Fitrah manusia dan jin dilahirkan ke dunia ini tiada lain hanya untuk menyembah Allah Azza wa Jalla (QS Adz-Dzariyat:56) berdasarkan syariat Islam yang telah dicontohkan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari oleh Nabi besar kita Muhammad S.A.W, sehingga Beliau menjadi tuntunan sekaligus panutan bagi umat manusia dan jin. Makna penyembahan itu sendiri adalah penyerahan seluruh jiwa dan raga secara total (kaffah) hanya kepada Allah menurut peraturan dan perundang-undangan yang diridhoi Allah SWT. Adapun tujuan utama dari penyembahan kepada Allah Azza wa Jalla adalah hanya mengharapkan maghfiroh dan ridho-Nya semata.
Bagaimana menyembah Allah yang Maha Gaib sementara manusia umumnya memahami dan menerima sesuatu yang sifatnya konkret dan logis? Hal ini bergantung pada tingkat keilmuan individu dalam memahami syariat Islam dan tingkat keimanannya dalam memahami Kemahagaiban Allah Azza wa Jalla atau ma’rifatulloh.
Dengan kata lain, iman dan ilmu merupakan modal utama dalam menggapai ma’rifat kepada Allah SWT, sebagaimana janji Allah akan mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu ke derajat yang lebih dekat dengan-Nya. Makin tinggi iman dan ilmu seorang hamba, makin dekat hamba tersebut kepada Alloh SWT atau ma’rifatnya makin sempurna, dan ma’rifat yang tertinggi adalah ma’rifat kepada Dzat Alloh Azza wa Jalla. Inilah yang disebut dengan ikhsan, yakni dalam menyembah Alloh seolah-olah engkau melihat-Nya, kalaupun tidak bisa melihat-Nya sesungguhnya Alloh maha melihat apa yang dikerjakan (HR Bukhari dan Muslim).
Indikator kedekatan seorang hamba kepada Alloh SWT adalah budi pekerti. Menurut Rasululloh S.A.W: Hamba yang paling sempurna imannya adalah yang paling luhur budi pekertinya (HR Ibnu Majah, Turmudzi, dan Ibnu Hibban), dan manusia yang terluhur budi pekertinya adalah Nabi Muhammad SAW. Jadi untuk mencapai ma’rifat yang sempurna harus senantiasa memperbaiki ahlak menuju ahlak kamil mukamil sebagaimana sabda Rasululloh: Sesungguhnya aku diutus Alloh ke dunia ini tiada lain untuk menyempurnakan ahlak manusia(HR dari Abu Hurairah r.a) agar sesuai dengan tuntunan qur’an seperti yang dicontohkan oleh Nabi sendiri sebab Beliau adalah uswatun khasanah.
Disamping sebagai indikator tingkat keimanan seseorang kepada Allah s.w.t., akhlak juga dapat dijadikan indikator kesempurnaan sholat, karena Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar, dan dzikrulloh lebih utama mencegahnya (QS Al-‘Ankabut:45) Jadi, apabila seseorang biasa menunaikan sholat tetapi akhlaknya masih belum sesuai dengan tuntunan Rasululloh, maka bolehjadi sholatnya belum sempurna alias STMJ (Sholat Terus.. Maksiat Jalan).
Indikator dari ahlak sendiri dapat diamati dari apa yang dilahirkan seseorang, seperti ucapannya terutama ketika kaget atau marah dan dimarahi, sikap ketika dia mendapat musibah atau kesenangan, sikap terhadap pasangan hidupnya, apakah sangat mendominasi (berkuasa) atau berbagi rasa. Sejatinya, Di antara ahlak orang mukmin adalah berbicara dengan baik, bila mendengarkan pembicaraan tekun, bila berjumpa orang menyambut dengan wajah ceria dan bila berjanji ditepati (HR. Ad-Dailami). Rasululloh SAW bersabda: Sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling aku cintai di antara kalian semua serta yang terdekat kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah yang terbaik budipekertinya di antara kalian semua, dan sesungguhnya termasuk golongan orang yang paling aku benci di antara kalian semua serta terjauh kedudukannya denganku pada hari kiamat adalah orang yang banyak bicara, sombong bicaranya dan merasa tinggi apa yang dibicarakannya karena kecongkaannya (HR Tirmidzi).
Mengapa manusia dapat berbuat ingkar atau ta’at kepada Alloh SWT? Karena diantara semua makhluk ciptaan-Nya, yang dapat mencapai derajat paling mulia dan juga paling biadab adalah manusia. Jika manusia berbuat baik maka dapat terlampau baik sehingga para malaikat merasa iri kepadanya. Jika manusia berbuat jahat, maka dapat terlampau biadab sehingga syaitan-syaitan pun malu bersahabat dengannya. Itulah manusia, walaupun lemah secara fisik tetapi masih bisa mengingkari ketentuan Alloh yang Maha Perkasa. Oleh karena itu tidak heran jika mengaku muslim tetapi perilaku dzolim. Berpakaian Islami tetapi perilaku masih menyakiti makhluk Alloh yang sama-sama mengaku muslim dengan pentungan seraya mengucapkan takbir atau dengan ucapan keji yang menyakitkan hati.
(bersambung)
(Sumber : Dokumen no.328 di Facebook Pemuda TQN Suryalaya diposting oleh Wahyu Pratama)
Posting Komentar
Posting Komentar