah kita bisa mencintai-Nya dengan benar pula. Cara paling aman dan paling mudah untuk bisa berjumpa dengan Allah adalah dengan bimbingan orang yang telah pernah dan sering berjumpa Allah, mereka itu tidak lain adalah Wali Allah (Kekasih Allah).
bibarokati ABAH ANOM R.A
-Dari : Dokumen no.297 di Facebook Pemuda TQN Suryalaya
-(Dari berbagai Sumber)
Posting Komentar
Posting Komentar