(Foto: Manakiban di Suryalaya bulan September 2012) |
Islam sebagai pedoman hidup manusia yang
menjamin kebahagiaan dan kebaikan di dunia dan di akherat sangat menjamin
kebaikan akhlak setiap pemeluknya, bahkan dikatagorikan seorang muslim yang
baik adalah yang paling baik akhlaknya sebagaimana dicontohkan oleh Rosululloh
saw sendiri.
Kebaikan akhlak ini sangat berhubungan erat
dengan kualitas keimanan seseorang kepada Alloh, sehingga ketika iman seseorang
kualitasnya prima maka primalah akhlaknya. Tidak ada kebaikan akhlak yang tidak
didasari dengan kualitas keimanan kepada Alloh, selain kemunafikan yang
dibungkus kebaikan saja.
Contoh yang kongkrit sholat yang menjadi tiang
agama dan dijadikan standar kebaikan akhlak seseorang; jika sholatnya baik maka
baiklah seluruh amalnya, sebaliknya jika sholatnya tidak baik maka tidak baik
pula seluruh amalannya. Sudah pasti sholat berkualitas ini harus dilandasi
kekhusyuan dalam hatinya, sehingga sholatnya mampu mencegah dari perbuatan keji
dan mungkar.
Fenomena inilah yang terjadi dalam masyarakat
muslim sekarang, yang selalu melaksanakan sholat tetapi perbuatan keji dan
mungkar terus jalan dalam kehidupannya. Bukan sholatnya yang salah, tetapi dia
tidak mengerjakan sholatnya dengan khusyu kepada Alloh. Pantas Hudzaifah
pernah mengatakan “Permulaan sesuatu yang akan hilang dari agama adalah
khusyu, khusyu dalam sholat adalah salah satu ciri yang dimiliki oleh para
penempuh jalan Allah (salik)”. Padahal mereka termasuk orang-orang
yang mendapat kemenangan disisi Alloh, seperti yang ditegaskan dalam surat
Al-Muminun: 1-2, “Sungguh telah mendapat kemenangan bagi orang-orang
yang beriman yang khusyu dalam sholatnya”.
Khusyu letaknya di dalam hati, dengan indikasi
tenangnya hati dihadapan Alloh, sehingga syaitanpun tidak mampu mendekatinya.
Apabila seseorang khusyu dalam sholatnya, maka dia akan tetap menerima dan
lapang dada jika dibenci, disakiti, atau diusir. Diapun mampu memadamkan
gejolak syahwat, menetralisir asap jantungnya, dan memberikan penerangan hati
agar gejolak syahwatnya padam dan hatinya menjadi hidup dengan dzikrulloh.
Dalam kontek kehidupan sosial, orang yang
khusyu akan terus tawadhu karena takut kepada Alloh. Sehingga dikatakan oleh
Fudhail bin Iyad, “Orang yang selalu mengadu kepada Alloh adalah orang
yang khusyu dan tawadhu. Sedangkan orang yang selalu mengadu kepada hakim
(pemerintah) adalah orang yang tinggi hati dan sombong”.
Ditegaskan oleh Rosululloh SAW “Tidak
akan masuk syurga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun
seberat biji, dan tidak akan masuk neraka orang yang di dalam hatinya keimanan
walaupun seberat biji timbangannya”. Dalam riwayat lain
dikatakan “Sesungguhnya Alloh adalah baik dan mencintai sesuatu yang
baik. Sedangkan sombong adalah menolak yang benar dan merendahkan orang
lain” (Riwayat Abdullah bin Mas’ud).
Maka Rosululloh memberi contoh kepada kita,
sehingga kakinya bengkak-bengkak karena banyak sholat, sampai suatu saat
ditegur istrinya Siti Aisyah“Wahai Rosululloh, bukankan tuan sudah diampuni
dosa dan dijamin masuk syurga, tidak perlu sampai bengkak”. Apa jawaban
Rosul SAW manusia yang paling mulia? “Tidaklah aku bersyukur atas
segala nikmat yang telah Alloh berikan kepadaku?”. Dan sebagaimana
dimaklumi bahwa sholat adalah media utama sebagai waktu untuk audensi langsung
antara makhluk dengan sang Khaliq.
Ketauladanan Rosul pun sudah terbukti dalam
sejarah hidupnya. Rosul tidak segan-segan untuk menegur para sahabatnya yang
sakit, mengantarkan jenazah, menunggangi kedelai, sering memenuhi undangan
budak, memberi makanan kepada untanya, menyapu rumah, menjahit sandal, menambal
pakaiannya yang sobek, mengembala kambing, dan makan bersama para pelayannya.
Rosululloh tidak merasa malu membawa barang
belanjaannya dari pasar ke rumah, selalu bersalaman baik kepada orang kaya
maupun orang miskin, sering mengawali memberi salam, tidak meremehkan
pemberikan jika diundang, meskipun hanya sepotong roti.
Budi utamanya sangat terpuji dan baik, jika
memberi makanan kepada orang lain, berkarakter baik, pandai bergaul, muka
berseri-seri, tersenyum tanpa tertawa, berduka cita tanpa masam, rendah diri
tanpa merasa hina, dermawan tanpa berlebihan, lemah lembut dan kasih sayang,
tidak pernah merasa kenyang dan tidak pernah mengulurkan tangan terhadap
makanan meskipun sangat ingin. Ringkasnya Rosululloh adalah sosok manusia yang
paling sempurna di jagat raya, dimana cerminan akhlaknya kata Siti Aisyah
adalah Al-Qur’an.
Uswah hasanah tersebut diikuti oleh para
sahabatnya. Dalam satu riwayat diceritakan bahwa Zaid bin Tsabit mengendarai
hewan tunggangan. Tiba-tiba Ibnu Abbas datang mendekatinya untuk memperoleh
pengajaran seraya memegang kendali hewan tunggangannya dengan sikap menunduk.
Zaid merasa tidak enak, kemudian melarangnya “Lepaskan wahai putra
paman Rosululloh”, namun Ibnu Abbas tidak mau memperdulikannya. Dia
tetap memegangnya seraya mengatakan“Seperti inilah kamu diperintah untuk
berbuat baik (sopan dan tawadhu) kepada ulama kamu”. Rupanya Zaid
cukup cerdik, dia segera merebut tangan Ibnu Abbas, menarik kemudian menciumnya
sambil mengatakan “Seperti inilah kami diperintahkan untuk berbuat baik
kepada keluarga Rosululloh SAW”.
Kata Urwah bin Zubair “Saya pernah
melihat khalifah Umar bin Khatab ra sedang memanggul air-air di atas pundaknya
terdapat sebuah qirbah (tempat air dari kulit)”, saya berkata “Wahai
amirul mu’minin tidak seharusnya tuan berbuat seperti ini!”, Dia
menjawab, “Ketika para utusan (delegasi) datang kepadaku, mereka
mendengarkan dan tunduk kepadaku, sehingga kesombongan terkadang muncul dalam
diriku. Oleh karena itu, saya harus menghilangkannya”. Kemudian dia
melanjutkan pekerjaannya dan membawa qirbah itu ke ruang dapur dan
menuangkannya ke dalam wadah air sampai penuh.
Dalam suatu riwayat Abu Dzar Al-Ghifari dan
Bilal Al-Habsyi pernah saling berbantah-bantahan. Abu Dzar mencela Bilal dengan
kata-katan “hitam”, lalu Bilal mengadu kepada Rosululloh SAW, kemudian beliau
memanggil Abu Dzar dan menegurnya, “Wahai Abu Dzar, di dalam hatimu
masih terdapat sifat sombong, seperti kesombongan orang-orang jahiliyah”.
Setelah itu Abu Dzar menimpakan beban kepada dirinya sendiri. Dia bersumpah
untuk tidak mengangkat kepalanya sebelum pipinya diinjak oleh Bilal dengan
telapak kakinya. Dan Abu Dzar tidak mau mengangkat kepalanya sehingga Bilal
melaksanakan apa yang diinginkannya.
Itulah gambaran para penempuh jalan Alloh dalam
hidupnya, untuk dicontoh oleh kita bersama yang selalu khusyu dalam sholatnya.
Untuk itu mari belajar sholat dengan khusyu, yaitu ketika sholat hatinyapun
dibarengi dengan selalu dzikrulloh, ingat selalu kepada Alloh.
Posting Komentar
Posting Komentar