Bagaimana cara mengobati qolbu yang sakit alias keras sekeras baja titanium? Sabda Rasululloh: Bahwasannya bagi tiap sesuatu ada alat untuk mensucikannya, dan alat untuk mensucikan qolbu adalah dzikrulloh. Hadits lain yang senada: bagi tiap penyakit ada obatnya dan obat untuk penyakit hati adalah dzikrulloh (dzikrulloh syifa’ul qulub). Dengan kata lain, untuk menyembuhkan penyakit kronis yang ada dalam qolbu kita adalah berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla, sebab dengan dzikrulloh akan terhindar dari perbuatan keji.
Orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, kemudian mereka dzikir kepada Alloh dan memohon ampunan terhadap dosanya, karena siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Alloh. Mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui (QS Ali Imran, 135).
Sebaliknya,
Barangsiapa yang berpaling dari dzikir kepada Alloh yang Maha Rahman, Kami sediakan baginya syaitan yang menyesatkan, sehingga syaitan itulah menjadi teman yang selalu menyertainya. Sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar, sementara mereka menyangka bahwa mereka sudah mendapat petunjuk(QS Al Zukhruf: 36-37).
Dengan kata lain, dzikrullah adalah jalan yang benar dan lurus, yang mampu meluluhkan qolbu kita menjadi orang yang taqwa dan takut kepada Alloh sehingga dilindungi dari godaan syaitan.
Dengan demikian dapat ditarik benang merah bahwa sebagian umat Islam yang melaksanakan sholat, zakat, puasa, bahkan sudah menunaikan haji tetapi masih saja berbuat maksiat dan syirik kepada Alloh Azza wa Jalla dan perilakunya tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW disebabkan qolbunya sakit alias keras, dan obatnya adalah berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla. Namun demikian, bukankah menunaikan sholat, zakat, puasa, berhaji, dan berbuat baik kepada sesama makhluk, semua itu tergolong dzikrulloh? Jawabannya belum tentu, mengapa? Sebab perbuatan zahir yang dilakukan manusia tergantung kepada niatnya, bolehjadi apa yang dilakukan itu bukan karena Alloh melainkan karena makhluk, seperti riya’ dan sum’ah. Segala amal itu tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya … (HR Bukhari).
Jika sholat, zakat, puasa, menunaikan haji, dan berbuat baik kepada sesama makhluk dilakukan karena Alloh Azza wa Jalla tetapi masih saja tidak mampu mengendalikan keinginan nafsu, syahwat, dan bisikan syaitan maka bolehjadi berdzikirnya masih sedikit karena hanyamenjalankan amalan yang terikat oleh ruang, waktu, dan/atau makhluk. Contoh, mendirikan sholat dibatasi oleh ruang dan waktu sebab tidak setiap saat kita dapat melaksanakan sholat (sholat terkait waktu) juga tidak dapat dilakukan di sembarang tempat. Menjalankan puasa tidak dapat dilakukan setiap saat, tetapi hanya pada waktu terbit fajar hingga matahari terbenam dan itupun tidak setiap hari karena ada hari-hari yang diharamkan berpuasa. Demikian pula amalan-amalan lainnya seperti zakat dan berbuat baik kepada sesama terikat makhluk yang mau menerima bantuan kita. Apabila berdzikir kepada Alloh sangat sedikit maka kita akan digolongkan sebagai orang yang munafik (QS An-nisa:142).
Ketika kita sedang tidak melakukan kegiatan yang sifanya ritual atau membantu sesama, seperti ngerumpi, hura-hura, dugem, bercanda hingga tertawa terbahak-bahak, ber-facebook-ria, searching internet porno, menghayal disaat sendiri atau mau tidur, bermain gapleh, menyakiti bibir ikan/mancing, nonton sinetron, dan aktivitas lain yang sifatnya mudarat, apakah itu juga tergolong berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla? Tentu kita akan malu jika perbuatan tersebut dikategorikan sebagai dzikrulloh. Pada saat aktivitas seperti inilah syaitan dengan leluasa masuk ke dalam qolbu kita dan menguasainya sehingga perilaku kita tidak sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW.
Dalam Surat Al-‘Ankabut:45 di atas dinyatakan bahwa dzikrulloh lebih utama dalam mencegah perbuatan keji dan munkar. Namun demikian dzikrulloh seperti apa yang mampu mencegah perbuatan tersebut? Membaca Al-Qur’an, bertasbih, berpuasa, dan amalan-amalan lainnya memang dikategorikan sebagai berdzikir kepada Alloh, tetapi terbatas ruang dan waktu. Contoh: kita tidak boleh membaca Qur’an atau bertasbih di tempat kotor seperti di toilet. Kita juga tidak dapat melakukan dzikir seperti itu manakala sedang belajar, berdiskusi, ngobrol, bercanda, atau kegiatan-kegiatan yang memerlukan aktifitas pikiran dan ucapan. Dengan demikian, permasalahan sesungguhnya adalah bagaimana agar kita dapat berdzikir kepada Alloh tanpa dibatasi ruang dan waktu maupun makhluk sehingga dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dalam keadaan atau melakukan aktifitas apapun, dengan kata lain berdzikrulloh setiap saat?
Berdzikir kepada Alloh Azza wa Jalla setiap saat dapat dilakukan hanya dengan qolbu TIDAK dengan ucapan bibir. Berdzikir dengan menyebut nama Alloh (Ismu Dzat) di dalam qolbu dilakukan tanpa kata tanpa suara sehingga dapat diamalkan setiap saat dalam keadaan apapun karena tidak terikat oleh ruang dan waktu maupun makhuk.Dzikir seperti ini disebut juga dengan dzikir khofi sebagai pembina (tatapamong) dari ahlak kita. Apa yang dimaksud dengan dzikir khofi dan bagaimana cara mengamalkan dzikir tersebut? Silahkan simak uraian berikut.. (pada bagian III)
Posting Komentar
Posting Komentar