Mujahadah (Melawan sisi negatif jiwa manusia)
"Dan orang orang yang berjihad untuk (mencari) keridhaan Kami, benar benar
akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar
benar beserta orang-orang yang berbuat baik."(Q.s. Al Ankabut: 69)
Diriwayatkan dari Abu Sa'id al Khudry, bahwa ketika Rasulullah saw. ditanya
mengenai jihad terbaik, beliau menjawab, "Adalah perkataan yang adil yang
disampaikan kepada seorang penguasa yang zallm."
(H.r. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Maka air mata berlinang dari kedua mata Abu Sa'id ketika mendengar hal ini.
Syeikh Abu Ali ad Daqqaq r.a. berkata, "Barangsiapa menghiasi lahiriahnya
dengan mujahadah, Allah akan memperindah rahasia batinnya melalui musyahadah.
Siapa yang permulaannya tidak memiliki mujahadah dalam tharikah ini, ia tidak
akan menemui cahaya yang memancar darinya."
Abu Utsman al Maghriby mengatakan, "Adalah kesalahan besar bagi seseorang
membayangkan bahwa dirinya akan mencapai sesuatu di Jalan Nya atau bahwa
sesuatu di Jalan Nya akan tersingkap baginya, tanpa bermujahadah."
Syeikh Abu Ali ad Daqqaq r.a. menegaskan, "Orang yang tidak berdiri dengan
mantap di awal perjalanan spiritualnya tidak akan diizinkan beristirahat pada
akhir perjalanannya." Dikatakannya pula, "Gerak adalah suatu
berkat." Dan katanya kemudian, "Gerakan-gerakan dzahir akan
melahirkan barakah barakah batin."
Hadhrat Maulana Syaikh Sari as Saqathi berkata, "Wahai kaum muda, tekunlah
kalian, sebelum kamu sekalian menginjak usia seperti diriku, sehingga kalian lemah
dan lengah seperti diriku. " Padahal pada saat itu tidak seorang pun di
antara para pemuda yang mampu menyejajari langkah as Sari dalam bidang ibadat.
Saya mendengar al Hasan al Qazzaz berkata, "Jangan makan kecuali amat
lapar, jangan tidur kecuali amat kantuk, jangan bicara kecuali dalam keadaan
darurat.”
Ibrahim bin Adham mengatakan, "Seseorang baru akan mencapai deraiat
kesalehan, sesudah melakukan enam hal:
Menutup pintu bersenang senang dan membuka pintu penderitaan;
Menutup pintu keangkuhan dan membuka pintu kerendahan hati;
Menutup pintu istirahat dan membuka pintu perjuangan;
Menutup pintu tidur dan membuka pintu jaga;
Menutup pintu kemewahan dan membuka pintu kemiskinan;
Menutup pintu harapan duniawi dan membuka pintu persiapan menghadapi kernatian."
Abu Amr bin Nujayd berkata, "Barangsiapa menghargai hawa nafsunya berarti
meremehkan agamanya dan pendengarannya."
Abu Ali ar Rudzbary mengatakan,"Apabila seorang Sufi - sesudah lima hari
kelaparan berkata, 'Aku lapar,' kirimlah ia ke pasar untuk mencari nafkah.
Prinsip mujahadah pada dasarnya adalah mencegah jiwa dari kebiasaan
kebiasaannya dan memaksanya menentang hawa nafsunya separijang waktu.
"Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencapai kebaikan:
keberlarutan dalam memuja hawa nafsu dan penolakan pada tindak kepatuhan.
Manakala jiwa menunggang nafsu, maka Anda harus mengendalikannya dengan kendali
takawa.
Manakala jiwa bersikukuh menolak untuk selaras dengan kehendak Tuhan, maka Anda
harus mengendalikannya agar menolak hawa nafsunya.
Manakala jiwa bangkit memberontak, maka Anda harus mengendalikan keadaan ini.
Tiada satu hal pun yang berakibat lebih utama selain sesuatu yang muncul
menggantikan kemarahan yang kekuatannya telah dihancurkan dan yang nyalanya
telah dipadamkan oleh akhlak mulia.
Manakala jiwa menemukan kemanisan dalam anggur kecongkakan, niscaya ia akan
merana bila tidak sanggup menunjukkan kemampuannya dan menghiasi perbuatan-
perbuatannya kepada siapa pun yang melihatnya.
Orang harus memutuskannya dari kecenderungan seperti ini dan menyerahkannya
pada hukuman kehinaan yang akan datang tatkala diingatkan akan harga dirinya
yang rendah, asal usulnya yang hina dan amal amalnya yang menjijikkan.
Perjuangan kaum awam berupa pelaksanaan tindakan tindakan; tujuan kaum khawash
adalah menyucikan keadaan spiritual mereka. Bertahan dalam lapar dan jaga,
adalah sesuatu yang mudah. Sedangkan membina akhlak dan membersihkan semua hal
negatif yang melekat padanya sangatlah sulit.
Satu dari sekian sifat jiwa yang merugikan dan paling sulit dilihat adalah
ketergantungannya pada pujian manusia. Orang yang bermental seperti ini berarti
menyangga beban langit dan bumi dengan satu alisnya. Satu pertanda yang
mengisyaratkan mental seperti ini adalah bahwa apabila pujian orang tidak
diberikan kepadanya, niscaya la menjadi pasif dan pengecut.
Dikabarkan bahwa Abu Muhammad al Murta'isy berkata, "Aku berangkat haji
berkali kali seorang diri. Pada suatu ketika aku menyadari bahwa segenap
upayaku terkotori oleh kegembiraanku dalam melakukannya. Hal ini kusadari saat
ibu memintaku menarikkan seguci air untuknya. Jiwaku merasakan hal ini sebagai
beban yang berat. Saat itulah aku mengetahui bahwa apa yang kusangka merupakan
kepatuhan kepada Allah swt. dalam hajiku selama ini tidak lain hanyalah kesenanganku
semata, yang datang dari kelemahan dalam jiwa, karena apabila nafsuku sirna,
niscaya tidak akan mendapati tugas kewajibanku sebagai sesuatu yang memberatkan
dalam hukurn syariat."
Pada suatu ketika seorang wanita lanjut usia ditanya mengenai keadaan ruhaninya.
la menjawab, "Semasa muda, aku berpikir bahwa keadaan keadaan ruhani itu
berasal dari kekuatan dan semangat yang tak kujumpal saat ini, ketika sudah
tua, semua itu sirna sudah."
Dzun Nuun al Mishry berkata, "Penghormatan yang Allah berkenan memberikannya
kepada seorang hamba, maka Allah menunjukkan kehinaan dirinya; penghinaan yang
Allah berkenan menimpakannya kepada seorang hamba, maka Allah menyembunylkan
kehinaan dirinya dari pengetahuan akan kehinaan itu sendiri.
Ibrahim al Khawwas menegaskan, "Aku tidak menghadapi seluruh ketakutanku,
kecuali secara langsung menghadapinya dengan menunggangnya."
Muhammad bin Fadhl mengatakan, "Istirahat total adalah kebebasan dari
keinginan hawa nafsu."
Saya mendengar Abu Ali ar Rudzbary berkata, "Bahaya yang menimpa manusia
datang dari tiga hal: Kelemahan watak, keterpakuan pada kebiasaan, dan
mempertahankan teman yang merusak." Saya bertanya kepadanya, "Apakah
kelemahan watak itu?" la menjawab, "Mengonsumsi hal hal yang
haram." Lalu saya tanyakan, "Apakah keterpakuan pada kebiasaan
itu?" la berkata, "Memandang dan mendengarkan segala sesuatu yang
haram dan melibatkan diri dalam fitnah." Saya bertanya, "Apakah
mempertahankan teman yang merusak itu?" Dijawabnya, "Itu terjadi
ketika Anda menuruti hasrat nafsu dalam diri, lalu diri Anda
mengikutinya."
An Nashr Abadzy mengatakan, "Penjara adalah jiwa Anda. Apabila Anda
melepaskan diri darinya, niscaya akan sampai pada kedamaian." la juga
berkata, "
Aku mendengar Muhammad al Farra' berkisah, bahwa Abul Husain al Warraq
mengatakan, 'Ketika kami mulai menempuh jalan Nya lewat tasawuf di Masjid Abu
Utsman al Hiry, praktik terbaik yang kami lakukan adalah bahwa kami
memprioritaskan kemudahan bagi orang lain; kami tidak pernah tidur dengan
menyimpan sesuatu tanpa disedekahkan; kami tidak pernah menuntut balas kepada
seseorang yang menyinggung hati kami, bahkan kami selalu memaafkan tindakannya
dan bersikap rendah hati kepadanya; dan jika kami memandang hina seseorang
dalam hati kami, maka kami akan mewajibkan diri kami untuk melayaninya sampai
perasaan memandang hina itu lenyap'."
Abu ja'far berkata, "Nafsu, seluruhnya gelap gulita. Pelitanya adalah
batinnya. Cahaya pelita ini adalah taufiq. Orang yang tidak disertai taufik
dari Tuhannya, maka kegelapan akan menyelimutinya." Ketika mengatakan,
"Pelitanya adalah batinnya," dimaksudkan adalah rahasia antara
dirinya dan Allah swt, yakni tempat keikhlasannya. Dengannya si hamba tersebut
mengetahui bahwa semua peristiwa adalah karya Tuhan; peristiwa peristiwa
bukanlah ciptaan dirinya, tidak pula berasal darinya. Bila mengetahui hal ini,
la akan bebas dalam setiap keadaannya, dari kekuatan dan kekuasaannya sendirl
dalam melestarikan manfaat waktunya. Orang yang tidak disertai taufik tidak
akan memperoleh manfaat dari pengetahuan tentang jiwanya atau tentang Tuhannya.
Itulah sebabnya mengapa para syeikh mengatakan, "Orang yang tidak
mempunyai sirr akan terus bersikeras menuruti hawa nafsunya."
Abu Utsman berkata, "Selama orang melihat setiap sesuatu baik dalam
jiwanya, la tidak akan mampu melihat kelemahan-kelemahannya. Hanya orang yang
berani mendakwa dirinya terusmenerus selalu berbuat salahlah yang akan sanggup
melihat kesalahannya itu."Abu Hafs mengatakan, "Tidak ada jalan yang
lebih cepat ke arah kerusakan, kecuali jalan orang yang tidak mengetahui
kekurangan diriya, karena kemaksiatan kepada Tuhan adalah jalan cepat menuju
kekafiran."
Abu Sulaiman berkata, "Aku tahu bahwa tidak sedikit pun kebaikan dapat
ditemukan dalam suatu perbuatan yang kulakukan sendiri, aku berharap diberi pahala
karenanya."
Syaikh Sari as Saqathi berkomentar, "Waspadalah terhadap orang yang suka
bertetangga dengan orang kaya, pembaca pembaca Qur'an yang sering mengunjungi
pasar, dan ulama ulama yang mendekati penguasa."
Dzun Nuun al Mishry mengatakan, "Kerusakan merasuki diri manusia
dikarenakan enam hal:
Mereka memiliki niat yang lemah dalam melakukan amal untuk akhirat;
Tubuh mereka diperbudak oleh nafsu;
Mereka tidak henti hentinya mengharapkan perolehan duniawi, bahkan menjelang
ajal;
Mereka lebih suka menyenangkan makhluk, mengalahkan ridha Sang Pencipta;
Mereka memperturutkan hawa nafsunya, dan tidak menaruh perhatian yang cukup
kepada Sunnah Nabi Saww.;
Mereka membela diri dengan menyebutkan beberapa kesalahan orang lain, dan
mengubur prestasi pendahulunya. "
(Diambil dari kitab "Risalatul Qusyairiyyah" karya Syaikh Abul Qasim
al Qusyairi)
- Sumber: Status di Facebook Pemuda TQN Suryalaya
Mujahadah (Melawan sisi negatif jiwa manusia)
"Dan orang orang yang berjihad untuk (mencari) keridhaan Kami, benar benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar benar beserta orang-orang yang berbuat baik."(Q.s. Al Ankabut: 69)
Diriwayatkan dari Abu Sa'id al Khudry, bahwa ketika Rasulullah saw. ditanya
mengenai jihad terbaik, beliau menjawab, "Adalah perkataan yang adil yang
disampaikan kepada seorang penguasa yang zallm."
(H.r. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Maka air mata berlinang dari kedua mata Abu Sa'id ketika mendengar hal ini.
Syeikh Abu Ali ad Daqqaq r.a. berkata, "Barangsiapa menghiasi lahiriahnya
dengan mujahadah, Allah akan memperindah rahasia batinnya melalui musyahadah.
Siapa yang permulaannya tidak memiliki mujahadah dalam tharikah ini, ia tidak
akan menemui cahaya yang memancar darinya."
Abu Utsman al Maghriby mengatakan, "Adalah kesalahan besar bagi seseorang
membayangkan bahwa dirinya akan mencapai sesuatu di Jalan Nya atau bahwa
sesuatu di Jalan Nya akan tersingkap baginya, tanpa bermujahadah."
Syeikh Abu Ali ad Daqqaq r.a. menegaskan, "Orang yang tidak berdiri dengan
mantap di awal perjalanan spiritualnya tidak akan diizinkan beristirahat pada
akhir perjalanannya." Dikatakannya pula, "Gerak adalah suatu
berkat." Dan katanya kemudian, "Gerakan-gerakan dzahir akan
melahirkan barakah barakah batin."
Hadhrat Maulana Syaikh Sari as Saqathi berkata, "Wahai kaum muda, tekunlah
kalian, sebelum kamu sekalian menginjak usia seperti diriku, sehingga kalian lemah
dan lengah seperti diriku. " Padahal pada saat itu tidak seorang pun di
antara para pemuda yang mampu menyejajari langkah as Sari dalam bidang ibadat.
Saya mendengar al Hasan al Qazzaz berkata, "Jangan makan kecuali amat
lapar, jangan tidur kecuali amat kantuk, jangan bicara kecuali dalam keadaan
darurat.”
Ibrahim bin Adham mengatakan, "Seseorang baru akan mencapai deraiat
kesalehan, sesudah melakukan enam hal:
Menutup pintu bersenang senang dan membuka pintu penderitaan;
Menutup pintu keangkuhan dan membuka pintu kerendahan hati;
Menutup pintu istirahat dan membuka pintu perjuangan;
Menutup pintu tidur dan membuka pintu jaga;
Menutup pintu kemewahan dan membuka pintu kemiskinan;
Menutup pintu harapan duniawi dan membuka pintu persiapan menghadapi kernatian."
Abu Amr bin Nujayd berkata, "Barangsiapa menghargai hawa nafsunya berarti
meremehkan agamanya dan pendengarannya."
Abu Ali ar Rudzbary mengatakan,"Apabila seorang Sufi - sesudah lima hari
kelaparan berkata, 'Aku lapar,' kirimlah ia ke pasar untuk mencari nafkah.
Prinsip mujahadah pada dasarnya adalah mencegah jiwa dari kebiasaan
kebiasaannya dan memaksanya menentang hawa nafsunya separijang waktu.
"Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencapai kebaikan:
keberlarutan dalam memuja hawa nafsu dan penolakan pada tindak kepatuhan.
Manakala jiwa menunggang nafsu, maka Anda harus mengendalikannya dengan kendali
takawa.
Manakala jiwa bersikukuh menolak untuk selaras dengan kehendak Tuhan, maka Anda
harus mengendalikannya agar menolak hawa nafsunya.
Manakala jiwa bangkit memberontak, maka Anda harus mengendalikan keadaan ini.
Tiada satu hal pun yang berakibat lebih utama selain sesuatu yang muncul
menggantikan kemarahan yang kekuatannya telah dihancurkan dan yang nyalanya
telah dipadamkan oleh akhlak mulia.
Manakala jiwa menemukan kemanisan dalam anggur kecongkakan, niscaya ia akan
merana bila tidak sanggup menunjukkan kemampuannya dan menghiasi perbuatan-
perbuatannya kepada siapa pun yang melihatnya.
Orang harus memutuskannya dari kecenderungan seperti ini dan menyerahkannya
pada hukuman kehinaan yang akan datang tatkala diingatkan akan harga dirinya
yang rendah, asal usulnya yang hina dan amal amalnya yang menjijikkan.
Perjuangan kaum awam berupa pelaksanaan tindakan tindakan; tujuan kaum khawash
adalah menyucikan keadaan spiritual mereka. Bertahan dalam lapar dan jaga,
adalah sesuatu yang mudah. Sedangkan membina akhlak dan membersihkan semua hal
negatif yang melekat padanya sangatlah sulit.
Satu dari sekian sifat jiwa yang merugikan dan paling sulit dilihat adalah
ketergantungannya pada pujian manusia. Orang yang bermental seperti ini berarti
menyangga beban langit dan bumi dengan satu alisnya. Satu pertanda yang
mengisyaratkan mental seperti ini adalah bahwa apabila pujian orang tidak
diberikan kepadanya, niscaya la menjadi pasif dan pengecut.
Dikabarkan bahwa Abu Muhammad al Murta'isy berkata, "Aku berangkat haji
berkali kali seorang diri. Pada suatu ketika aku menyadari bahwa segenap
upayaku terkotori oleh kegembiraanku dalam melakukannya. Hal ini kusadari saat
ibu memintaku menarikkan seguci air untuknya. Jiwaku merasakan hal ini sebagai
beban yang berat. Saat itulah aku mengetahui bahwa apa yang kusangka merupakan
kepatuhan kepada Allah swt. dalam hajiku selama ini tidak lain hanyalah kesenanganku
semata, yang datang dari kelemahan dalam jiwa, karena apabila nafsuku sirna,
niscaya tidak akan mendapati tugas kewajibanku sebagai sesuatu yang memberatkan
dalam hukurn syariat."
Pada suatu ketika seorang wanita lanjut usia ditanya mengenai keadaan ruhaninya.
la menjawab, "Semasa muda, aku berpikir bahwa keadaan keadaan ruhani itu
berasal dari kekuatan dan semangat yang tak kujumpal saat ini, ketika sudah
tua, semua itu sirna sudah."
Dzun Nuun al Mishry berkata, "Penghormatan yang Allah berkenan memberikannya
kepada seorang hamba, maka Allah menunjukkan kehinaan dirinya; penghinaan yang
Allah berkenan menimpakannya kepada seorang hamba, maka Allah menyembunylkan
kehinaan dirinya dari pengetahuan akan kehinaan itu sendiri.
Ibrahim al Khawwas menegaskan, "Aku tidak menghadapi seluruh ketakutanku,
kecuali secara langsung menghadapinya dengan menunggangnya."
Muhammad bin Fadhl mengatakan, "Istirahat total adalah kebebasan dari
keinginan hawa nafsu."
Saya mendengar Abu Ali ar Rudzbary berkata, "Bahaya yang menimpa manusia
datang dari tiga hal: Kelemahan watak, keterpakuan pada kebiasaan, dan
mempertahankan teman yang merusak." Saya bertanya kepadanya, "Apakah
kelemahan watak itu?" la menjawab, "Mengonsumsi hal hal yang
haram." Lalu saya tanyakan, "Apakah keterpakuan pada kebiasaan
itu?" la berkata, "Memandang dan mendengarkan segala sesuatu yang
haram dan melibatkan diri dalam fitnah." Saya bertanya, "Apakah
mempertahankan teman yang merusak itu?" Dijawabnya, "Itu terjadi
ketika Anda menuruti hasrat nafsu dalam diri, lalu diri Anda
mengikutinya."
An Nashr Abadzy mengatakan, "Penjara adalah jiwa Anda. Apabila Anda
melepaskan diri darinya, niscaya akan sampai pada kedamaian." la juga
berkata, "
Aku mendengar Muhammad al Farra' berkisah, bahwa Abul Husain al Warraq
mengatakan, 'Ketika kami mulai menempuh jalan Nya lewat tasawuf di Masjid Abu
Utsman al Hiry, praktik terbaik yang kami lakukan adalah bahwa kami
memprioritaskan kemudahan bagi orang lain; kami tidak pernah tidur dengan
menyimpan sesuatu tanpa disedekahkan; kami tidak pernah menuntut balas kepada
seseorang yang menyinggung hati kami, bahkan kami selalu memaafkan tindakannya
dan bersikap rendah hati kepadanya; dan jika kami memandang hina seseorang
dalam hati kami, maka kami akan mewajibkan diri kami untuk melayaninya sampai
perasaan memandang hina itu lenyap'."
Abu ja'far berkata, "Nafsu, seluruhnya gelap gulita. Pelitanya adalah
batinnya. Cahaya pelita ini adalah taufiq. Orang yang tidak disertai taufik
dari Tuhannya, maka kegelapan akan menyelimutinya." Ketika mengatakan,
"Pelitanya adalah batinnya," dimaksudkan adalah rahasia antara
dirinya dan Allah swt, yakni tempat keikhlasannya. Dengannya si hamba tersebut
mengetahui bahwa semua peristiwa adalah karya Tuhan; peristiwa peristiwa
bukanlah ciptaan dirinya, tidak pula berasal darinya. Bila mengetahui hal ini,
la akan bebas dalam setiap keadaannya, dari kekuatan dan kekuasaannya sendirl
dalam melestarikan manfaat waktunya. Orang yang tidak disertai taufik tidak
akan memperoleh manfaat dari pengetahuan tentang jiwanya atau tentang Tuhannya.
Itulah sebabnya mengapa para syeikh mengatakan, "Orang yang tidak
mempunyai sirr akan terus bersikeras menuruti hawa nafsunya."
Abu Utsman berkata, "Selama orang melihat setiap sesuatu baik dalam
jiwanya, la tidak akan mampu melihat kelemahan-kelemahannya. Hanya orang yang
berani mendakwa dirinya terusmenerus selalu berbuat salahlah yang akan sanggup
melihat kesalahannya itu."Abu Hafs mengatakan, "Tidak ada jalan yang
lebih cepat ke arah kerusakan, kecuali jalan orang yang tidak mengetahui
kekurangan diriya, karena kemaksiatan kepada Tuhan adalah jalan cepat menuju
kekafiran."
Abu Sulaiman berkata, "Aku tahu bahwa tidak sedikit pun kebaikan dapat
ditemukan dalam suatu perbuatan yang kulakukan sendiri, aku berharap diberi pahala
karenanya."
Syaikh Sari as Saqathi berkomentar, "Waspadalah terhadap orang yang suka
bertetangga dengan orang kaya, pembaca pembaca Qur'an yang sering mengunjungi
pasar, dan ulama ulama yang mendekati penguasa."
Dzun Nuun al Mishry mengatakan, "Kerusakan merasuki diri manusia
dikarenakan enam hal:
Mereka memiliki niat yang lemah dalam melakukan amal untuk akhirat;
Tubuh mereka diperbudak oleh nafsu;
Mereka tidak henti hentinya mengharapkan perolehan duniawi, bahkan menjelang
ajal;
Mereka lebih suka menyenangkan makhluk, mengalahkan ridha Sang Pencipta;
Mereka memperturutkan hawa nafsunya, dan tidak menaruh perhatian yang cukup
kepada Sunnah Nabi Saww.;
Mereka membela diri dengan menyebutkan beberapa kesalahan orang lain, dan
mengubur prestasi pendahulunya. "
(Diambil dari kitab "Risalatul Qusyairiyyah" karya Syaikh Abul Qasim
al Qusyairi)
- Sumber: Status di Facebook Pemuda TQN Suryalaya
Posting Komentar
hatur nuhun pisan.....ijin copas.
sami2 kang Rijal :)
mangga silahkan kang...
haturnuhun sudah mampir ke website kita ini...
Posting Komentar