Menu

TQN PP.Suryalaya

 

Imam Al-Ghazali ra.
Lalu perhatikan, sesudah itu, bagaimana Anda tidak mengakui adanya cinta kepada Sang Maha Pencipta? Jika mata batin Anda tidak mampu menangkap dan mencermati secara seksama terhadap kemuliaan dan kesempurnaan Sang Maha Pencipta dan tidak mampu mencintai-Nya dengan kecintaan yang amat sangat, maka Anda jangan sampai tidak mencintai pemberi nikmat dan yang berbuat baik kepada Anda!
Allah Swt. berfirman, 
“Allah mencintainya dan mereka pun mencintai-Nya.” (Q.s. Al-Maidah: 54).
Dan firman-Nya pula:
“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad dijalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” (Q.s. At-Taubah: 24).

Rasulullah Saw. bersabda:

“Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari yang selainnya.” (H.r. Bukhari-Muslim).
Beliau juga bersabda, 

“Cintailah Allah, karena Dia mengaruniakan nikmat kepada kalian, dan cintailah aku, karena cinta kepada Allah Azza wa Jalla!” (Al-Hadis).
Abu Bakar As-Shiddiq r.a. berkata, “Barangsiapa merasakan kemurnian cinta kepada Allah, hal itu mencegahnya untuk mencari kehidupan duniawi dan menjadikan dirinya meninggalkan seluruh manusia.”
Hasan Al-Bashri berkata, “Orang yang kenal Allah, pasti Allah mencintainya. Orang yang kenal dunia, ia pasti hidup zuhud di dalamnya. Seorang Mukmin tidak terkecoh kecuali dia lalai, bila bertafakur ia sedih dan pilu.”
Sebagian besar ahli kalam (mutakallimun) tidak mengakui adanya cinta kepada Allah. Mereka menginterpretasikannya dengan berkata, “Cinta Allah itu tidak ada artinya, kecuali dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya. Sebab, tiada sesuatu yang menyerupai-Nya dan Dia tidak menyerupai sesuatu, dan Dia itu tidak sepadan dengan naluri dan watak kita, bagaimana mungkin kita mencintai-Nya?Yang mungkin bagi kita adalah mencintai siapa yang sejenis dengan kita, yakni sesama manusia.”
Mereka terbelenggu oleh ketidaktahuan mereka atas esensi banyak hal. Persoalan ini telah kami singkap dalam Bab “AI-Mahabbah” pada kitab Al-Ihya’, silakan Anda merujuknya. Di sini kami batasi dengan ringkasan dan intisarinya saja.
Setiap yang lezat, enak, itu digandrungi, disenangi dan dicintai. Maksud dari kata “dicintai atau disenangi” adalah, jiwa cenderung kepadanya atau digandrungi oleh jiwa. Kecenderungan yang amat kuat disebut keasyikan cinta.
Maksud dan kata “dibenci” adalah, jiwa berpaling darinya, tidak menyenanginya, karena menjemukan dan menyakitkan. Rasa benci atau keberpalingan yang amat sangat, disebut dendam.
Segala sesuatu yang Anda rasakan dengan segenap indera dan perasaan bisa selaras dengan perasaan Anda, dan itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Sebaliknya, yang bertentangan dengan indera, selera dan perasaan Anda, itu adalah sesuatu yang menyakitkan. Atau tidak sesuai, ataupun tidak bertentangan dengan indera, atau selera Anda, itu adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan tidak pula menyakitkan. Setiap yang menyenangkan pasti disukai, artinya, jiwa yang terasang olehnya pasti cenderung dan menggandrunginya. Dan itu tidaklah mustahil.
Senang atau enak itu mengikuti indera, sedangkan indera itu terdiri dari dua macam: Indera lahir dan batin.
Indera lahir adalah pancaindera. Sudah barangtentu kelezatan mata itu adalah ketika melihat keindahan-keindahan, kelezatan yang dirasakan oleh telinga ketika mendengarkan alunan melodi yang indah, sedangkan kelezatan rasa dan penciuman adalah ketika merasakan makanan dan bau yang cocok. Sementara, kelezatan yang dirasakan oleh organ-organ tubuh lainnya, ketika mengenakan sesuatu yang halus lagi menyenangkan. Semua itu disenangi jiwa, atau jiwa itu gandrung kepadanya.
Indera batin adalah kehalusan (lathifah) yang terdapat di dalam kalbu; kadang-kadang disebut akal-budi, kadang-kadang disebut cahaya, dan terkadang pula disebut indera keenam.
Anda tidak perlu menilik dari kata-kata tersebut, sebab Anda akan mendapatkan kesulitan, tapi perhatikanlah sabda Rasulullah Saw. berikut ini:"Ada tiga perkara duniawi kalian yang disenangkan kepadaku (aku menyenanginya), yaitu: wewangian, wanita, dan hal yang paling menyenangkan bagiku, ketika salat.”

Anda tahu, bahwa pada wewangian dan wanita terdapat unsur untuk disentuh, dicium dan dipandang. Sedangkan apa yang terdapat dalam salat tidak dapat dirasakan atau diindera oleh pancaindera, tapi hanya dapat dirasakan atau diindera oleh indera keenam yang terdapat dalam kalbu. Apa yang dirasakan dalam salat tidak dapat diindera oleh orang yang tidak memiliki kalbu, sebab Allah Swt. itu tertutup antara seseorang dan kalbunya.
Orang yang merasakan kelezatan hanya terbatas dengan pancainderanya, dia itu adalah binatang, sebab binatang itu merasakan hanya dengan pancaindera semata, sementara keistimewaan manusia dan binatang adalah dibedakan dengan mata batin (al-bashiratul hatinah).Kelezatan yang dirasakan oleh indera lahir terjadi pada bentuk keindahan lahiriah, sedangkan kelezatan yang dirasakan oleh indera batin (ruhani) terjadi pada bentuk keindahan ruhani (batin).
(Sumber: sufinews.com)

Posting Komentar

 
Top