Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu'alaikum wr.wb.
Para hadirin Jama'ah Kuliah Subuh Yang Mulia!
Atas taqdir Allah SWT., saat ini kita semua dapat berkumpul, yang patut kita semua menyerahkan diri, sebagai pernyataan rasa syukur Alhamdulillah, bahwa kita semua saat ini sedang dilimpahi keanugerahaan, kenikmatan, dan keselamatan lahir dan batin, dapat memenuhi perintahNya yaitu melaksanakan ibadah berjamaah Sholat Subuh.
Hadirin yang mulia.
Seperti biasa subuh ini tak bosan-bosan dalam rangka berkumpul sesudah sholat subuh mengajak, mari kita sama-sama meneliti diri tentang hal yang bertalian dengan masalah hasil kerja/amal kita dan menelaah firman Allah SWT. dalam Al-Qur'an:
يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ
Surah Ibrahim Ayat 27.
(Artinya: Allah SWT. menetapkan bagi orang-orang yang beriman dengan ucapan yang mantab, di dunia sampai akhirat.)
Menurut para ahli tafsir, ucapan yang tetap itu ialah kalimah LAA ILAAHA ILLALLAH, yaitu yang sedang kita amalkan sekarang. Mari kita terus belajar mengamalkan Thariqat Qadiriyah Naqsyabandiyyah.
Kita semua memang suka mengamalkan dan mengucapkan kalimah LAA ILAHA ILLALLAH, hanya kadang-kadang hilang tetapnya, hilang mantapnya malah kadang-kadang tinggal dengkurnya saja.
Demikianlah jika kita berdzikir jahar, termasuk syarat bahwa kita harus sanggup memusatkan hati, agar supaya tetapnya bahwa apa yang sedang kita ucapkan itu terasa.
Tentang mengusahakan tetapnya, sudah diatur yaitu supaya dalam badan kita; di tengah; di kanan; dan di kiri dirasakan terisi oleh kalimah dzikir, dan supaya terasa meresap di hati sanubari sebab dengan terasa tetapnya kalimah tersebut, adalah hikmah terkihatnya manfaat untuk membendung godaan. Seperti Sabda Nabi Besar Muhammad S.A.W. :
"Ingat (Eling) kepada ALLAH itu dapat membendung godaan syaithan". (Hadist)
Juga Firman Allah SWT.:
"Kalimah LAA ILAHA ILLALLAH itu adalah bentengKu". (Hadist Qudsi).
Yah, memang kita ingin mendirikan benteng pertahanan, tapi tidak mampu menolak apa-apa yang bakal mencelakakan, yang begitu itu bukan benteng namanya. Andaikan benteng itu dipakai, tapi kita kerjanya salah melulu, perilaku tidak baik, tidak patuh terhadap perintah agama dan negara. Itu artinya belum terbentengi. Kalau kita masih selalu terbawa arus yang tidak jelas asal-usulnya, tergusur, terseret, dan tertindih, itu namanya bukan tetap dan bukan benteng. Bisa dikatakan benteng kita mubadzir.
Sekali lagi abah merasa perlu memberikan perhatian, agar tingkatkan dalam hal syarat dzikir. Bahwa Shulthonul Auliyaa bersabda antara lain:
Wudhu-un Ta Ammun = punya wudhu yang sempurna
Shauthun Qawiyyun = suara yang keras/kuat ; dan
Dharbun Syadidun = bantingan atau pukulan yang berat/dahsyat
Begitulah supaya kita dapat memenuhi syarat ucapan yang tetap. Kalau kita belum mampu memenuhi syarat tersebut itu tadi, artinya harus dikoreksi lagi jangan-jangan karena kita senang mengucapkannya saja, sedangkan bekasnya tidak menjadi hikmah. Bukan hanya waktu itu. Tapi waktu sekarang pun sama. Malah nanti pun begitu. Nah semua itu tidak ada artinya sama sekali.
Masalah amal perbuatan kita yang sholeh pada ucapan, pada perbuatan terutama pada i'tiqad, itu semua adalah hasil dari ucapan yang tetap. Itulah hikmah dari 'biqaulist tsabit' itu, TEMBUS DARI HIDUP DI DUNIA SAMPAI AKHIRAT. Memang hidup bahagia di akhirat itu tidak akan kita alami, kalau belum kelihatan bahagia di dunia, yaitu bahagia dalam artian kata mendekatkan diri dan menghadapkan diri kepada Allah SWT.
Oleh karena itu, mengamalkan dzikir secara mantab ialah dengan mengucapkan kalimat 'tsabith' sampai bisa menyingkirkan kotoran-kotoran yang hendak masuk pada diri dari luar ke dalam.
JADI BENTENG DARI SEGALA MACAM GODAAN ITU, ADALAH UNTUK MEMPERLIHATKAN BAHWA DI DUNIA, BENAR-BENAR TERBUKA PINTU SEJAHTERAH DAN JUGA TEMBUS KE AKHIRAT, TERBUKA PINTU BAHAGIA.
(InsyaAlloh bersambung ke Bagian II)
Posting Komentar
Posting Komentar