Menu

TQN PP.Suryalaya

 


Muhammad Amin al-Kurdi adalah seorang sufi besar yang hidup pada pertengahan abad ke tiga belas hijriah. Ia lahir di kota Irbil dekat kota Mosul. Irbil adalah salah satu kota di Irak.

MUHAMMAD AMIN DAN BIMBINGAN TASAWUF

MUHAMMAD Amin kecil tumbuh di bawah asuhan ayahnya sendiri yang bernama Syaikh al-’arif billah Fathullah. Fathullah adalah seorang ulama taSawwuf yang berpegang pada Thariqah Qadiriyyah. Bahkan beliau adalah seorang mursyid dari Thariqah yang dinisbat-kan kepada Syaikh Abd al-Qadir al-Jailani itu. Dari ayahnya itulah Muhammad Amin belajar Al-Quran dan ilmu-ilmu lainnya. Setelah menimba ilmu dari ayahnya, ia lantas berguru pada seorang Syaikh dari Thariqah Naqsabandiyyah yang bernama Syaikh al-’arif billah Umar.

Dalam bimbingan Syaikh Umar, Muhammad Amin selama bertahun-tahun sangat menjaga adab, sopan-santun dan tata krama dalam berkhidmah mencari ilmu. Di samping itu ia juga senantiasa ber-mujahadah untuk membersihkan dan menjaga hati dari segala penyakit serta menghiasinya dengan akhlak yang mulia sehingga beliau mendapat anugerah dari Allah yang tiada kira. Karena syarat dalam menuntut ilmu taSawwuf akan terpenuhi, jika ada mursyid yang ma’rifat dan kesiapan diri, dalam arti selalu ber-mujahadah dan patuh terhadap perintah mursyid. Amin muda juga dipercaya oleh gurunya sebagai mursyid Thariqah al-Naqshabandiyah. Namun kemudian ia minta izin untuk berkhalwat dan ziarah ke makam para ulama yang salih.

PERJALANAN RUHANIYAH

Muhammad Amin, dengan bekal do’a dari gurunya, tawakal dan rasa percaya kepada Allah Swt. pergi meninggalkan Iraq, dan menempuh perjalanan jauh untuk melaksanakan ibadah haji, ziarah ke Masjid al-Haram dan ziarah ke makam Rasulullah Saw.
Dari Iraq sufi besar ini menempuh jalan darat sampai ke Bashrah. Kemudian dari Bashrah melanjutkan dengan jalan laut untuk sampai ke tanah suci. Mula-mula Syekh Amin bermukim di Makkah al-Mukarramah selama setahun. Di sanalah Imam kita ini banyak mendapat futuhat, waridat ilahiyyah dan banyak hal-hal kejadian aneh atas diri beliau. Kemudian ia pindah ke Madinah al-Munawwarah. Selama beberapa tahun di Madinah, ia lebih banyak tinggal di Jabal Uhud dan Baqi’. Syekh Amin juga sempat belajar di Madrasah al-Mahmudiyyah, yang syarat masuknya harus mengusai bahasa Turki. Setelah lulus sufi besar ini sempat mengajar di Masjid Nabawi serta mempersunting perempuan dari Turki. Meskipun sibuk Syekh Amin selalu melaksanakan ibadah haji tiap tahun.

MUHAMMAD AMIN TIBA DI MESIR

Muhammad Amin berkata: “Cinta kepada Ahli Bait telah membaur dalam hatiku, seperti membaurnya cahaya dan air mata. Sungguh aku telah tenggelam dalam cinta, biarkanlah aku sibuk menyebut mereka”. Cinta kepada Ahli Bait telah membawa Muhammad Amin untuk pergi ke Mesir. Karena memang banyak keturunan Rasulullah Saw yang hijrah dan menetap di Mesir sebab peristiwa Karbala. Di antara keturunan Rasulullah yang ada di Mesir adalah makam kepala Sayyidina Husain bin Ali (cucu Rasulullah Saw), Sayyidah Zainab binti Sayyidah Fatimah (saudari Sayyidina Hasan dan Husain), Sayyidah Sukainah binti Sayyidina Husain, Sayyidah Fatimah binti Sayyidina Husain (saudari dari Sayyidah Sukainah), Sayyidah Nafisah binti Hasan al-Anwar, Sayyidah Ruqayyah binti Ali Ridha, Sayyidah Aisyah binti Sayyidina Ja’far Shadiq dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain itu di Mesir juga terdapat makam kepala Sayyidina Muhammad bin Abu Bakr al-Shidiq.

Sesampai di Mesir Muhammad Amin memperdalam ilmu-ilmu agama di al-Azhar al-Syarif, masuk dalam Ruwaq Akrad. Syekh Amin memperdalam ilmu hadis dari Syaikh Muhammad al-Asmuni al-Manufi, dan memperdalam ilmu fikih dari Syaikh Musthafa. Selama belajar, sufi agung ini tidak melupakan adab sebagai seorang murid dan menjaga hak-hak guru. Di samping memperdalam ilmu-ilmu lahir ia tidak melupakan ilmu batin dengan terus ber-mujahadah untuk men-takhali (membersihkan diri dari sifat tercela) dan men-tahali (menghias diri dengan sifat keutamaan) hati, sesuai petunjuk Thariqah al-Naqsabandiyyah. Sehingga terkumpul dalam diri perintis Thariqah Naqsabandiyah di Mesir ini dua ilmu, Syari’at dan Hakikat. Dan itulah seorang sufi sejati; menggabungkan antara Syari’at dan Hakikat.
Selama di Mesir Muhammad Amin tinggal di Embaba yang merupakan salah satu kota di Cairo. Setiap hari sebelum terbit fajar, ia selalu pergi ke Kairo untuk menatap mentari pagi untuk kemudian berziarah ke makam Sayyidina Husain.
Di daerah Bulaq inilah beliau Syekh Amin sibuk berdakwah mengajarkan tajwid, quran, hadis, fikih, ilmu kalam, ilmu taSawwuf dan tentunya juga menyebarkan ajaran Thariqah al-Naqsabandiyyah kepada yang cinta Thariqah dan serius dalam menekuninya. Seiring merayapnya waktu pengikut thariqah ini bertambah banyak. Dan ketika Imam Masjid al-Sananiyyah di Bulaq meninggal, Syekh Amin dipercaya untuk menggantikannya. Di tengah-tengah kesibukan berdakwah dan mengajarkan ilmu agama, Syekh kita ini mempunyai hobi mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran dari orang lain walaupun orang awam. Dalam hal ini Syekh Amin al-Kurdi mengatur waktu kumpul di masjid al-Sananiyyah untuk tadarrus dan tadabbur Al-Quran al-Karim. Dan sudah menjadi kebiasaan, ketika selesai tadarrus sang alim nan dermawan ini membagikan makanan dan minuman ala kadarnya.

KAROMAH SYEKH AMIN AL-KURDI

Pada suatu hari terjadi keanehan yang di luar kemampuan manusia. Seperti biasanya sehabis tadarrus dan tasmi’ Quran Syaikh Muhammad Amin membagikan roti ala kadarnya. Roti yang dipersiapkan tidak mencukupi jumlah hadirin yang begitu banyak. Akhirnya al-’arif billah ini meletakkan roti itu disebuah nampan dan menyuruh muridnya untuk membagikannya. Dan anehnya, setiap kali dibagikan, roti dalam tempat itu tidak berkurang; tetapi tetap seperti semula sampai semua hadirin mendapatkan bagian.

SYEKH AMIN WAFAT

Syekh Muhammad Amin al-Kurdi wafat dan dimakamkan di Kairo tahun 1332 H/1914 M. Makam Syekh Amin terletak di dekat Perpustakaan Al-Azhar dan Dar al-Ifta, dekat jalan Sultan Ahmad Kitbai dan jalan Akabir. Selain makam beliau, di situ juga terdapat beberapa makam tokoh sufi, antara lain: makam Syaikh Mahmud Abu ‘Alyan (mujaddid TaSawwuf), Al-Sayyid Ibrahim al-Khalil al-Syadzily (keduanya termasuk Ahli Bait). Makam keduanya terletak di Masjid ‘Asyirah Muhammadiyah; pusat tarekat Syadziliyah Muhammadiyah di Kairo.

Selain tokoh sufi, di dekat makam beliau juga terdapat makam ulama’ terkemuka Mesir antara lain: makam Syaikh Al-Bajuri (Syaikh al-Azhar), makam Syaikh Abdullah al-Syarq‚wi (Syaikh al-Azhar), makam Syaikh Muhammad al-Emb‚by (Syaikh al-Azhar), makam Syaikh Al-Ahmadi al-Dhaw‚hiri (Syaikh al-Azhar), makam Syaikh Hasûnah al-Naw‚wi (Syaikh al-Azhar) Di sana juga terdapat makam Syaikh Muhammad Abduh (Mujaddid al-Azhar).
Di sekitar makam beliau juga terdapat makam wali besar. Diantaranya: makam Syaikh Musthafa al-Bakri al-Khalwati, makam Syaikh al-Hafani al-Khalwaty, makam Syaikh al-Haddad al-Khalwaty, makam Syaikh al-Marzuqy al-Syadzily, makam Syaikh Ali al-Waqad al-Syadzily, makam Syaikh al-Babi al-Halaby al-Naqsyabandy.

Di antara peninggalan beliau antara lain adalah kitab Mursyid al-’awaam, Al-Hakikat al-’Aliyyah, Tanwir al-Qulub fii al-Tasawwuf, Irsyad al-Muhtaj ila Huquq al-Azwaj, Diwan Khatab, Al-’Uhud al-Watsiq fi al-Tamasuk bi al-Syariah wa al-Haqiqah, fi Manaqib al-Naqsybandiyyah, Sa’adah al-Mubtadiin fi ‘ilmi al-Din dan lain-lain.

Wallahu A’lam

(sufines.com)

Posting Komentar

 
Top