Terutama, bagi penguatan industri halal oleh
produsen-produsen Muslim. Perhelatan yang terselenggara, hasil kerja sama
Unida-Bogor dengan LPPOM MUI, tersebut juga menguak fakta menarik.
Bahwa, pasar halal dunia sangat potensial.
Transaksi perdagangan halal dunia hanya mencapai 300 miliar dolar Amerika per
tahun. Padahal, potensi pasar halal lebih besar, yaitu bisa menembus 680 miliar
dolar Amerika.
Anggota Komite Kerja Sama Gabungan Pengusaha
Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Doni Wibisono, mengemukakan
pada 2009 transaksi pasar global menembus 3,9 triliun dolar Amerika. Sedangkan,
pasar halal di tahun yang sama hanya mencapai 635 miliar dolar Amerika.
Menurut Direktur Halal Science Centre
Chulalongkorn University, Thailand, Dr Winai Dahlan, potensi tersebut semakin
terbuka seiring dengan mening katnya populasi Muslim yang tersebar di seluruh
dunia.
Jumlah penduduk dunia saat ini mencapai tujuh
miliar jiwa. Populasi Muslim sebesar 26 persen dari total itu. Ia menyebut,
negara dengan pertumbuhan paling tinggi se-ASEAN ialah Brunei Darusalam, yaitu
1,712 persen.
Sedangkan, rata-rata peningkatan penduduk di
ASEAN adalah 1,185 per sen. Indonesia hanya 1,069 persen.
Bahkan, tingginya persentase tersebut masih
berada di atas negara-negara pengeskpor halal utama, seperti Uni Eropa,
Amerika, Cina, Jepang, Jerman, dan Prancis. Tapi sayangnya, potensi yang
sedemikian rupa besarnya belum tergarap maksimal.
Umat Islam masih menjadi objek dan bukan pelaku utama untuk menggarap sektor
industri halal di dunia.
Ironisnya, ekspor halal masih didominasi oleh
negara-negara non-Muslim, seperti Uni Eropa, Brasil, Cina, Selandia Baru,
Amerika, Argentina, India, dan Rusia.
Kondisi ini, menurut Winai, adalah tantangan
utama memasuki bisnis produk halal global.
Produsen Muslim dituntut bersaing dengan
negara-negara yang lebih maju dan berpengalaman dalam sektor industri tersebut.
Terutama, soal kualitas dan harga. Ia memandang perlunya pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi pendukung.
“ASEAN dipaksa untuk berkompetisi menghadirkan
produk murah tapi berkualitas,” kata cucu KH Ahmad Dahlan tersebut.
Doni Wibisono menambahkan, ada beberapa poin yang
bisa dilakukan untuk mendongkrak peran aktif produsen Muslim pada pasar
tersebut. Ini mengingat, kebutuhan halal tidak hanya menjadi komoditas internal
Muslim, tetapi juga memenuhi kebutuhan komunitas non-Muslim.
Ia juga menyebut pentingnya koordinasi intens
antarsesama lembaga halal, harmonisasi peraturan, dan prosedur sertifikasi.
Pada level ASEAN ia menilai, perlu adanya pengembangan lembaga halal se-ASEAN
yang menyediakan daftar negara pemasok yang telah tersertifikat sekaligus
pengembangan standar sertifikasi dengan praktik yang transparan dan
professional.
Presiden World Halal Food Council (WHFC),
Lukmanul Hakim, mengatakan WHFC berdiri sejak 1999 memiliki visi besar ke arah
optimalisasi potensi pasar halal dunia. Lembaga yang terdiri atas berbagai lembaga
halal di seluruh dunia tersebut memiliki visi besar untuk mengharmonisasi
standar halal di seluruh dunia.
Ini didasari oleh kesadaran bersama bahwa sudah
saatnya umat Muslim tidak lagi sebagai konsumen pasif. “Tetapi, Muslim harus
pula menjadi pelaku aktif,” kata Direktur Eksekutif LPPOM MUI itu.
Posting Komentar
Posting Komentar