Ijtihad ini
beliau lakukan sebab melihat manusia sudah mulai banyak dan tempat tinggalnya
berjauhan. Sehingga memerlukan satu adzan lagi untuk memberi tahu bahwa shalat
Jum'at hendak dilaksanakan.
Dalam kitab Shahih al-Bukhari dijelaskan :
عَنْ
سَائِبٍ
قَالَ,
سَمِعْتُ
السَائِبَ
بنَ
يَزِيْدٍ
يَقُوْلُ
إِنَّ
الأَذَانَ
يَوْمَ
الجُمْعَةِ
كَانَ
أَوَّلُهُ
حِيْنَ
يَجْلِسُ
الإِمَامُ
يَوْمَ
الجُمْعَةِ
عَلَى
المِنْبَرِ
فِيْ
عَهْدِ
رَسُوْلِ
اللهِ
صَلَّى
اللهُ
عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ
وَأَبِيْ
بَكْرٍ
وَعُمَرَ
رَضِيَ
اللهُ
عَنْهُمَا
فَلَمَّا
كَانَ
فِيْ
خِلاَفَةِ
عُثْمَانَ
رَضِيَ
اللهُ
عَنْهُ
وَكَثَرُوْا
أَمَرَ
عُثْمَانُ
يَوْمَ
الجُمْعَةِ
بِالأَذَانِ
الثَّالِثِ
فَأَذَانَ
بِهِ
عَلَى
الزَّوْرَاءِ
فَثَبَتَ
الأَمْرُ
عَلَى
ذَالِكَ
Dari Sa'ib ia
berkata, "Saya mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau berkata,
“Sesungguhnya adzan di hari jumat pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu
Bakar RA dan Umar RA dilakukan ketika imam duduk di atas mimbar. Namun ketika
masa Khalifah Utsman RA dan kaum muslimin sudah banyak, maka beliau
memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut dikumandangkan di
atas Zaura' (nama pasar). Maka tetaplah hal tersebut (sampai
sekarang)". ( Shahih al-Bukhari: 865)
Yang dimaksud
dengan adzan yang ketiga yaitu adzan yang dilakukan sebelum khatib naik ke
mimbar. Sementara adzan pertama yaitu adzan setelah khathib naik ke mimbar dan
adzan kedua yaitu iqamah. Dari sinilah, Syaikh Zainuddin al-Malibari, pengarang
kitab Fath al-Mu'in, mengatakan bahwa sunnah mengumandangkan adzan dua kali.
Pertama sebelum khatib naik ke mimbar dan yang kedua dilakukan setelah khatib
naik di atas mimbar :
وَيُسَنُّ
أَذَانَانِ
لِصُبْحٍ
وَاحِدٍ
قَبْلَ
الفَجْرِ
وَآخرِ
بَعْدَهُ
فَإِن
اقَتَصَرَ
فَالأَوْلَى
بَعْدَهُ,
وَأَذَانَانِ
لِلْجُمْعَةِ
أَحَدُهُمَا
بَعْدَ
صُعُوْدِ
الخَطِيْبِ
المِنْبَرَ
وَالأَخَرُ
الَّذِيْ
قَبْلَهُ
"Disunnahkan
adzan dua kali untuk shalat Shubuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya.
Jika hanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah fajar.
Dan sunnah dua adzan untuk shalat Jum'at. Salah satunya setelah khatib naik ke
mimbar dan yang lain sebelumnya". (Fath al-Mu'in: 15)
Walaupun adzan
tersebut tidak pernah dilakukan saat zaman Rasulullah SAW, ternyata ijtihad
Sayyidina Utsman RA. tersebut tidak diingkari (dibantah) oleh para sahabat Nabi
SAW yang lain. Itulah yang disebut dengan “ijma sukuti”, yakni satu kesepakatan
para sahabat Nabi SAW terhadap hukum suatu kasus dengan cara tidak
mengingkarinya. Diam berarti setuju pada keputusan hukumnya. Dalam kitab
al-Mawahib al-Ladunniyyah disebutkan :
ثُمَّ
إِنَّ
فِعْلَ
عُثْمَانَ
رَضِيَ
اللهُ
عَنْهُ
كَانَ
إِجْمَاعاً
سُكُوْتِياً
لأَِنَّهُمْ
لاَ
يُنْكِرُوْنَهُ
عَلَيْهِ
"Sesungguhnya
apa yang dilakukan oleh Sayyidina Ustman ra. itu merupakan ijma' sukuti
(kesepakatan tidak langsung) karena para sahabat yang lain tidak menentang
kebijakan tersebut” (al-Mawahib al Laduniyah, juz II,: 249)
Apakah itu tidak
mengubah sunah Rasul? Tentu Adzan dua kali tidak mengubah sunnah Rasulullah SAW
karena kita mengikuti Utsman bin Affan ra. itu juga berarti ikut Rasulullah
SAW. Beliau telah bersabda:
فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّّتِيْ
وَسُنَّةِ
الخُلَفَآءِ
الرَّاشِدِيْنَ
مِنْ
بَعْدِيْ
"Maka
hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa'
al-Rasyidun sesudah aku ". (Musnad Ahmad bin Hanbal)
Apalagi adzan
kedua yang dilakukan sejak zaman Utsman bin Affan RA itu, sama sekali tidak
ditentang oleh sahabat atau sebagian dari para sahabat di kala itu. Jadi
menurut istilah ushul fiqh, adzan Jum’at dua kali sudah menjadi “ijma’ sukuti”.
Sehingga perbuatan itu memiliki landasan yang kuat dari salah satu sumber hukum
Islam, yakni ijma' para sahabat. Perbedaan ini adalah perbedaan dalam masalah
furu’iyyah yang mungkin akan terus menjadi perbedaan hukum di kalangan umat,
tetapi yang terpenting bahwa adzan Jum’at satu kali atau dua kali demi
melaksanakan syari’at Islam untuk mendapat ridla Allah SWT.
Wallahu a’lam
bis-shawab.
-Dokumen Pemuda
Tqn Suryalaya News, Sumber Refferensi: kabarislam.com
Posting Komentar
Posting Komentar