Menu

TQN PP.Suryalaya

 


Keimamannya diakui para ulama, dan keulamaannya disepakati tokoh ulama penjuru barat dan timur dan di antara keduanya.
Nama lengkapnya Abu Abdirrahman Abdullah bin Mubarak. Kedua orangtuanya berasal dari Turki. Ayahnya seorang pedagang dari Bani Handalah, dan ibunya dari suku Khuwarizmi.
Dia adalah seorang ulama asal Khurasan yang keimamannya diakui oleh para ulama pada masanya. Abdur­rahman bin Mahdi, misalnya, meski mengakui bahwa imam pada masa itu ada empat, yaitu Tsauri, Malik, Hammad bin Zaid, dan Ibnul Mubarak, dia bersi­kukuh, “Ibnul Mubarak tidak ada tan­ding­annya....”
Ibnul Mubarak, yang seorang tabiut tabi’in, yang masa hidupnya berjarak ratusan tahun dari masa Baginda Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, bisa menghadirkan rahmat jika kita me­nyebut namanya, dan kita bisa berharap ampunan bila kita mencintainya. Dia bisa mendudukkan dirinya sedemikian rupa sehingga dipercaya sebagai panutan umat dengan martabat keimaman yang diakui dan disepakati  masyarakatnya.
Abu Ishaq Al-Fazari juga mengamini hal itu, ”Ibnul Mubarak adalah imam kaum muslimin.” Bahkan Sofyan At-Tsauri sendiri juga mengakui, “Ibnul Mubarak adalah tokoh ulama penjuru barat dan timur dan di antara keduanya.”
Empat Ribu Guru
Aktivitas Ibnul Mubarak tak sebatas menimba ilmu, melainkan juga menga­jarkannya, antara lain lewat karyanya. Semasa hidupnya dia banyak menulis buku yang meliputi berbagai bidang ilmu. Dia dikenal sebagai pakar ilmu fiqih dan penghafal hadits. Kepakarannya di bi­dang fiqih ini diakui oleh Mu’tamir bin Sulaiman, yang menegaskan, “Abdullah bin Mubarak adalah ahli fiqihnya bangsa Arab dan Ajam (non-Arab).” Mu’tamir sendiri orangnya alim, zuhud, wara’, dan selalu menganjur­kan kepada lingkung­an­nya untuk berjihad. Dia juga dikenal sebagai pakar ilmu fiqih dan penghafal hadits.
Ketika masih muda, Ibnul Mubarak ba­nyak bepergian untuk berburu ilmu. Se­lama hidupnya dia belajar kepada se­kitar empat ribu orang guru. Pengem­baraannya mencari ilmu itu sampai ke Syam, Irak, Hijaz, Khurasan, bahkan Yaman.
Setiap kali mengembara, dia selalu membawa gerobak yang besar, karena banyaknya barang bawaannya. Dan bila sampai di suatu tempat, dia meng­ha­diahkan barang-barangnya itu kepada orang-orang yang memerlukannya.
Abu Ishaq Ath-Thaliqani, seorang sufi,  mengaku pernah melihat, Ibnul Mu­barak menggunakan dua ekor unta untuk mengangkat barang-barang bawaan­nya, berupa makanan yang serba lezat. “Dia memberikan makanan itu kepada rom­bongannya, sedangkan dia sendiri tetap berpuasa pada siang hari. Kalau meng­inginkan sesuatu, dia tidak akan makan kecuali bersama tamu.”
Fudhail bin Iyadh, gurunya dalam ilmu hadits,  bahkan mengagumi kepri­badian Ibnul Mubarak. “Demi Tuhan pe­milik Ka’bah, kedua mataku belum per­nah melihat seseorang seperti Ibnul Mu­barak.” Fudhail adalah seorang yang shalih dan zuhud kelahiran Samarkand  (105 H/723 M) dan menulis riwayat hadits sejak di Kufah hingga hijrah ke Makkah, dan wafat di sana pada bulan Muharam tahun 187 H/802 M.
Pengakuan-pengakuan semacam itu banyak bermunculan dari para ulama. Ibnu Abi Rumzah, misalnya, mengata­kan, semua sifat yang terpuji terkumpul dalam diri Ibnul Mubarak. Antara lain, pemalu, dermawan, berbudi pekerti yang baik, setia kawan, menghormati teman duduk, zuhud, wara’.
Yahya bin Muin, tokoh sufi, mengata­kan, Ibnul Mubarak adalah seorang pe­mimpin umat Islam terkemuka yang pan­dai dan banyak mujahadah ibadah­nya.
Ibnul Mubarak juga diyakini dapat menyembuhkan penyakit buta. Suatu kali dia didatangi seorang tunanetra yang minta didoakan. “Tolong doakan pengli­hatan untukku,” ujarnya me­mohon.
Lalu Ibnul Mubarak berdiri dan me­manjatkan doa kepada Allah SWT, lama sekali, sampai Allah mengembalikan penglihatan orang itu.
Berdzikir sepanjang Hari
Sebagai seorang sufi, Ibnul Mubarak banyak memberikan nasihat dan pandu­an. “Barang siapa mengakhiri penghu­jung hari dengan dzikir, ia dicatat seba­gai orang yang berdzikir sepanjang hari itu.”
Mengenai syarat orang alim, dia mengatakan, tidak boleh terlintas cinta dunia dalam hatinya. Sedang orang yang hina, dia katakan, adalah orang yang menghidupi diri  dengan menjual agama.
Ibnul Mubarak berwasiat agar kita tidak cepat mempercayai wanita, tidak tertipu oleh harta, tidak membebani perut secara berlebihan, dan mempelajarilah ilmu yang bermanfaat, dunia wal akhirat.
Menurut Ibnul Mubarak, yang perta­ma kali diletakkan dalam timbangan se­orang mukmin kelak di hari Kiamat ada­lah barang halal yang dinafkahkannya kepada keluarga.

-Majalah AlKisah-

Posting Komentar

 
Top