Syeikh Abdul Qadir Al-Jilany
3 Ramadhan, tahun 546 H. di Madrasahnya
Wahai kaumku, larilah kalian menuju Allah Azza wa-Jalla, larilah dari makhluk, dunia, dan segala selain Dia, secara total jadikan hatimu bagiNya. Tidakkah kalian dengar firman Allah Azza wa-Jalla:
“Ingatlah, segala perkara kembali kepada Allah.” (Asy-Syuro 53)
Anak-anak sekalian, janganlah anda memandang makhluk dengan mata keabadian, tapi pandanglah dengan mata kefanaan. Janganlah anda memandang mereka dengan pandangan derita dan manfaat. Lihatlah mereka dengan pandangan lemah dan hina. Satukan hatimu pada Allah Azza wa-Jalla dan berserahlah padaNya.
Janganlah anda mengigau terhadap sesuatu yang kosong. Dunia dan segala yang muncul di dalamnya adalah kosong. Makhluk dengan segala masalahnya adalah kosong. Hati orang beriman kosong dari segala hal selain Allah Azza wa-Jalla, apalagi bila ia tidak terlibat dalam aktivitas dunia. Bila aktivitas dunia dan keluarganya muncul, ia menolong mereka dan memberikan konsumsi menurut kadar keperluannya, maka hatinya dalam segala situasi dan kondisi tetap kosong dari segalanya selain Allah Azza wa-Jalla.
Ia sama sekali tak terpengaruh oleh apa pun. Tidak pula menuntut perubahan dan pergantian. Karena ia tahu apa yang sudah ditentukan oleh Allah Azza wa-Jalla, tak akan berubah. Bagian baginya sudah selesai, tidak lebih juga tidak kurang, tidak pula minta lebih dan minta kurang, tidak pula minta disegerakan bagiannya atau ditunda bagiannya, tidak pula ingin cepat-cepat datangnya. Sebab ia tahu bahwa waktu sudah ditentukan. Ia dan hamba sepadannya adalah orang-orang yang sehat akalnya.
Sedangkan mereka yang mencari tambah dan minta dikurang, minta dipercepat maupun minta ditunda adalah orang-orang gila. Padahal siapa yang ridho terhadap yang datang dari Allah Azza wa-Jalla, ia mendapatkan pertolongan dalam segala perilaku, stiuasi maupun kondisi, senantiasa ia dicintaiNya dan dikenalNya, lalu sepanjang sisa usianya Allah Azza wa-Jalla menyertainya, dalam menempuh hasrat untuk berserasi denganNya, lalu Dia memberikan pertolongan dan mendekatkan padaNya, dan Dia berfirman: “Akulah Tuhanmu.” (Qs. Thoha 12) di saat ia bimbang dan terputus, sebagaimana firmanNya pada Nabi Musa as, “Akulah Tuhanmu.”
Allah Azza wa-Jalla berfirman kepada Nabi Musa as, secara dzahir, dan berfirman kepada sang arif ini melalui qalbunya secara batin yang bisa didengar sebagai bentuk rahmat dan kasih sayang, serta bentuk kemuliaan bagi NabiNya as.
Mu’jizat para Nabi as, itu nyata secara dzahir, sedangkan karomah para wali itu tersembunyi dalam batin. Merekalah pewaris para Nabi yang terus menerus menegakkan agama Allah Azza wa-Jalla, menjaganya dari syetan manusia dan jin.
Betapa bodohnya kamu terhadap Allah Azza wa-Jalla, lewat para RasulNya anda pun masih tidak mengerti. Hati orang munafik, para Sufi tidak seperti itu. Anda membaca Al-Qur’an tapi tidak mengerti. Apa yang anda baca, amalkan, apa yang anda mengerti amalkan. Jangan sampai di dunia ini anda tanpa akhirat. Apalagi setelah itu anda kontra dengan mereka.
Pakailah akal sehat, beradablah, bertobatlah dan bertanamlah. Anda saat ini tidak punya apa-apa di sisi Allah Azza wa-Jalla, begitu pula di hadapan para RasulNya dan para WaliNya, di hadapan ilmu anda sendiri dan di hadapan makhlukNya.
Disiplinlah dalam bertaubat, diam, tafakkur tentang kematianmu dan situasimu dalam kubur, sampai anda benar-benar mengenal pengetahuan. Amalkan ilmu itu bersama Allah Azza wa-Jalla hingga cahayaNya menerangimu dunia dan akhirat. Terimalah apa yang kukatakan dan seriuslah menjalaninya. Tinggalkan bergantung pada hal-hal yang sudah ditentukan, karena bisa membuatmu bingung. Tinggalkan argumen para pemalas.
Kita tak berdaya dengan ketentuan yang sudah ada. Namun kita tidak lebih dari sekadarnya, berusaha dan beramal, kita tidak mengatakan, Dia berkata dan kami mengatakan, kenapa dan bagaimana. Sungguh kita tidak memasuki pengetahuan Allah Azza wa-Jalla, kita berusaha dan Allah bertindak terhadap apa yang dikehendakiNya. Allah Azza wa-Jalla berfirman:
“Dia tidak ditanya atas apa yang dilakukan, (namun) merekalah yang ditanya (apa yang mereka lakukan)” (Al-Ambiya’ 23)
Bila perkaramu sudah tuntas, dan Allah Azza wa-Jalla mendekatkan hatimu padaNya, zuhudmu di dunia ini dan kecintaanmu pada akhirat benar, maka anda akan menemukan namamu akan tertulis di pintu kedekatanmu pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, bahwa si Fulan bin Fulan adalah tergolong hamba Allah yang dimerdekakan. Itu tidak akan berubah, berkurang dan bertambah, hingga syukurmu semakin tambah pada Tuhanmu Azza wa-Jalla, bertambah tindakanmu untuk kebajikan dan kepatuhan di hadapanNya, dan pada saat yang sama anda tidak meninggalkan rasa takut dari hatimu dan tidak pula melemahkan KuasaNya, dan bacalah firmanNya Azza wa-Jalla:
"Allah menghapus apa yang dikehendaki dan menetapkan. Dan di sisiNya adalah Ummul Kitab” (Q.s. Ar-Ra’d: 39) dan “Dia tidak ditanya atas apa yang dikakukan (namun) merekalah yang ditanya (apa yang mereka lakukan )” (Al-Ambiya’: 23)
Janganlah anda terpaku pada yang termaktub, karena Sang Maha Kuasa bisa menghapusnya, Dia juga Kuasa merusaknya. Jadilah orang terus taat, takut, malu, waspada, sampai mati, dan anda tergolong orang yang selamat dari dunia menuju akhirat. Maka disinilah anda aman dari perubahan dan pergantian hai orang yang dipenuhi oleh kebodohan, kemunjafikan, dan ambisi duniawi.
Hai pemakan barang haram bagaimana anda ingin meraih cahaya qalbu dan kebeningan rahasia qalbu, bicara dengan penuh hikmah? Kaum sufi itu berbicara karena harus bicara, tidurnya karena ketiduran, makannya seperti makannya orang sakit, hingga maut menjemputnya. Mereka ini menyerupai malaikat, seperti yang difirmankan oleh Allah Azza wa-Jalla:
“Mereka tidak pernah maksiat kepada Allah atas apa yang diperintahkan pada mereka, dan mereka menjalankan apa yang diperintahkan itu.“ (Qs. At-Tahrim 6).
Posting Komentar
Posting Komentar