Jika engkau mempunyai kedua orang tua, maka adab seorang anak kepada kedua orang tuanya adalah memerhatikan ucapan mereka, berdiri manakala mereka berdiri, mengerjakan perintah mereka, tidak berjalan di depan mereka, tidak meninggikan suara di atas suara mereka, menyambut panggilan mereka, mencari rida mereka, merendahkan diri di hadapan mereka, tidak mengungkit-ngungkit amal bakti yang telah dilakukan kepada mereka, tidak menatap mereka secara tajam, tidak bermuka masam kepada mereka, dan tidak pergi kecuali dengan izin mereka.
Ketahuilah! Setelah itu manusia terbagi atas tiga kelompok: sebagai teman, sebagai kenalan, atau sebagai orang awam (orang bodoh).
1. Bergaul Dengan Orang Awam (Bodoh)
Jika engkau kebetulan bertemu dengan orang bodoh, maka hendaknya engkau tidak ikut serta dalam pembicaraan mereka, mengabaikan ucapan-ucapan dusta mereka, tidak memperhatikan ucapan-ucapan buruk mereka, berusaha untuk tidak sering bertemu dan butuh pada mereka, mengingatkan perbuatan mungkar mereka secara lemah lembut, serta memberikan nasihat manakala diharapkan bisa mereka terima.
2. Bergaul dengan Saudara atau Teman
Sedangkan terhadap saudara dan teman, ada dua tugas yang harus kau perhatikan:
Tugas pertama,
Terlebih dahulu engkau harus melihat kriteria orang yang bisa dijadikan sahabat atau teman. Jangan engkau bersahabat kecuali dengan orang yang benar-benar layak dijadikan saudara atau sahabat. Rasulullah Saw. bersabda, "Seseorang bergantung pada agama teman karibnya. Oleh karena itu, hendaknya kalian memperhatikan siapa yang harus dijadikan teman karib." Manakala engkau ingin mencari teman yang bisa menyertaimu dalam belajar serta bisa menemanimu dalam urusan agama dan dunia, perhatikan lima hal berikut ini:
1. Akal. Tidak ada untungnya bergaul dengan orang bodoh karena bisa berakhir kepada kemalangan dan terputusnya hubungan. Paling-paling mereka hanya akan memberikan mudarat kepadamu serta ingin memanfaatkanmu. Musuh yang pandai lebih baik daripada teman yang bodoh. Imam Ali r.a. berkata:
Janganlah engkau bergaul dengan orang bodoh
Hendaknya kau betul-betul menghindarinya
Betapa banyak orang bodoh yang menghancurkan
si penyabar ketika ia menginginkannya
Seseorang diukur dengan orang lain
di mana orang itu mengikutinya
Seperti sepasang sendal yang sama
di mana sendal itu menyerupainya
Sesuatu dan yang lain
mempunyai ukuran dan kemiripan
Hati yang satu menjadi petunjuk
bagi hati yang lain ketika berjumpa
2. Akhlak Yang Baik. Jangan engkau bersahabat dengan orang yang buruk akhlaknya. Yaitu, orang yang tak bisa menahan diri ketika muncul amarah dan syahwat. Alqarnah al-'Atharidi rahimahullah, dalam wasiatnya kepada putranya manakala akan wafat, telah mengungkapkan hal itu, “Wahai anakku, jika engkau ingin bergaul dengan manusia, bergaullah dengan orang yang jika kau layani dia menjagarnu, jika kau temani dia membaguskanmu. Bersahabatlah dengan orang yang jika engkau ulurkan tanganmu untuk kebaikan ia juga mengulurkannya, jika melihat kebaikanmu ia mengingatnya, dan jika melihat keburukanmu ia meluruskannya. Bersahabatlah dengan orang yang jika engkau mengungkapkan sesuatu, ia membenarkan ucapanmu itu, jika engkau mengusahakan sesuatu ia membantu dan menolongmu, serta jika kalian berselisih dalam sebuah persoalan ia mengalah padamu." Imam Ali r.a. mengungkapkan syair rajaznya:
Sesungguhnya saudaramu adalah yang ada bersamamu,
yang membiarkan dirinya menderita demi kepentinganmu,
Dan yang jika bingung dia menjelaskannya padamu
Dia rusak integritas dirinya untuk mengumpulkan dirimu
3. Baik Dan Saleh. Jangan engkau bersahabat dengan orang fasik yang selalu berbuat maksiat besar. Karena, orang yang takut kepada Allah tak akan terus berbuat maksiat besar. Engkau tak akan aman dari bencana yang ditimbulkan oleh orang yang berbuat maksiat besar itu. Ia akan selalu berubah-rubah sikap sesuai dengan kondisi dan kepentingan. Allah Swt. berfirman, "Jangan engkau ikuti orang yang Kami lalaikan hatinya dari berzikir kepada Kami dan mengikuti hawa nafsunya. Orang itu telah betul-betul melampaui batas" (Q.S. al-Kahfi: 28). Hindarilah bergaul dengan orang fasik. Sebab, selalu menyaksikan kefasikan dan maksiat akan membuatmu toleran dan meremehkan maksiat. Karena itu, hatimu akan memandang remeh masalah gibah. Seandainya mereka melihat cincin emas atau pakaian sutera yang dipergunakan seorang fakih, mereka akan sangat mengingkarinya. Padahal, gibah lebih hebat daripada itu.
4. Tidak Tamak terhadap Dunia. Bergaul dengan orang yang tamak terhadap dunia merupakan racun yang membunuh. Sebab, kecenderungan untuk meniru sudah menjadi hukum alam. Sebuah tabiat bisa mencuri tabiat lainnya tanpa disadari. Dengan demikian, berteman dengan orang tamak bisa membuatmu lebih tamak, sebaliknya berteman dengan orang zuhud bisa membuatmu lebih zuhud.
5. Jujur. Jangan engkau bersahabat dengan pembohong karena bisa jadi engkau tertipu olehnya. Ia seperti fatamorgana. Ia membuat dekat yang jauh darimu dan membuat jauh yang dekat darimu.
Bisa jadi kelima hal ini tidak kau dapati pada orang-orang yang berada di sekolah atau di mesjid. Dengan demikian, engkau harus memilih salah satu, entah mengasingkan diri karena hal itu akan membuatmu selamat, atau engkau bergaul dengan mereka sesuai dengan karakter mereka. Hendaknya engkau mengetahui bahwa saudara itu ada tiga macam:(1) Saudara untuk akhiratmu. Dalam hal ini engkau harus melihat pada agamanya. (2) Saudara untuk duniamu. Dalam hal ini, engkau harus memperhatikan akhlaknya. (3) Saudara untuk bersenang-senang Dalam hal ini engkau harus selamat dari kejahatan, fitnah, dan keburukannya.
Manusia itu ada tiga jenis: ada yang seperti makanan dimana memang selalu diperlukan, ada yang seperti obat di mana hanya sewaktu-waktu saja diperlukan dan ada pula yang seperti penyakit di mana sama sekali tak diperlukan, tapi seorang hamba kadangkala diuji dengannya. Jenis yang ketiga inilah yang tidak menyenangkan dan tidak pula memberikan manfaat Maka, engkau harus berpaling darinya agar selamat. Ketika menyaksikan tingkah lakunya kalau paham engkau akan mendapatkan manfaat yang besar. Yaitu, dengan menyaksikan kondisi dan perbuatannya yang buruk, engkau akan membenci dan menghindar darinya. Orang yang bahagia adalah yang bisa mengambil pelajaran dari orang lain. Seorang mukmin merupakan cermin bagi mukmin yang lain. Nabi Isa a.s. pernah ditanya, "Siapa yang telah mengajarkan adab padamu?" Nabi Isa a.s. menjawab, "Tak ada yang mengajariku. Tapi aku melihat kejahilan orang bodoh, maka aku pun menghindarinya." Benar sekali yang beliau katakan. Seandainya manusia meninggalkan apa yang mereka benci dari orang lain, adab mereka akan menjadi sempurna dan tak perlu lagi kepada para muaddib (orang yang mengajarkan adab atau etika).
Tugas kedua,
Memperhatikan hak-hak persahabatan. Manakala telah terjalin persekutuan, telah terbina hubungan antara engkau dengan temanmu itu, maka engkau harus memperhatikan hak-hak dan adab-adab persahabatan. Nabi Saw. bersabda, "Perumpamaan dua orang saudara adalah seperti dua tangan, yang satu membersihkan yang lain." Nabi Saw. pernah masuk ke dalam semak belukar lalu memetik dua ranting siwak, yang satu bengkok dan yang satu lagi lurus. Waktu itu beliau bersama para sahabatnya. Lalu beliau memberikan yang lurus sedangkan yang bengkok beliau simpan untuk dirinya sendiri, lantas mereka bertanya, "Wahai Rasulullah engkau yang lebih berhak atas ranting yang lurus ini daripadaku." Nabi Saw. menjawab, "Tidaklah seseorang menyertai temannya walaupun sesaat di waktu siang, melainkan ia ditanya, 'Apakah ia telah menunaikan hak Allah Swt. dalam persahabatannya itu atau justru ia melalaikannya.' Nabi Saw. juga berkata, "Tidaklah dua orang bersahabat, melainkan yang paling dicintai Allah Swt. adalah yang paling mengasihi temannya."
Adab dalam bergaul atau bersahabat adalah mengutamakan teman dalam hal harta. Jika tidak, maka dengan mengeluarkan kelebihan harta ketika dibutuhkan,atau membantu dengan jiwa saat diperlukan secara langsung tanpa diminta, menyimpan rahasia, menyembunyikan aib, tak menyampaikan cemoohan orang kepadanya,memberitakan pujian orang kepadanya, penuh perhatian terhadap apa yang dibicarakannya, memanggil dengan nama yang paling disukainya, memuji kebaikannya, berterima kasih atas bantuannya, membela kehormatannya di saat ia tidak ada sebagaimana ia membela kehormatannya sendiri, menasihatinya dengan lemah lembut dan jelas jika memang diperlukan, memaafkan ketika ia salah dan tidak malah mencaci, mendoakannya di saat berkhalwat dengan Allah, baik ketika masih hidup maupun ketika sudah meninggal, tetap setia kepada keluarga dan kerabatnya manakala ia sudah meninggal dunia, ikut meringankannya dan bukan justru memberatkan hajatnya, menghibur hatinya dari segala kerisauan, menampakkan kebahagiaan atas kemudahan yang ia dapatkan, bersedih atas hal buruk yang menimpanya, menyembunyikan di dalam hati apa yang ia sembunyikan sehingga ia benar-benar setia secara lahir maupun batin, mendahuluinya dalam mengucapkan salam ketika bertemu, melapangkan majelis untuknya, membantunya ketika berdiri, serta diam ketika ia berbicara sampai selesai dengan tidak menyela atau memotongnya. Ringkasnya, hendaknya ia memperlakukan temannya itu sebagaimana ia senang kalau diperlakukan demikian. Siapa yang tak mencintai saudaranya sebagaima ia mencintai dirinya sendiri, berarti ia telah dihiasi nifak (sifat munafik). Ini merupakan bencana baginya di dunia dan di akhirat. Itulah adab-adab yang harus kau perhatikan berkenaan dengan hak orang awam yang bodoh dan hak para sahabat.
3. Bergaul Dengan Kenalan
Hati-hatilah terhadap mereka karena sesungguhnya engkau tidak mengenal keburukan kecuali dari orang yang telah kau kenal. Adapun seorang teman, maka ia adalah orang yang bisa membantumu, sedangkan seorang awam tak akan berpengaruh bagimu. Sesungguhnya keburukan itu semuanya berasal dari para kenalan yang menampakkan persahabatan lewat lidah mereka. Oleh karena itu, usahakan untuk mengabaikan mereka. Apabila engkau terpaksa berhadapan dengan mereka di sekolah, di mesjid, di pasar, atau di sebuah negeri, engkau tak boleh menghinakan mereka. Sebab, engkau tak mengetahui bisa jadi ia lebih baik darimu.
Jangan pula engkau mengagungkan dunia yang mereka miliki karena engkau bisa binasa. Sebab, dunia dan isinya dalam pandangan Allah Swt. sangat kecil. Betapapun hebatnya penduduk dunia menurutmu, ia tetap jatuh di mata Allah Swt. Engkau tak boleh mengorbankan agamamu guna mendapat dunia mereka. Orang yang melakukan hal itu pasti menjadi rendah di mata mereka, dan untuk selanjutnya tak akan diberi. Apabila mereka memusuhimu, jangan kau lawan dengan permusuhan pula karena engkau tak mungkin bisa sabar menghadapi perlawanan mereka karena agamamu dapat menjadi pudar karenanya dan engkau akan kepayahan.
Jangan merasa senang dengan penghormatan, sanjungan, dan kecintaan yang mereka berikan. Karena, sebenarnya satu persen pun hal itu tak ada dalam hati mereka. Jangan engkau kaget dan marah kalau mereka mencelamu ketika engkau tidak ada, karena jika engkau jujur, hal itu juga engkau lakukan bahkan terhadap sahabat, kerabat, guru, dan kedua orang tuamu. Engkau juga menyebut-nyebut di belakang mereka apa yang tak kau ucapkan di hadapan mereka. Jangan engkau bersikap tamak terhadap harta, kedudukan, dan bantuan mereka. Karena, orang yang tamak akan gagal pada hari kemudian. Sikap tamak tersebut betul-betul hina. Jika engkau meminta kebutuhanmu pada seseorang, lalu ia memenuhinya, maka berterima kasihlah pada Allah dan padanya. Tapi manakala orang itu tak bisa membantumu, jangan engkau mencela dan mengeluhkannya karena hal itu bisa menimbulkan sikap permusuhan. Jadilah seorang mukmin yang selalu pemaaf. Jangan menjadi seorang rnunafik yang hanya mencari salah. Katakanlah, "Dia memang tak bisa memberi karena alasan tertentu yang tak kuketahui."
Jangan sekali-kali engkau menasihati seseorang sebelum terlebih dahulu engkau melihat tanda-tanda ia akan menerimanya. Jika tidak, ia tak akan mendengar dan hanya akan menjadi musuhmu. Jika mereka berbuat salah dalam satu persoalan dan mereka tetap tak mau belajar, maka jangan engkau mau mengajari mereka. Sebab mereka hanya akan memanfaatkan ilmumu dan akan menjadi musuhmu. Kecuali jika sikap mereka itu terkait dengan maksiat yang mereka lakukan, maka ingatkan mereka pada kebenaran secara lemah lembut dan tidak kasar. Jika engkau lihat sikap mereka baik, bersyukurlah kepada Allah yang telah menjadikanmu dicintai oleh mereka. Tapi kalau mereka bersikap buruk, maka serahkan diri mereka kepadaAllah Swt. Dan berlindunglah engkau pada Allah Swt. dari keburukan mereka itu. Jangan engkau mencerca mereka. Begitu pula, jangan engkau berkata pada mereka, "Mengapa engkautak menghormatiku? Aku adalah Fulan bin Fulan. Aku seorang yang mulia dalam segi ilmu." Itu adalah ucapan seorang yang dungu. Orang yang paling dungu adalah orang yang menganggap dirinya bersih lalu menyanjung diri sendiri. Ketahuilah bahwa Allah Swt. membuat mereka bisa menguasaimu akibat dosamu sebelumnya. Oleh karena itu, istigfarlah terhadap dosamu itu dan sadarlah bahwa hal itu merupakan hukuman Allah atasmu. Perhatikan hak-hak mereka, abaikan perbuatan batil mereka, ungkapkan kebaikan mereka, serta diamkan keburukan mereka. Janganlah engkau bergaul dengan Para fakih, terutama mereka yang sibuk dengan perselisihan dan perdebatan. Waspadalah terhadap mereka. Karena kedengkian, mereka memang sedang menantikanmu terjatuh dalam keraguan, lalu mematahkanmu dengan prasangka, mata mereka menguntitmu dari belakang, mereka terus mengingat kesalahanmu saat bergaul dengan mereka sehingga hal itu bisa menjadi senjata untuk menghadapimu ketika mereka marah dan berdebat kusir. Mereka tak akan memaafkan dan mengampuni kesalahanmu itu, serta tidak pula menutupi aibmu. Mereka selalu membuat perhitungan denganmu, dengki baik pada yang sedikit maupun yang banyak, serta terus menghasungmu untuk mencela dan membenci teman dan saudara. Jika senang, mereka akan bertutur kata manis. Sebaliknya, jika marah dalam hati mereka terpendam murka. Dari luar yang tampak pakaiannya, sementara dari dalam mereka layaknya serigala. Inilah yang terjadi pada sebagian besar mereka, kecuali orang-orang yang dilindungi Allah Swt. Bergaul dengan mereka hanya membawa kerugian dan berteman dengan mereka hanya membawa penyesalan.
Itu sikap mereka yang menunjukkan persahabatan denganmu. Lalu bagaimana dengan mereka yang jelas-jelas memusuhimu? Al-Qadhi Ibn Ma'ruf rahimahullah Ta'ala. berkata:
Berhati-hatilah terhadap musuhmu sekali
namun berhati-hatilah terhadap temanmu seribu kali
Bisa jadi temanmu itu berubah
dan dikenal paling berbahaya
Makna yang sama juga terdapat dalam syair berikut:
Musuhmu lebih bermanfaat daripada sahabatmu
Maka itu, jangan engkau memperbanyak sahabat
Sungguh kebanyakan penyakit yang kau lihat
berasal dari makanan atau minuman
Berusahalah engkau menjadi seperti yang dikatakan oleh Hilal bin al-Ala' ar-Raqi:
Ketika aku memberi maaf dan tidak dengki pada seseorang
Aku istirahatkan diriku dari risaunya permusuhan
Aku hormati musuhku manakala melihatnya
guna menghilanghan keburukanku dengan penghormatan
Aku tampakkan keceriaan pada orang yang kumurka
Seakan-akan ia telah membuat hatiku bahagia
Aku tak selamat dari orang yang tak kukenal
maka bagaimana aku bisa selamat dari orang yang kucinta
Manusia adalah penyakit dan obatnya adalah meninggalkan mereka
tapi memusuhi mereka berarti memutuskan hubungan saudara
Berdamailah dengan mereka agar engkau selamat dari musibahnya
dan usahakan selalu untuk mendapatkan cinta
Bergaullah dengan manusia dan sabarlah dalam menghadapi mereka
Hendaknya engkau tuli, bisu, dan buta, serta warak
Demikian pula hendaklah engkau seperti yang disebutkan oleh Para ahli hikmat: Hadapilah teman yang dan musuhmu dengan wajah rida, tidak bersikap hina, dan tidak pula takut pada mereka. Sebaliknya engkau harus berwibawa, tapi tidak sombong dan harus bersikap tawadu. Jadi, pada semua persoalan, engkau harus bersikap pertengahan. Sebab, semua yang ekstrem akan tercela, sebagaimana disebutkan:
Engkau harus bersikap pertengahan karena ia
merupakan cara yang tepat menuju jalan yang benar
Jangan engkau teledor atau keterlaluan di dalamnya
karena masing-masing sikap itu adalah tercela
Jangan engkau melihat ke arah samping, jangan banyak menoleh ke belakang, serta jangan memperhatikan kelompok-kelompok orang. Apabila engkau duduk, maka duduklah dengan tidak tergesa-gesa. Hindarilah memasukkan jari-jarimu ke dalam jari-jari yang lain, memainkan janggut atau memainkan cincinmu, membersihkan gigi, memasukkan jari ke hidung, banyak meludah, mengusir lalat dari wajah, serta hilir-mudik di depan orang-orang dan di dalam salat.
Duduklah dengan tenang. Aturlah bicaramu dan dengarkan ucapan yang baik yang datang dari orang lain dengan tidak keterlaluan dalam menunjukkan kekaguman. Jangan memintanya untuk mengulang. Berpalinglah dari pembicaraan yang membuat tawa dan yang berupa kisah. Jangan engkau beritakan kekagumanmu tentang anakmu. Juga, jangan kau sampaikan syair, pembicaraan, tulisan, serta semua yang khusus untukmu. Jangan berhias seperti wanita. Jangan merendahkan diri seperti seorang budak. Jangan terlalu banyak bercelak dan dipoles. Jangan memaksa ketika butuh dan jangan menghasung orang lain untuk berbuat lalim.
Jangan engkau memberitahukan jumlah harta kekayaanmu kepada salah seorang keluargamu, kepada anakmu, apalagi kepada orang lain. Karena, jika mereka melihatnya sedikit, engkau akan hina di mata mereka dan jika banyak, mereka tak akan senang kepadamu. Hindari mereka tapi tidak dengan sikap keras. Lembutlah pada mereka tapi tidak dengan sikap lemah. Jangan engkau candai ibumu atau budakmu, karena dengan demikian harga dirimu bisa jatuh. Apabila engkau berselisih maka tetap jaga wibawa dan kehormatan. Jangan sampai engkau berbuat jahil dan tergesa-gesa. Berpikirlah terlebih dahulu sebelum mengeluarkan argumen. Jangan banyak menunjuk dengan tangan. Jangan banyak menoleh ke orang di belakangmu. Jangan berlutut.
Apabila marahmu telah mereda, baru berbicara. Jika sultan atau penguasa mendekatimu, engkau harus betul-betul waspada terhadapnya. Hindarilah teman yang ada maunya, karena ia musuh yang paling utama. Dan jangan sampai engkau lebih memuliakan harta ketimbang kehormatanmu.
Penjelasan ini cukup bagimu sebagai permulaan dari sebuah hidayah. Cobalah dirimu untuk mengaplikasikannya. Jadi ada tiga bagian: melakukan amal ketaatan, meninggalkan maksiat, dan bergaul dengan sesama. Itu semua sudah mencakup hubungan antara seorang hamba dan Khalik serta makhluk-Nya. Jika engkau merasa hal itu sesuai dengan dirimu, kemudian engkau condong serta ingin melakukannya, berarti Allah telah memercikkan cahaya iman ke dalam hatimu dan telah melapangkan dadamu.
Sadarilah bahwa permulaan ini mempunyai akhir dan di baliknya ada berbagai rahasia, pengetahuan, dan hal-hal yang tersingkap. Semua itu telah kami jelaskan dalam Kitab Ihya' Ulumiddin. Karena itu berusahalah untuk mempelajarinya. Namun, jika engkau merasa berat dalam melakukan berbagai pelajaran di atas, lalu mengingkarinya dan engkau berkata pada dirimu sendiri, "Apa gunanya ilmu tersebut dalam forum para ulama? Kapankah pengetahuan tersebut bisa membuatmu mengalahkan para rekan dan rival? Bagaimana ia bisa menaikkan kedudukanmu di pemerintahan? Bagaimana mungkin ia bisa menyebabkanmu memperoleh harta serta jabatan ahli wakaf dan hakim?" Maka sadarlah bahwa setan telah menjerumuskanmu dan telah membuatmu lupa terhadap tempat kembalimu. Maka itu carilah setan lain yang sejenis denganmu guna mengajarkan apa yang kau sangka bermanfaat dan bisa mengantarmu memperoleh keinginanmu. Kemudian, ketahuilah bahwa milikmu yang berada di tempatmu tidak betul-betul murni menjadi milikmu apalagi yang berada di desa.atau di negerimu. Selain itu, engkau juga tak kan mendapat kekayaan abadi dan nikmat yang kekal di sisi Tuhan.
Wassalamualaikum wa rahmatullah wa barakaatuhu. Segala puji bagi Allah, Yang Mahapertama, Yang Maha Terakhir, Yang Mahatampak dan Yang Maha Tersembunyi. Tak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahatinggi dan Mahaagung. Salawat dan salam atas Nabi Muhammad, beserta keluarga dan para sahabat beliau semua.
Sumber: sites.google.com/site/pustakapejaten/
Posting Komentar
Posting Komentar