Abu Bakar Faqih dilahirkan di
kampung Sukapulang, desa Kerta Raharja, kabupaten Ciamis, Jawa Barat sekitar
tahun 1880 M. Nama lahir Abu Bakar Faqih adalah Abdul Salam. Beliau terkenal dengan sebutan Macan Suryalaya . Orang tuanya
bernama RA Raksadinata dan Khodijah. RA. Raksadinata masih keturunan keluarga
besar kerajaan Panjalu di Jawa Barat. Abdul Salam lahir dari keluarga cukup
terpandang dan disegani warga sekitar. Dia mempunyai saudara kandung, yaitu
Kaip, Sanuhri, dan Uha (adik perempuannya). Uha menikah dengan seorang pria,
adik dari Abah Sepuh yang bernama Nur Hammad, di antara saudara-saudaranya,
Abdul Salam adalah anak yang cerdas dan pintar. Di kemudian hari, Abdul Salam
dikenal dengan sebutan Abu Bakar Faqih, Aki Ami, Mama Kiai Faqih atau Abah
Faqih.
RA. Raksadinata yang akrab
dipanggil Eyang Raksa memiliki beberapa sanak saudara dan kerabat yang tersebar
dibeberapa daerah. Adalah KH. Abdullah Mubarrok (Abah Sepuh) kerabat terdekat
yang pernah berminat mengasuh putranya untuk dijadikan sebagai anak angkat.
Dengan senang hati, eyang Raksa menyambut baik keinginan KH. Abdullah Mubarrok.
Salah satu keturunan yang diinginkan oleh kerabatnya yaitu Abdul Salam, ketika
itu masih sangat belia berusia 5 tahun. Selain karena percaya kepada
kerabatnya, Eyang Raksa juga teringat akan ucapan seseorang yang pernah datang
untuk bersilahturahmi ke rumahnya. Orang tersebut memberitahukan sesuatu
kepadanya bahwa kelak, anaknya (Abdul Salam) akan menjadi seorang pembesar atau
seorang ulama yang disegani dan dibutuhkan ilmu dan doanya oleh banyak orang.
Karena itu Eyang raksa dengan Ikhlas menyerahkan anak lelakinya kepada Abah
Sepuh dengan iringan doa semoga nanti putranya menjadi anak yang soleh,
berbakti kepada kedua orang tua, bertaqwa kepada Allah SWT, serta berguna bagi
masyarakat, agama, bangsa dan negara.
Untuk bekal hidupnya kelak dan
juga membantu perjuangan ayah angkatnya, Faqih muda menimba berbagai ilmu
agama. Syekh Abdullah Mubarrok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh) sendiri yang
menjadi guru pembimbing Abah Faqih. Ia belajar membaca dan mendalami Al Quran,
belajar salat, belajar puji-pujian (solawat), juga belajar dasar-dasar ilmu
keagamaan, seperti Ushuludin dan ilmu Fiqih. Ia menekuni setiap pelajaran ilmu
keagamaan dengan sungguh-sungguh. Dengan kepintaran dan kecerdasan yang
dimiliki, ia dapat memahami dan menguasai semua pelajaran yang disampaikan
gurunya. Karena kecerdasan dan kepintarannya pula, nama kecilnya yang dahulu
bernama Abdul Salam diganti menjadi Abdullah Faqih.
Selain belajar berbagai dasar ilmu keagamaan,
Faqih juga belajar dzikir mendalami ilmu Tarekat dari ayah angkatnya sekaligus
menjadi guru mursyidnya. Bahkan karena kekaguman Abah Sepuh terhadap dirinya,
namanya yang dahulu bernama Abdullah Faqih diganti menjadi Abu Bakar Faqih. Hal
ini disebabkan ayah angkatnya memuji sesuatu yang terhujam teguh/dzikir khofi
yang kuat di dalam hati Abu Bakar Faqih Ini mengacu pada sahabat Abu
Bakar. Dalam kebanyakan tarekat, umumnya silsilah bersambung ke Nabi
melalui Sayyidina Ali, namun tarekat Naqshabandiyyah jalurnya melewati
Sayyidina Abu Bakar as-Shidiq. Salah satu ajaran rahasia dari Nabi
diajarkan kepada Abu Bakar, yakni zikir khafy (zikir diam), yakni menyebut
ism Dzat, Allah, di dalam hati. Pelajaran (talqin) zikir ini diberikan
saat Nabi dan Abu Bakar bersembunyi dalam gua ketika dikejar-kejar orang
Quraisy saat hendak hijrah ke Madinah. Zikirnya Abu Bakar ini demikian
kokoh dan istiqamah, sehingga Nabi pernah mengatakan bahwa Abu Bakar masuk
surga karena ada "sesuatu" di hatinya. Zikir khafy ini kemudian
dilestarikan melalui jalur wali-wali Allah, dan menjadi terkenal setelah
dijadikan amalan seorang Wali Qutb, Syekh Bahauddin an-Naqshabandi, sang
pendiri tarekat.
Berbagai
ajaran yang disampaikan dari ayah angkatnya seperti dzikrullah, khotaman, dan
hidmat manaqib dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kelak setelah dewasa iapun
pernah mendapat kesempatan dari Abah Sepuh melaksanakan latihan-latihan ruhani
(Riyadhoh Khusus) seperti: mengurangi tidur, mandi dini hari (mandi
kemanusiaan, Syahadat Jati dll), kemalaikatan, amalan hizib terutama
doa Saefi Hijbul Yaman, puasa-puasa sunah termasuk puasa kifarat, Insan Kamil,
sangga Bumi, dan sebagainya. Ia juga giat mengerjakan salat-salat sunat,
berziarah ke makam para wali, berkholwat dan sebagainya. Mengenai pelaksanaan
latihan ruhani (riyadhoh) bertujuan untuk melunakkan hati, sehat, tentram.
Mensucikan hati sehingga dapat mendekati diri pada Sang Maha Pencipta.
Abu Bakar
Faqih sejak muda telah dikaruniai kasyaf dan kelebihan lain berkat amalannya
yang istiqamah. Beliau membantu Syekh Abdullah Mubarok (Abah Sepuh) dalam
mendirikan Patapan Suryalaya Kajembaran Rahmaniyah di Tasikmalaya.
Pengabdiannya kepada Abah Sepuh membuatnya tak sempat memikirkan istri. Pada
umur 45 tahun baru dia berpikir tentang istri. Abah Sepuh, melalui kasyafnya,
pernah mengatakan bahwa jodohnya kelak dari Cinambo, Majalengka. Dan apa yang
dikatakan menjadi kenyataan. Abu Bakar Faqih menikah dengan Siti
Mariah.. Abu Bakar Faqih sejak muda telah dikaruniai kasyaf dan kelebihan
lain berkat amalannya yang istiqamah.
Salah satu karamah dari Abu Bakar Faqih
adalah kemampuannya "melipat jarak." Suatu ketika kecap
kegemaran Abah Sepuh habis, padahal sebentar lagi ada tamu yang akan datang.
Pasukan dapur kebingungan. Saat itu daerah Godebag masih
tergolong terpencil dan jauh dari mana-mana, dan kendaraan tak ada.
Seorang juru masak melapor ke Abah Sepuh. Kemudian Abah Sepuh memanggil
Faqih ke ruangannya dan memerintahkannya membeli kecap di Talaga. Faqih
segera keluar dari ruang, menutup pintu, tetapi baru beberapa menit,
pintu diketuk kembali. Dan, Abu Bakar Faqih sudah berdiri di
depan pintu membawa beberapa botol kecap yang dibelinya dari Talaga.
Seorang santri yang saat itu mendampingi Abah Sepuh
terbengong-bengong. Jarak Suryalaya ke Talaga normalnya ditempuh tujuh jam berjalan kaki
(atau sekitar 1 jam-an jika naik kendaraan) tetapi Faqih hanya
butuh waktu kurang dari tiga menit untuk pulang pergi Suryalaya-Talaga.
Abu Bakar Faqih hidup hingga usia 109 tahun (tahun 1989 masehi), dan beliau mengabdi dengan setia pada Abah Sepuh dan Abah Anom. Selama mengabdi di pesantren
Suryalaya, Pangersa Abah Faqih menjadi salah satu wakil Pangersa Abah Sepuh (KH.Abdullah Mubarok bin Noor Muhammad ra.) dan Pangersa Abah Anom (KH.Ahmad Shohibul Wafa Tajul Arifin ra.) untuk memberi
ijazah atau talqin zikir kepada siapa saja yang ingin berbaiat masuk
tarekat. Walaupun memiliki berbagai kelebihan, namun sepanjang hidup beliau selalu hidup bersahaja dan sangat tawadhu.
wa Allahu a'lam bi ash-shawab
(dari berbagai sumber)
Posting Komentar
Posting Komentar