Bismillahi minal
Awwali wal Akhiri ...
Sang Syeikh bercerita… “Pada masa lalu, seorang faqir
pengelana tiba di sebuah oasis di sebuah gurun di barat. Dia seorang Qalandar
(Sufi pengembara yang penyendiri) yang berkelana di gurun-gurun Afrika dan Arab
selama bertahun-tahun.
Dia mencari-cari
tempat penyendirian agar bisa mengingat Tuhannya dan merenungi
misteri-misteri-Nya. Amal, iman, dan kepasrahannya kepada Tuhan membuatnya
dianugerahi kedamaian jiwa. Ketulusan dan ibadahnya di jalan Cinta sangatlah
mendalam, sehingga hal-hal gaib tersingkap padanya, dan ia menjadi seorang
Wali, Sahabat Allah.
Nah, faqir itu
tiba di oasis pada malam hari. Ia segera merebahkan tubuhnya di bawah pohon
kurma untuk beristirahat sejenak sebelum menunaikan shalat tahajud. Tapi, tanpa
disadari, ada lelaki lain yang juga sedang beristirahat di dekat pohon itu.
“Tapi
lelaki itu adalah penjahat tersohor, gembong dari sekelompok penjahat yang
dahulu sangat ditakuti orang. Mereka dulu suka merampok kafilah-kafilah
pedagang kaya yang bepergian melalui kota-kota di pedalaman.
Tapi
kekejaman para penjahat itu akhirnya sampai ke telinga sultan, dan karenanya ia
memerintah prajuritnya untuk memburu dan membunuh gerombolan perampok
itu.
Banyak
anggota perampok yang tertangkap dan dipancung kepalanya. Yang lainnya
meninggalkan gembong penjahat itu. Sebagian lagi mengkhianatinya karena takut
dihukum mati seperti kawan-kawannya yang lain.
“Akhirnya,
pentolan penjahat itu sendirian. Hartanya ludes semua. Uangnya yang terakhir
sudah habis dalam pelarian. Kini ia menjadi buronan nomor wahid. Kepalanya
dihargai sangat mahal. Bahkan, mantan kawan-kawannya, kini tak mau lagi
menolongnya. Mereka juga takut hasil jarahannya, kini tak mau lagi menolongnya.
Mereka
juga takut jika kemarahan Sultan menimpa diri mereka. Karena itulah penjahat
ini melarikan diri berhari-hari melintasi gurun dan sampai di oasis tersebut
dalam keadaan letih dan lapar. Ia duduk di bawah pohon dan merutuki nasibnya
yang malang.
“Nah,
sekarang aku bertanya kepada kalian, dari dua lelaki itu, mana yang lebih agung
dan mana yang lebih rendah? Siapa yang diberkahi Allah dan siapa yang
dilaknat-Nya? Jangan, jangan menjawab! Kalian tak akan tahu jawabannya, sebab
kalian bukan hakim mereka. Hanya Sang Penciptalah yang berhak menghakimi
ciptaan-Nya.
“Tapi,
Malaikat Munkar dan Nakir, yang bertugas menanyai orang yang sudah meninggal,
melihat keadaan dua orang itu. Kata Malaikat Munkar, “Di sini jelas tampak beda
antara emas yang murni dan yang palsu. Dua orang ini sudah bisa dinilai mutu
jiwanya, walau mereka belum mati. Allah akan mengangkat lelaki yang saleh dan
setan akan menemani lelaki jahat itu.’
“‘Pasti
demikian,’ kata Nakir setuju. ‘Emas sejati amatlah langka. Surga amatlah luas,
dan neraka penuh api yang menyala-nyala hingga ke dasarnya.’
“Allah
mendengar bersitan pikiran kedua malaikat-Nya itu. Dia lalu berbicara kepada
hati dua malaikat itu: ‘Kalian telah menghakimi nasib mereka. Namun manusia
akan celaka jika Aku menghakimi makhluk-Ku hanya dengan keadilan belaka. Bukankah
Aku Maha Pengasih lagi Maha Penyayang? Saksikanlah! Aku akan mengunjungi mereka
dalam tidur dan visi mereka, agar kalian tahu kebenaran sejati dari
makhluk-Ku.’
“Lalu
Allah menidurkan dua orang itu dan mengirimkan mimpi kepada si faqir dan
penjahat tersebut. Qalandar yang alim itu bermimpi berada di dalam neraka,
bahkan berada di dasar neraka yang paling dalam, dengan nyala api yang paling
lebat dan hebat.
Sedangkan
pentolan penjahat itu berada di surga, berdiri bersama-sama para Wali Allah di
hadapan singgasana-Nya.”
Syeikh
meletakkan cangklingnya dan meminum tehnya. Matanya mengamati wajah-wajah kami.
“Apakah
baik memasukkan orang jahat ke surga?” tanyanya. “Apakah adil memasukkan orang
saleh ke neraka?”
Tak ada
yang berani menjawab.
“Bagus!”
katanya. “Membersihkan hati dari penghakiman akan membuka Jalan Cinta. Dan
itulah pelajaran yang diterima oleh Malaikat Munkar dan Nakir.
“Sebab
kedua malaikat itu menyaksikan si faqir yang saleh berada di tengah-tengah
neraka, dan melihat orang yang sangat baik ini berdiri telanjang dengan api
membakar dagingnya. Jeritan jiwa-jiwa yang tersiksa membuat telinganya
sakit.
Tapi
lelaki itu tidak merasakan kesakitan saat api neraka membakarnya, dan ia bahkan
tak terkejut ataupun takut. Ia hanya memikirkan Sang Kekasih, dan penderitaan
sehebat apa pun tak bisa mengalihkan perhatiannya kepada Allah.
Ia lalu
duduk diselimuti kobaran api yang panas dan menyesakkan. Dengan suara tenang
dan keras Sufi itu mulai berzikir:
“Laa
ilaaha illallah! Laa ilaaha illallah!’
“Api itu
menyala lebih hebat saat zikirnya menggelegar. Lalu api itu meredup, dan
gunung-gunung api di neraka bergetar hebat mendengar zikirnya. Jiwa-jiwa lain
yang disiksa di neraka berhenti menjerit dan memasang telinga lebar-lebar,
karena nama Allah selama ini tak pernah diucapkan di neraka.
Kemudian
semua suara lenyap kecuali zikir itu. Lelaki itu terus berzikir sampai dasar
dan fondasi neraka berguncang hebat, sedangkan para penghuni lain yang terkutuk
di neraka mulai mendapatkan secercah harapan untuk bebas dari azab neraka.
“Neraka
itu pasti akan runtuh berkeping-keping jika Iblis tidak muncul dan memohon
kepada si faqir untuk menghentikan zikirnya. Tapi lelaki saleh itu terus saja
berzikir, sebab ia sudah lama menapaki Jalan Cinta, dan kehendak Sang Kekasih
sudah menjadi kehendaknya, entah ia dimasukkan ke dalam surga atau neraka.”
Syeikh
berhenti sejenak untuk mencecap tehnya. Ia tak memandang kami sebelum
melanjutkan ceritanya.
“Dan
bagaimana nasib penjahat itu?” tanyanya setelah gelas tehnya kosong. “Gembong
penjahat yang dulu begitu ditakuti, dan kemudian tersia-sia dan menderita kini
mendapatkan tempat yang begitu indah.
“Allah juga
memperlihatkan keadaan penjahat itu kepada kedua malaikat-Nya. Mereka melihat
penjahat itu berdiri dengan jubah panjang, gemetar di tengah-tengah penghuni
surga di hadapan singgasana Allah Yang Mahakuasa. Dan Malaikat Jibril berbicara
kepada lelaki itu:
“‘Dengan
rahmat dan kasih Allah, Penciptamu, perbuatan burukmu telah dimaafkan,’
katanya. ‘Kini masuklah dengan damai.’
“Dan kini,
kebenaran memasuki hati si penjahat itu. Ia amat takjub, air mata menetes dari
matanya. Lalu ia menyaksikan keagungan dan keindahan Dzat Yang Maha Pengasih.
Ia pun tersungkur dan menangis sejadi-jadinya.
“Dan Allah
berfirman kepadanya: ‘wahai anak cucu Adam, janganlah takut. Sebab tiada satu
pun yang terperosok ke dasar tanpa bisa kuangkat kembali ke permukaan.’
“Penjahat
itu tak lagi jeri. Ia berlutut dan bersujud kepada-Nya sembari terus menangis.
Air matanya mengalir tiada henti. Ia menyesali hidupnya yang kelam di masa
lampau. Air matanya menjadi aliran rahmat yang tak bisa berhenti. Kaki Sang
Wali yang tidur di sebelahnya basah oleh air matanya.
“Ia akan
terus menangis kalau saja visi yang dihadirkan Allah itu tidak diakhiri. Kedua
lelaki itu bangun mendadak. Kemudian sang penjahat melihat si faqir. Ia
mendekati faqir itu sambil masih menangis. Si faqir yang mengetahui keadaannya
lalu memeluknya. Mereka berdua melakukan shalat dan berdoa bersama sampai fajar
mengembang. Akhirnya, penjahat itu menjadi murid si faqir. Demikianlah…
“Sementara
itu, Malaikat Munkar dan Nakir, yang baru saja melihat setetes dari rahmat
Allah yang tiada habisnya, bersujud di hadapan Tuhan. Mereka malu karena
terburu-buru menghakimi. Penilaian Allah berada di luar pemahaman manusia dan
malaikat.”
*********
Tak terasa
air mata telah menetes di pipi. Tak kuasa menyaksikan ketulusan cinta sang
faqir, tidak sembarang manusia yang mampu mencapai tingkatan cinta seperti itu.
Keadaan seperti apa pun yang ia hadapi tidak sedikitpun memalingkan hatinya
dari mengingat Sang Kekasih.
Kehendak
Sang Kekasih sudah menjadi kehendaknya. Itulah Cinta Sejati, Cinta Agung yang
tak akan pernah terjangkau oleh akal pikiran.
Wallahu
A'lam Bishawab ...Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
Salam
Terkasih ..Dari Sahabat Untuk Sahabat ...
... Semoga
tulisan ini dapat membuka pintu hati kita yang telah lama terkunci ...
~ o ~
Salam
santun dan keep istiqomah
#BERSIHKAN
HATI MENUJU RIDHA ILAHI#
(Dokumen no.400
di Facebook Pemuda TQN Suryalaya, dari berbagai sumber)
Posting Komentar
Posting Komentar